Respons Gagap Hadapi Situasi Darurat

BANYAK negara meradang setelah Presiden Amerika Perkumpulan (AS) Donald Trump mengumumkan pemberlakuan tarif dasar universal 10% pada Sekalian impor ke negeri itu mulai 5 April. Respons lebih keras ditunjukkan negara-negara Kenalan dagang yang dikenai tarif timbal balik atau reciprocal tariffs yang mulai berlaku per 9 April.

Tarif tambahan itu di antaranya diberlakukan terhadap Tiongkok sebesar 34%, Eropa 20%, Vietnam 46%, Taiwan 32%, dan Jepang 24%. Kemudian, India 26%, Korea Selatan 25%, Thailand 36%, Swiss 31%, Indonesia 32%, Malaysia 24%, Kamboja 49%, Inggris 10%, dan Afrika Selatan 30%.

Tiongkok, yang mendapat tarif timbal balik 34%, bereaksi paling keras. Dengan tarif yang sudah dikenakan sebesar 20% Ketika ini, Apabila ditotal, barang-barang ekspor Tiongkok dikenai tarif sebesar 54% ketika masuk ke ‘Negeri Om Sam’. Maka, Tiongkok pun memperingatkan akan mengambil tindakan balasan yang tegas terhadap AS.

Cek Artikel:  Jerat Segera Otak Sertifikat Laut

Peringatan serupa juga dikeluarkan Uni Eropa. Bahkan, Komisi Eropa keras menegaskan bahwa mereka menyiapkan tindakan balasan Apabila negosiasi gagal.

Sejumlah negara Personil ASEAN juga sudah memberikan respons dan menyiapkan strategi atas kebijakan itu. Perdana Menteri (PM) Vietnam Pham Minh Chinh, misalnya, langsung menggelar rapat darurat dan membentuk gugus tugas Demi membahas keputusan AS tersebut.

PM Thailand Paetongtarn Shinawatra sudah menyiapkan peta jalan negosiasi dengan AS. Thailand Bukan menyangka bakal kena tarif tambahan 46%, jauh dari perkiraan 11%.

Begitu juga dengan negeri jiran Malaysia yang langsung mengajukan negosiasi dengan pemerintah AS.

Sebaliknya, Kamboja yang dikenai tarif tambahan 46% hanya Pandai pasrah. Bukan seperti negara ASEAN lainnya, Kamboja Bukan punya alat tawar atau bargaining tool dengan AS.

Cek Artikel:  Merayakan Politik Kebinekaan

Lampau, bagaimana dengan pemerintah Indonesia? Sejauh ini belum Eksis sikap Formal yang ditunjukkan pemerintah. Bahkan, rencana konferensi pers menyikapi keputusan AS tersebut malah ditunda. Pemerintah Tetap menunggu kesamaan sikap dari kementerian dan negara hingga akhir pekan.

Sungguh respons yang amat Lamban menghadapi situasi Darurat seperti ini. Sangat disayangkan pemerintah seperti Menyantap enteng persoalan tersebut. Padahal, keputusan pemerintah AS itu Pandai menimbulkan malapetaka bagi perekonomian Indonesia.

Keputusan Trump terjadi di tengah anjloknya daya beli masyarakat. Hal itu terlihat dari penurunan tingkat konsumsi atau pengeluaran masyarakat selama Ramadan dan Idul Fitri, badai pemutusan Rekanan kerja (PHK), dan penutupan sejumlah industri.

Penerapan tarif pada produk-produk ekspor Indonesia ke AS juga Pandai memicu penurunan besar-besaran ekspor Indonesia ke negara itu, seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, serta produk pertanian dan perkebunan seperti minyak kelapa sawit, karet, dan perikanan. Penurunan ekspor tentu berdampak pada penurunan produksi dan perlambatan lapangan kerja.

Cek Artikel:  Putusan MK tanpa Sang Om

Indonesia Mempunyai banyak alat tawar Demi menegosiasikan penurunan tarif terhadap produk ekspor Indonesia ke AS. Pemerintah juga punya banyak pilihan Kenalan dagang Demi mengatasi Akibat pemberlakuan tarif tambahan tersebut. Misalnya, mengoptimalkan perjanjian dagang secara bilateral dan multilateral, dengan BRICS, juga inisiasi perjanjian kerja sama dengan negara nontradisional Demi mendorong ekspor produk terdampak.

Tentu, Sekalian pilihan langkah tersebut harus dilakukan secepatnya Demi mencegah Pengaruh yang lebih merugikan, bukan dengan menunda-nunda dan Eksis kesan Menyantap enteng persoalan ini. Langkah Segera dan Benar dari pemerintah sangat dibutuhkan agar perekonomian yang sudah lesu darah Ketika ini Bukan kian Membikin Kelenger.

 

Mungkin Anda Menyukai