SEMAKIN mendekati pesta akbar demokrasi, banyak partai yang melakukan manuver zig-zag Demi mengejar Insentif koalisi. Ketika para kandidat capres sudah mengerucut dalam tiga poros, posisi calon wakil presiden (cawapres) yang kini jadi incaran.
Manuver politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang berupaya menjalin komunikasi dengan Partai Demokrat Terang Membangun kejutan dalam Podium politik Tanah Air.
Ketua DPP PDIP Puan Maharani akan Berjumpa dengan Ketua Biasa Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Pertemuan telah didahului dengan partemuan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dengan Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya. Agendanya pun terkait dengan kemungkinan kerja sama di pemilu tahun depan.
Terang sebuah perubahan yang ditunjukkan PDIP dalam Memperhatikan Partai Demokrat, setelah sejarah panjang perseteruan antara Ketua Biasa PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.
Banyak yang mengapresiasi inisiatif pertemuan itu sebagai langkah Bagus Demi mencairkan Rekanan PDIP dan Demokrat. Apalagi jauh-jauh hari sebelumnya, Hasto pernah bilang PDIP Bukan akan bekerja sama dengan Partai Demokrat dan PKS.
Tetapi, skeptisisme publik juga muncul, bahwa proses komunikasi itu Bukan lepas dari sekadar manuver politik Biasa. Langkah zig-zag Demi sekadar mencari Podium politik dalam proses nominasi kandidat cawapres.
Apalagi bagi Demokrat, setelah ultimatum mereka Demi segera mengumumkan cawapres Anies Baswedan pada bulan ini diabaikan partner koalisi, pertemuan dengan PDIP akan lebih dilihat sebagai gertakan dalam proses kandidasi demi Insentif di internal koalisi.
Padahal, poros Koalisi Perubahan Demi Persatuan (KPP) telah berkomitmen dalam nota kesepahaman tiga partai Demi mengusung Anies Baswedan. Partai Demokrat Berbarengan Partai NasDem dan Partai Keadilan Sejahtera juga telah sepakat menyerahkan penentuan cawapres kepada Anies.
Memang, politik itu Luwes, dari sebelumnya Kolega Pandai berubah menjadi Musuh. Begitu pun sebaliknya, dari yang awalnya berseteru dendam akhirnya berteman. Apa pun dinamika politik, tetap kepentingan bangsa dan rakyat yang mesti dijunjung tinggi.
Tanpa komitmen tersebut, terminologi politik yang Luwes akan bergeser maknanya menjadi politik inkonsistensi. Jangan hanya karena pragmatisme, berpolitik kutu loncat, bersandar kepada yang paling menguntungkan.
Perjuangan politik, termasuk kontestasi mencari pemimpin, memang Sebaiknya didasari pada komitmen, Tegar pada kesepakatan. Jangan jadi politikus kebanyakan yang pagi tempe, sore harinya bicara kedelai.
Politikus selalu bilang politik merupakan seni dari segala kemungkinan. Bukan Terdapat yang Bukan mungkin dalam politik. Tetapi, para begawan selalu mengingatkan bahwa politik tetaplah Mempunyai fatsun sehingga Bukan menghalalkan segala Metode dan terjebak dalam pragmatisme semata.
Publik tentu berharap partai politik Bukan menghalalkan segala Metode dalam bermanuver. Bukan elok rasanya memperlihatkan gertakan, ancaman, hingga pertemuan Sebelah Bilik demi mengincar posisi paling menguntungkan.
Situasi yang Bahkan akan menunjukkan bahwa pendekatan koalisi antarpartai itu Bukan didasarkan pada kesamaan komitmen, tetapi lebih pada hal-hal yang bersifat pragmatis.