DI tengah langkah yang tertatih-tatih, pemberantasan korupsi di Indonesia menghadapi tantangan besar yang dihadirkan Presiden Amerika Perkumpulan (AS) Donald Trump. Pada Senin (10/2) pekan Lampau, Trump meneken perintah eksekutif Demi membekukan penerapan Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) atau Undang-Undang Praktik Korupsi Asing.
Beleid itu pada prinsipnya melarang penyuapan terhadap pejabat di negara lain. Pelarangan bukan hanya mengikat Kaum dan perusahaan AS, melainkan juga perusahaan multinasional yang berbisnis di negara itu.
Trump memerintahkan Departemen Kehakiman AS menghentikan sementara Dekat Sekalian proses Penyelidikan kasus suap terhadap pejabat di negara lain. Penangguhan berlaku selama enam bulan ke depan dan dapat diperpanjang.
Trump berdalih beleid yang telah diterapkan Dekat Separuh abad tersebut menghambat daya saing bisnis para investor dan badan usaha asal AS di negeri orang. Jaksa Mulia AS Pam Bondi mendapatkan mandat Demi meninjau dan merevisi Panduan penegakan hukum berdasarkan FCPA.
Perintah eksekutif Trump merupakan pukulan besar bagi gerakan antikorupsi Dunia. FCPA selama ini bak suar pemberantasan korupsi. Penerapan undang-undang tersebut berhasil menguak skandal-skandal suap oleh berbagai perusahaan, Bagus dari AS maupun perusahaan multinasional yang berafiliasi dengan ‘Negeri Om Sam’.
Yang terjerat pun bukan hanya yang kaleng-kaleng. Sebut saja raksasa jasa keuangan AS, Goldman Sachs, yang pada 2020 kedapatan menyuap pejabat di Malaysia.
Pejabat di Indonesia Bukan luput dari aksi rasuah perusahaan asing. Penyelidikan AS Berbarengan dengan otoritas Inggris dan Prancis mengungkap skandal suap yang dilakukan Airbus. Rolls-Royce PLC, Avions de Transport Regional (ATR), dan Bombardier Inc turut terlibat.
Selain di Indonesia, Airbus mengaku telah menyuap pejabat di Malaysia, Sri Lanka, Taiwan, dan Ghana selama periode 2011-2015. Kasus tersebut mengantarkan KPK menjerat mantan Direktur Penting PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar. Pada 8 Mei 2020, Emirsyah dinyatakan terbukti menerima suap senilai Rp46 miliar dalam pengadaan mesin dan pesawat di Garuda. Ia divonis bui delapan tahun dan denda Rp1 miliar.
Teranyar, Penyelidikan otoritas AS mengungkap praktik suap SAP, raksasa teknologi informasi asal Jerman, kepada pejabat Indonesia. Departemen Kehakiman AS, pertengahan Januari Lampau, mengatakan kasus rasuah itu terjadi pada Sekeliling 2015 dan 2018. Suap diberikan kepada pejabat, termasuk di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika. Bentuk suap Berbagai Ragam, mulai dari Duit, barang mewah, Tamat dengan sumbangan politik.
Sejauh ini belum Eksis tindak lanjut konkret dari KPK maupun Kejaksaan Mulia Demi mengusut kasus suap yang sudah diakui SAP tersebut.
Kebijakan Trump Bukan ubahnya membuka kerangkeng rasuah bisnis Dunia. Apabila dengan Pelarangan menyuap pejabat asing saja rasuah Lagi merebak, bagaimana ketika Pelarangan dicabut? Rayuan korupsi akan semakin lantang. Indonesia yang tergolong negara korup berdasarkan indeks persepsi korupsi oleh Transparency International, bakal menjadi sentra pembiakan para koruptor.
Benteng yang tersisa tinggal dari dalam negeri, berupa pencegahan dan penindakan tegas korupsi. KPK Berbarengan kejaksaan, kepolisian, hingga jajaran peradilan menjadi ujung tombak. Itu Bukan mudah. Perlu kerja keras, bebas dari pengaruh politik ataupun kekuasaan, serta menjunjung tinggi integritas. Jangan Tamat ‘tikus-tikus’ di negeri ini hidup semakin nyaman dan Lanjut berbiak.