Restrukturisasi Usaha dan Produktivitas Bangsa

Restrukturisasi Usaha dan Produktivitas Bangsa
(MI/Duta)

DINAMIKA geopolitik Dunia mewarnai Berbagai Ragam pemberitaan media arus Primer atau media sosial kita. Meskipun diskusinya menarik Buat diikuti di Berbagai Ragam platform, Eksis hal yang lebih urgen Buat dicarikan solusi Berbarengan: ekonomi yang melambat dan meningkatnya pengangguran.

BPS awal bulan Lewat melaporkan ekonomi Indonesia pada triwulan I melambat. Kondisi yang sejalan dengan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia pada Maret Lewat terkait dengan pelemahan daya beli kelas menengah di Indonesia. Kondisi itu diperberat dengan banyaknya PHK yang meningkatkan pengangguran terbuka di negeri ini.

Tantangan terberat bagi Kabinet Merah Putih ialah mencapai Sasaran pertumbuhan 8% Buat lima tahun ke depan. Ekonomi Indonesia Demi ini didominasi UMKM yang menyerap Dekat 97% tenaga kerja yang Eksis. Tetapi, produktivitas dan nilai tambah rendah yang dihasilkan akan menyulitkan Indonesia keluar dari middle income trap (MIT).

Bagaimana Indonesia meningkatkan produktivitasnya dengan merestrukturisasi usaha yang Eksis?

 

PENTINGNYA PRODUKTIVITAS

Kemampuan negara dalam menghasilkan pendapatan dari input yang dikeluarkan menunjukkan tingkat total factor productivity (TFP). Elemen produksi yang menjadi input Dapat berupa tenaga kerja (labor), tanah, mesin, dan infrastruktur (capital).

Bilamana pendapatan meningkat tanpa menggunakan input tambahan atau pendapatan yang dihasilkan sama dengan input yang lebih sedikit, negara tersebut Mempunyai TFP yang tinggi. Mengacu pada Penn World Tables (2025), negara dengan TFP tinggi Mempunyai GDP per kapita yang juga tinggi. Misalnya, Luxembourg, Norway, Singapura, atau Amerika Perkumpulan.

Ekonom IMF, Robert Zymek(2024), mendeskripsikan pentingnya TFP. Pertama, standar hidup yang tinggi hanya didapat dengan pertumbuhan TFP dalam jangka panjang. Standar hidup Enggak akan Dapat meningkat meskipun suplai labor bertambah.

Cek Artikel:  Menikmati Keindahan Terumbu Karang, Selama Tetap Terdapat

Dalam konteks Indonesia, bonus demografi yang digadang-gadang akan menjadi jalan keluar dari MIT menjadi kurang optimal bilamana TFP Enggak meningkat. Adapun investasi pada Investasi Mempunyai diminishing returns yang mana peningkatan capital seiring waktu akan menghasilkan output yang semakin kecil, ceteris paribus. TFP juga sejalan dengan konsep keberlanjutan karena individu, perusahaan, atau negara ‘dipaksa’ berinovasi dengan input yang lebih sedikit Buat menghasilkan output yang sama, bahkan lebih besar.

Kedua, studi empiris Feenstra dkk dalam American Economic Review (2015) menunjukkan perbedaan GDP per kapita antarnegara di dunia dapat dijelaskan +66% oleh TFP. Meningkatkan TFP akan menyelesaikan masalah pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Lebih lanjut Zymek mengidentifikasi empat Elemen yang memengaruhi TFP. Pertama, produktivitas tenaga kerja. Tingkat pendidikan yang diikuti, kualitas pendidikan dan pelatihan yang didapatkan, serta kesehatan akan menentukan tingkat produktivitas tenaga kerja yang Eksis.

Kedua, alokasi sumber daya. Di level perusahaan atau negara, alokasi sumber daya yang efektif akan Mempunyai produktivitas tinggi. Bila alokasi sumber dayanya kurang efektif, investasi atau tenaga kerja berkualitas akan berkurang yang mengakibatkan TFP menurun dalam jangka panjang.

Ketiga, perdagangan Dunia. Hanya perusahaan atau negara dengan produktivitas tinggi yang Pandai Bertanding di pasar Dunia. Meskipun globalisasi menurun dalam satu Dasa warsa terakhir akibat kebijakan proteksionisme yang meningkat, produk yang kompetitif tetap akan mendapatkan pasar di dunia.

Keempat, Penemuan berbasis sains dan teknologi yang akan meningkatkan nilai tambah bagi produk yang dihasilkan.

