Rapor Merah Penjabat Kepala Daerah

TEMUAN Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri yang baru saja dirilis benar-benar mencengangkan. Bagaimana tidak, dari 112 penjabat (Pj) kepala daerah yang dievaluasi dalam triwulan ini, 59 orang diberi vonis merah dalam indikator menjaga netralitas aparatur sipil negara (ASN) di Pemilu 2024. Jumlah itu masih ditambah lima Pj kepala daerah yang meraih rapor kuning. Hanya 48 Pj kepala daerah yang mendapat rapor hijau alias berkategori baik.

Dari evaluasi itu, separuh lebih Pj kepala daerah divonis tidak netral alias sudah berpihak kepada calon tertentu dalam Pemilu 2024. Dari rapor itu pula, integritas mereka, baik sebagai Pj kepala daerah maupun sebagai ASN, jelas jauh di bawah standar dalam menjalankan pemerintahan. Padahal, mereka ialah para pejabat pilihan dari eselon I untuk gubernur dan eselon II untuk bupati/wali kota.

Rendahnya integritas para pejabat negara itu sungguh memprihatinkan. Apalagi, saat ini dibutuhkan 271 Pj kepala daerah hingga pelaksanaan pilkada serentak pada November 2024 mendatang. Cukup panjang masa jabatan Pj kepala daerah kali ini, bahkan ada yang hampir dua tahun.

Cek Artikel:  Tegak Bengkok Mendukung Capres

Alih-alih mengisi kekosongan pemerintahan hingga pelaksanaan pilkada serentak nanti, Pj kepala daerah yang mendapat rapor merah kuat diduga justru menggunakan instrumen pemerintahan untuk memenangkan calon tertentu, baik di Pemilu, Pilpres, maupun Pilkada 2024.

Tentu saja tidak ada makan siang gratis. Seusai membantu calon tertentu menang dalam kontestasi politik, para Pj kepala daerah itu akan menuai hasil balas budi di kemudian hari.

Apabila masih duduk di bangku sekolah, mudah ditebak tipikal anak-anak yang mendapat rapor merah. Mereka biasanya anak bengal, sering membolos, atau gagal dalam ujian.

Tetapi, jika di pemerintahan, entah apa tipikal para pejabat yang mendapat rapor merah itu. Mereka jelas bukan lagi anak-anak yang masih harus terus diberi bimbingan dan nasihat agar berkelakuan baik. Mereka jelas para pejabat yang sudah banyak mengenyam pengalaman dan pendidikan tinggi.

Cek Artikel:  Konkretkan saja Berpihak, Pak Presiden

Rapor itu sekaligus sebagai potret integritas pejabat negara yang condong terhadap godaan kekuasaan.

Sejak pengisian Pj kepala daerah dimulai pada 2023, Presiden hingga Menteri Dalam Negeri telah mewanti-wanti agar para pejabat yang mengisi kursi itu harus mampu bersikap netral dalam Pemilu dan Pilpres 2024. Sebagai seorang birokrat, haram hukumnya bagi Pj kepala daerah berafiliasi dengan partai mana pun atau calon siapa pun.

Dari sini tentu muncul pula pertanyaan, mengapa pejabat-pejabat berapor merah itu bisa terpilih sebagai penjabat kepala daerah? Apakah rekam jejak mereka selama ini terbilang baik sehingga dipandang layak memimpin pemerintahan sebuah daerah?

Jauh-jauh hari, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) telah mengingatkan pemerintah agar lebih selektif dan memperhatikan berbagai kriteria dalam mengangkat Pj kepala daerah. Di samping persyaratan administratif dan kompetensi yang harus dipenuhi, rekam jejak yang bersangkutan dalam melaksanakan prinsip netralitas menjadi faktor yang perlu diperhatikan.

Cek Artikel:  Rontokkan Metode Usang demi Damai Papua

Apalagi, hingga Desember 2023, KASN telah menerima 219 aduan dugaan pelanggaran netralitas ASN selama masa kampanye Pemilu 2024. Dari jumlah aduan itu, 50% di antaranya telah diperiksa dan dinyatakan bersalah oleh KASN.

Di masa kampanye, birokrasi memang menjadi area yang rawan terkooptasi politik. Salah satu faktor terjadinya pelanggaran netralitas ASN itu ialah adanya intervensi politik terhadap birokrasi dan ASN yang terjadi sebelum maupun setelah pemilu atau pilkada.

Karena itu, Mendagri dituntut benar-benar selektif dalam mencari Pj kepala daerah. Tak sulit tentunya, karena berdasarkan data Kemendagri, ada 622 eselon I yang bisa jadi Pj gubernur dan 4.626 eselon II yang bisa jadi Pj bupati/wali kota.

Akan semakin mudah pencariannya jika birokrasi pemerintahan selama ini diisi oleh ASN yang profesional dan berintegritas. Masyarakat pastinya tidak menginginkan daerah mereka dipimpin Pj kepala daerah yang bengal, apalagi sering serong sana, serong sini.

Mungkin Anda Menyukai