HAKIM Ad Hoc Tipikor Ansori, yang akan menangani sidang peninjauan kembali (PK) terpidana izin usaha pertambangan (IUP) Mardani H Maming di Mahkamah Akbar (MA), tengah menjadi sorotan publik. Hal ini disebabkan oleh rekam jejaknya yang pernah memberikan vonis bebas kepada terpidana kasus korupsi sebelumnya. Dalam konteks kasus Mardani Maming, diharapkan hakim dapat mengadili berdasarkan fakta dan unsur hukum yang ada.
Guru besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, menekankan pentingnya penanganan kasus ini berdasarkan kasus-kasus sebelumnya. “Rekam jejak Hakim Ad Hoc Tipikor Ansori yang pernah membebaskan koruptor tentu menjadi perhatian. Tetapi, harapannya, dalam perkara PK Mardani H Maming, hakim tetap harus berpegang pada fakta dan unsur-unsur hukum yang relevan,” ungkap Suparji pada Jumat, 20 September 2024.
Suparji mengingatkan bahwa hakim wajib memutuskan perkara sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, terutama dalam PK yang diajukan oleh terpidana korupsi. “Hakim harus berlandaskan pada aturan hukum, kebenaran, dan kebermanfaatan bagi masyarakat,” tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa PK dapat diterima jika terdapat novum atau bukti baru. Oleh karena itu, pemenuhan alat bukti harus dipertimbangkan oleh hakim dalam memutuskan PK Mardani Maming. “Dalam PK, harus ada novum dan keputusan yang bertentangan, serta alat bukti yang menjadi patokan,” ujarnya.
Nama Mardani H Maming kembali muncul setelah ia mendaftarkan PK pada 6 Juni 2024, dengan nomor perkara 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2024. Menurut ikhtisar proses perkara, Majelis Hakim yang memimpin PK ini terdiri dari Ketua Majelis Sunarto, Personil Majelis Ansori, dan Personil Majelis PRIM Haryadi. Permohonan PK Mardani Maming terdaftar dengan nomor 1003 PK/Pid.Sus/2024 dan saat ini masih dalam proses pemeriksaan oleh Majelis Hakim MA.