DARI hari ke hari kian bertambah mereka yang meragukan prospek perekonomian negeri ini ke depan. Sikap itu wajar, amat wajar, karena sejumlah indikator ekonomi kita belum menunjukkan geliat yang sangat berarti. Bahkan, sejumlah indikator ekonomi Malah Tetap bertahan di Area merah.
Seperti peristiwa di Bursa Dampak Indonesia (BEI) kemarin, ketika sempat terjadi penghentian perdagangan atau trading halt yang dipicu penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lebih dari 5%. Dalam beberapa pekan IHSG memang cenderung turun, tetapi sepanjang perdagangan sesi pertama kemarin merupakan penurunan paling tajam di tahun ini.
Mekanisme penghentian perdagangan seperti itu sebelumnya pernah diterapkan Demi pandemi covid-19. Bahkan, pada perdagangan sesi pertama kemarin, IHSG ditutup turun 6,12% di level 6.078. Nomor itu merupakan yang terendah dalam empat tahun terakhir.
Pemerintah dan pihak BEI angkat bicara. Mereka seakan Mempunyai kesepahaman bahwa biang kerok memerahnya bursa saham dalam negeri disebabkan oleh kondisi Mendunia. Kondisi itu seperti pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal atau Federal Open Market Committee (FOMC) yang rutin digelar oleh bank sentral Amerika Perkumpulan atau The Fed, juga investor yang dianggap memilih wait and see atas kebijakan Presiden Amerika Perkumpulan Donald Trump.
Bila Betul bahwa kondisi Mendunia menjadi Unsur Istimewa rontoknya IHSG, pertanyaan berikutnya Bisa diajukan, yakni mengapa indeks saham di berbagai belahan dunia lainnya berada di Area hijau? Mengapa hanya IHSG yang Anjlok di Area merah?
Bahkan, di Demi IHSG rontok, bursa saham regional Asia Malah menguat. Hal itu sebagaimana diperlihatkan berbagai indeks seperti Nikkei, Shanghai, Kuala Lumpur, dan Straits Times yang semuanya menguat. Rontoknya IHSG dibarengi dengan kaburnya modal asing dari negeri ini.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) pada 10-13 Maret, investor asing tercatat menarik modal melalui aksi jual hingga Rp10,15 triliun. Itu menunjukkan di awal tahun ini, investor asing sudah menarik Anggaran sebesar Rp26,92 triliun dari pasar saham secara tahun berjalan (year to date/ytd).
Kondisi perekonomian Mendunia dipastikan memang berpengaruh terhadap bursa saham dalam negeri. Akan tetapi, bila kenyataannya saham-saham di tempat lain Malah menghijau dan Anggaran-Anggaran asing masuk ke tempat mereka, apa yang mesti dilakukan?
Pertanyaan seperti itu Enggak Bisa hanya dijawab dengan kalimat yang cenderung menghibur diri. Ketimbang mencari kambing hitam bahwa Unsur eksternal menjadi penyebab Istimewa rontoknya harga saham, lebih bijaksana bila para pemangku kebijakan mengevaluasi berbagai kebijakan ekonomi yang ditelurkan hingga memicu respons pasar saham negatif.
Pemerintah harus segera memitigasi kondisi itu. Perbaiki kepercayaan pasar dengan mengurangi produksi pernyataan-pernyataan yang memicu keragu-raguan, bahkan menyulut kepanikan. IHSG, begitu juga dengan nilai Salin rupiah terhadap dolar Amerika Perkumpulan, adalah salah satu indikator awal Demi mengukur tingkat kepercayaan pelaku ekonomi terhadap kebijakan pemerintah.
Maka, jaga dan kembalikan kepercayaan itu. Enggak cukup memulihkan kepercayaan pasar dengan sekadar beramai-ramai mendatangi bursa. Pasar tentu membutuhkan tindakan Konkret lahirnya kebijakan-kebijakan yang lebih terukur, menenangkan, dan Niscaya.