PELAKSANA Tugas (Plt) Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) Taruna Ikrar mengatakan produksi obat fitofarmaka atau herbal yang sudah teruji amat potensial dikembangkan di tengah mahalnya harga obat konvensional.
“BPOM berperan aktif dalam mendukung pengembangan obat bahan alam (OBA), yaitu selain melakukan kolaborasi yang sinergis dengan seluruh pemangku kepentingan. Kami juga lakukan pendampingan dalam penyusunan protokol atau pelaksanaan penelitian (fitofarmaka)” katanya kepada Media Indonesia, Rabu (11/9).
Baca juga : Badan POM Minta Obat Herbal Masuk Daftar Obat Rujukan BPJS
Ia menuturkan ada 28.000 spesies tumbuhan hidup di Indonesia, dan 80% tumbuhan obat di dunia pun diperkirakan ada di Indonesia, Taruna percaya Indonesia bisa menjadi salah satu pemain obat alami di dunia.
“Penguatan regulasi termasuk agility dalam regulasi untuk percepatan dan kemudahan penelitian dilakukan seperti kemudahan atau simplifikasi uji klinik OBA beserta kriteria persyaratannya,” jelasnya.
Hal itu lanjut Taruna, telah tertuang dalam Peraturan BPOM 8 tahun 2024 tentang Tata Laksana Persetujuan Penyelenggaraan Uji Klinik, Lampiran II Panduan Uji Klinik OBA yang memuat algoritma pembuktian keamanan dan khasiat OBA.
Baca juga : Industri Diingatkan Agar Taati Peraturan BPOM Soal Label Bahaya BPA
Taruna mengungkapkan dalam algoritma tahapan uji klinik tersebut, tidak selalu harus mengikuti tahapan secara umum sebagaimana berlaku pada uji klinik obat konvensional, namun dengan mempertimbangkan status empiris produk uji maupun riwayat penggunaannya sebagai produk yang terdaftar di Badan POM.
“Kami juga mendorong pembentukan pusat penelitian atau inkubator untuk pengembangan bahan alam, termasuk standardisasi dan pengembangan senyawa marker, pengawalan untuk peningkatan kapasitas dan kompetensi industri ekstrak bahan alam (IEBA) dan obat tradisional,” ujarnya.
Lebih lanjut, Taruna memaparkan kekayaan obat bahan alam Indonesia telah banyak yang didaftarkan sebagai produk di Badan POM yaitu sejumlah lebih dari 17.000 jamu, 77 obat herbal terstandar (OHT) dan 20 fitofarmaka.
Baca juga : Percepat Regulasi Pelabelan Corak Kandungan Gula di Produk Kemasan
“Jamu (itu) dengan pembuktian turun-temurun, sedangkan OHT dan fitofarmaka dengan pembuktian ilmiah yaitu uji praklinik untuk OHT dan uji praklinik serta uji klinik untuk fitofarmaka. Badan POM juga melakukan bimbingan teknis terkait promosi, mutu, dan keamanan produk fitofarmaka sesuai ketentuan,” paparnya.
Kendati demikian, Taruna meyakini bahwa penting untuk pendorong peningkatan permintaan melalui penyusunan formularium Fitofarmaka, sosialisasi dan edukasi masyarakat. Asal Mula tak semua masyarakat kini memiliki kepercayaan untuk mengkonsumsi obat alami.
“Kami menyelenggarakan berbagai workshop, bimbingan teknis, dan webinar untuk peneliti dan pelaku usaha. Terdapat juga penggunaan Aplikasi ASROT (e-Registrasi Produk Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan) dan SIAP-UK (Sistem Aplikasi Uji Klinik dan Pra Klinik) untuk pengajuan registrasi produk, maupun persetujuan uji praklinik dan uji klinik sehingga dapat dengan mudah diajukan secara online,” jelasnya.
Baca juga : Jelita, Hati-hati Gunakan Produk Sel Punca Luar Negeri
Taruna menilai, untuk menghasilkan produk obat bahan alam fitofarmaka yang aman dan bermutu, diperlukan pengawalan dan pendampingan ke pelaku usaha dari hulu ke hilir, mulai dari ketersediaan dan mutu bahan baku, proses produksi sesuai standar hingga ke produk jadi.
“Kepada itu BPOM melakukan kegiatan strategis seperti melakukan bimbingan teknis kepada pengepul, distributor, dan supplier bahan baku obat bahan alam terkait cara penyiapan bahan baku simplisia pasca panen dan sebelum digunakan di industri sesuai cara produksi obat tradisional yang baik (CPOTB) terkini,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Taruna juga akan melakukan percepatan dalam memfasilitasi industri ekstrak bahan alam memproduksi bahan baku dengan menerapkan CPOTB terkini serta melakukan percepatan dalam memfasilitasi industri obat tradisional (IOT) dan usaha kecil obat tradisional (UKOT).
“Ini dilakukan dalam rangka penerbitan sertifikat dan/menerapkan CPOTB terkini sehingga memiliki kewenangan memproduksi fitofarmaka,” tandasnya. (H-3)