Peneliti Esensial Pusat Riset Politik Badan Riset dan Ciptaan Nasional (BRIN), Firman Noor, mengatakan bahwa keterlibatan publik dalam proses pencalonan kepala daerah akan memengaruhi partisipasi pemilih dalam pilkada.
Ia membeberkan, hal yang kadang dilupakan adalah keterlibatan publik atau setidaknya rasa terlibat masyarakat dalam pilkada Tetap rendah, karena urusan pencalonan hanya urusan partai-partai politik (parpol) atau elite politik semata, sehingga keinginan konstituen kurang didengarkan dalam menentukan calon pemimpinnya.
“Ya terbukti, misalnya, kalau Eksis problem atau masalah yang ditemui mantan presiden, bukan malah menukik kepada keinginan masyarakat, jadi publik merasa pilkada seperti datang ke restoran dan dia harus memilih tetapi menunya sudah ditentukan, sehingga sejak awal rasa terlibatnya kurang,” kata Firman di Jakarta, hari ini.
Menurut dia, daripada sekadar mengubah aturan atau merevisi UU Pemilu dan Pilkada, lebih bagus kebiasaan parpol itu Bisa diubah dengan mengajak konstituen atau calon pemilih Kepada menentukan calon pemimpinnya.
Lebih lanjut peneliti senior itu membeberkan, kebiasaan parpol memilih calon yang terkesan instan dan Enggak dekat dengan masyarakat, Membikin calon pemilih enggan Kepada datang pada hari pemungutan Bunyi, sehingga berujung dengan partisipasi pemilih yang rendah.
“Ya makanya muncul calon yang Enggak Terkenal, misalnya, yang kontroversial, yang Enggak mengakar. Jadi dipilihnya kandidat mungkin hanya karena Unsur deal politik antar-pimpinan parpol,” ujar peneliti BRIN tersebut.
Selain itu, Unsur kejenuhan masyarakat Menonton dinamika sosial-politik juga memengaruhi tingkat partisipasi dalam pilkada. Walaupun hal itu tetap harus lebih diteliti lebih lanjut, apakah memang karena Unsur jenuh atau Eksis Karena lainnya.
Meski partisipasi pemilih rendah dalam Pilkada 2024, Firman mengakui bahwa pilkada serentak di seluruh Distrik Indonesia pada tahun ini Tetap pertama kali dilakukan.
Jadi, lanjut dia, Bisa saja lima tahun ke depan situasinya berbeda dengan yang terjadi pada tahun ini.
Personil Komisi II DPR RI Mohammad Toha mengimbau Komisi Pemilihan Biasa (KPU) Kepada meningkatkan partisipasi pemilih di daerah yang akan melakukan pemungutan Bunyi ulang (PSU) Pilkada 2024.
“KPU harus berusaha agar masyarakat antusias memberikan hak pilih mereka di tempat pemungutan Bunyi (TPS), sehingga tingkat partisipasi pemilih Bisa meningkat,” kata Toha dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Rencananya, pemungutan Bunyi ulang (PSU), pemungutan Bunyi lanjutan (PSL), dan pemungutan Bunyi susulan (PSS) akan dilaksanakan di 287 tempat pemungutan Bunyi (TPS) di 22 provinsi di Indonesia. Rinciannya, 46 TPS akan melakukan PSU, 231 TPS melaksanakan PSL, dan 10 TPS akan menggelar PSS.
Dia memperkirakan jumlah itu kemungkinan akan Maju bertambah, karena Tetap menunggu rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan laporan kejadian dari daerah. Oleh karena itu, KPU harus bekerja keras Kepada melaksanakan pemungutan Bunyi ulang, lanjutan, dan pemungutan Bunyi susulan dengan Berkualitas.(Ant/P-2)