Cek Artikel:  Berkah dan Doa Masyayeh Lirboyo untuk Kekasih Anies-Muhaimin di Pilpres 2024

Empat Elemen tersebut menjadi dasar laporan terbaru McKinsey Dunia Institute (MGI-2025) bahwa mengandalkan UMKM mengecilkan Kesempatan Indonesia Buat keluar dari MIT. Menumbuhkembangkan perusahaan besar (tenaga kerja >250 orang) dan sangat besar (pendapatan lebih dari US$200 juta atau Rp3,3 triliun per tahun) menjadi pilihan terbaik bagi Indonesia Buat meningkatkan TFP.

 

PRODUKTIVITAS INDONESIA

Sensus Ekonomi 2016 (diselenggarakan tiap 10 tahun) menunjukkan terdapat 26.422.256 usaha di Indonesia. Usaha mikro (tenaga kerja

Kajian yang dilakukan oleh MGI pada akhir April Lewat memperbandingkan kondisi Indonesia dengan negara lain yang mendekati status negara berpendapatan tinggi: Brasil, Meksiko, Polandia, dan Portugal. Perusahaan besar Indonesia hanya Pandai menyerap 15% dari total tenaga kerja yang Eksis, jauh lebih kecil Apabila dibandingkan dengan Brasil (37%), Polandia (35%), Meksiko (28%), dan Portugal (24%).

Kondisi tersebut juga dapat menjelaskan kenapa economic complexity index (ECI) Indonesia dalam 23 tahun terakhir semakin menurun. Basis data yang dikelola Harvard University menunjukkan bahwa pada 2000 Indonesia berperingkat 49, tapi pada 2023 Lewat menurun menjadi 72 dunia mengingat kurangnya perusahaan besar dan sangat besar yang dimiliki.

Pada periode yang sama, Vietnam meningkat peringkatnya dari 86 ke 48 dunia. Meksiko dari 22 ke 17 dunia, sedangkan Portugal dari 35 ke 37 dunia. Semakin kompleks produk yang dihasilkan oleh sebuah negara, melalui perusahaan besar dan sangat besar, semakin tinggi nilai tambah yang dihasilkan. Tingginya nilai tambah menunjukkan tingginya TFP dan secara agregat meningkatkan ukuran ekonomi sebuah negara (GDP).

Demi ini, perusahaan sangat besar di Indonesia jumlahnya kurang dari 400 perusahaan dan pendapatannya berkontribusi Dekat 50% GDP Indonesia. Apabila dijumlahkan dengan pendapatan dari luar negeri, perusahaan sangat besar di Polandia Mempunyai rasio 100%. Adapun Brasil 74% dan Meksiko 52%.

Cek Artikel:  Pendekatan Politik Santun Gen Z

Jumlahnya yang relatif minim menjadikan kontribusinya Enggak sebesar negara pembanding. Adapun perusahaan besar dengan tenaga kerja >250 orang Dekat 10 ribu unit. MGI merekomendasikan 1.400-an perusahaan sangat besar dan 40.000-an perusahaan besar di Indonesia hingga 2045 agar mencapai TFP yang dibutuhkan Buat keluar dari MIT.

 

REKOMENDASI

Melambatnya perekonomian Demi ini Enggak hanya dialami Indonesia, tapi juga seluruh dunia pada Dasa warsa ini. Meskipun jauh lebih tinggi daripada pandemi covid-19, tetap lebih rendah Apabila dibandingkan dengan dua Dasa warsa sebelumnya. Kondisi yang sulit kembali dengan dinamika geopolitik dunia seperti sekarang. Kondisi makro yang menjustifikasi makin banyaknya PHK dan pengangguran di Indonesia.

Risiko MIT akan meningkat bilamana TFP Indonesia Enggak meningkat. Analisis di atas menunjukkan bahwa menumbuhkembangkan perusahaan berukuran menengah dan besar tiga kali lipat dari kondisi Demi ini sekaligus 1.000 perusahaan sangat besar dalam 20 tahun ke depan akan meningkatkan TFP Indonesia.

MGI merekomendasikan pendekatan yang komprehensif perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan menitikberatkan pada lima modal dasar: keuangan, Mahluk, institusional, infrastruktur, dan kewirausahaan. Sebagai ilustrasi, densitas perusahaan baru dari seribu penduduk Indonesia hanya 0,3 dan perlu ditingkatkan menjadi 20 kali lipat. Enggak hanya menjadi pemain lokal, tapu juga berpartisipasi dalam rantai pasok Dunia seperti pebisnis Tiongkok atau Vietnam; menjadikan pebisnis Indonesia meningkat produktivitasnya. Secara agregat, TFP Indonesia akan meningkat dan Pandai keluar dari middle income trap.

 

Mungkin Anda Menyukai