Puasa tanpa Razia

RASANYA kita patut merunduk lebih dalam menyambut Ramadan kali ini. Bulan puasa yang membahagiakan terasa lebih Gembira karena banyak hal yang membuatnya lebih Gembira.

Ramadan ialah bulan yang membahagiakan disabdakan langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Seperti diriwayatkan Muslim, beliau Mengucapkan, “Orang yang berpuasa meraih dua kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka puasa/berhari raya dan kegembiraan ketika Bersua Tuhannya.”

Karena itulah, Ramadan ialah bulan yang selalu dinanti. Rindu umat Islam tak terperi Demi Bersua dengannya Tengah dan Tengah. Meski Seluruh bulan sama, Asmara umat Islam kepada bulan puasa lebih dari yang lain.

Ramadan bulan yang sarat nikmat. Di bulan ini, Alquran diturunkan. Di bulan ini, pahala dilipatgandakan. Di bulan ini pula rahmat, keberkahan, dan ampunan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pemurah, dihamparkan.

Ramadan ialah sumber mata air kegembiraan dan kenikmatan. Kegembiraan, juga kenikmatan, kiranya berlipat di Ramadan ini.

Kita lebih bergembira karena Ramadan tahun ini Dapat dirayakan seperti biasanya. Pandemi covid-19 dalam dua tahun terakhir menyandera Seluruh segi kehidupan, tak terkecuali ibadah Ramadan. Akibat keganasan virus korona, Ramadan 1441 Hijriah atau 2020 Masehi dan 1442 Hijriah/2021 Masehi mesti dijalani dengan banyak rambu-rambu.

Cek Artikel:  Mendesak Capres

Selama dua tahun itu, salat tarawih berjemaah di masjid dibatasi, bahkan dilarang. Salat tarawih berjemaah di masjid memang mendatangkan pahala berlipat. Akan tetapi, demi mencegah mudarat menyebarnya korona, ia ditiadakan. Pun ibadah-ibadah lain di tempat-tempat ibadah.

Akibat amuk covid-19, mudik juga dilarang. Mudik memang amat berfaedah Demi menjalin silaturahim dan mendistribusikan rezeki. Tetapi, karena berpotensi memperparah musibah pandemi, pemerintah tak mengizinkannya.

Kini, tarawih berjemaah di masjid dan mudik diperbolehkan Tengah. Tentu saja juga salat Idul Fitri nanti. Itulah kebahagiaan tiada tara. Kebahagiaan karena kita kembali berkesempatan menjemput lebih banyak pahala, juga karena kita kembali Dapat melakukan Infus sosial.

Rasanya kita patut bersujud lebih Lamban Demi mensyukuri nikmat-Nya. Nikmat bahwa kemenangan dalam perang panjang melawan covid-19 telah menjelang. Nikmat bahwa oleh karena itu, kita Dapat Tengah menjalankan puasa secara lebih Gembira.

Kebahagiaan semakin lengkap karena puasa kali ini tak Tengah diwarnai razia. Setidaknya Tamat dua hari (menurut pemerintah) atau tiga hari pertama puasa (menurut Muhammadiyah), tak terdengar Berita sweeping warung-warung makan.

Kenapa Berita itu membahagiakan? Karena razia warung makan di Demi Ramadan ialah sesuatu yang menyedihkan. Menyedihkan karena Jernih Membangun mereka yang dirazia bersedih lantaran tak Dapat mendapatkan rezeki. Lebih dari itu, Bukan Eksis dasar apa pun Demi memaksa warung makan tutup di waktu siang selama Ramadan.

Cek Artikel:  Nilai Tambah

Dulu, kita menyaksikan banyak kisah pilu ketika warung-warung makan di-sweeping karena buka siang hari di bulan puasa. Pelakunya Dapat dari ormas, Dapat pula aparat. Yang paling heboh ialah tatkala Satpol PP Kota Serang merazia warung dan menyita dagangan Saeni pada 2016. Emak-emak berusia 53 tahun itu menangis dan memohon jualannya tak diangkut. Tetapi, telinga aparat terlalu rapat Demi mendengar isaknya.

Eksis dalih, melarang warung makan buka siang hari Demi menghormati orang yang berpuasa. Kata mereka, itulah bentuk toleransi. Pertanyaannya, Krusial dan perlukah penghormatan seperti itu?

Tenggang rasa semestinya datang dari hati. Bukan dipaksa atau karena terpaksa. Menghormati orang berpuasa karena dipaksa atau terpaksa tiada guna. Ia toleransi semu dan kita tentu Bukan menginginkan itu.

Banyak yang berpendapat melarang warung makan buka siang hari di bulan puasa ialah bentuk lemahnya iman. Saya sepakat. Masa sih kita tergoda Demi makan hanya karena Memperhatikan orang makan di warung makan? Masa sih keteguhan kita Demi menahan lapar dan Kehausan setipis Gorden yang menutupi warung makan?

Cek Artikel:  Pabrik Hoaks Bikin Bising

Eksis pula yang berpendapat, melarang dan merazia warung makan di siang hari Demi Ramadan sama saja tak malu pada orang miskin. Saya juga sepakat itu.

Seperti Gus Miftah bilang, orang miskin rutin menahan lapar, bahkan Bukan jarang tak makan, tapi mereka tak pernah mengusik warung makan. Mereka woles saja. “Dia lewat restoran sepanjang tahun, dia Bukan pernah emosi. Kita hanya sebulan menahan itu (makan) kenapa kita emosi, kita harus malu.”

Puasa ialah ibadah yang membahagiakan, Bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi juga buat orang lain. Sia-sia kita bergembira menjalankan puasa, tetapi Eksis yang lara di luar sana.

Penegasan Majelis Ulama Indonesia bahwa warung makan tak perlu tutup di siang hari selama Ramadan layak kita apresiasi. Pelarangan MUI kepada masyarakat agar tak melakukan razia patut kita dukung. Demi MUI daerah atau pemda yang Lagi mengharamkan warung makan buka siang hari, semoga segera mendapat Kesadaran.

Puasa Lagi panjang. Mudah-mudahan kebahagiaan kian kentara, semakin paripurna. Selamat berpuasa.

Mungkin Anda Menyukai