MUNGKIN Tetap terngiang di telinga kita ketika publik dihebohkan dengan hengkangnya Muhammadiyah dari Bank Syariah Indonesia dengan total kelolaan Biaya belasan triliun rupiah. Sebuah nominal yang bukan sedikit bagi sebuah organisasi keumatan besar di Indonesia. Apabila Biaya itu digunakan Buat mendesain sebuah Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) sendiri, akan jadilah bank tersebut karena dengan Duit triliunan, sangat mudah Muhammadiyah Mempunyai bank syariah sendiri. Apalagi Terdapat beberapa bank syariah Demi ini yang posisinya ‘open to sale’ karena pertumbuhan mereka Kagak terlalu menggembirakan.
Terdapat beberapa Karena kenapa bank itu Kagak tumbuh. Pertama, mungkin mereka Kagak Mempunyai Tanda khas keunikan tersendiri sehingga masyarakat Kagak memilih bank tersebut sebagai bank transaksional mereka. Kedua, bank tersebut Kagak Mempunyai Sasaran market Tertentu yang mereka Dapat jangkau sehingga pasar Tertentu Dapat jadi sudah Punya bank tertentu.
Ketiga, mereka Kagak Mempunyai ekosistem sehingga preferensi nasabah Buat memilih bank tersebut Kagak terintegrasi dengan brand tertentu atau marketplace tertentu. Dengan demikian, Apabila nasabah menggunakan bank tersebut, Kagak akan mendapat perlakuan Tertentu seperti diskon ataupun hal menarik lainnya.
Keempat, mungkin dari sisi pendanaan mereka Kagak Bisa memberikan pricing yang kompetitif Apabila dibandingkan dengan bank lainnya, dan terakhir tentunya kemungkinan kesalahan strategi yang diambil oleh manajemennya yang Rupanya Kagak sesuai dengan kebutuhan nasabah dan Kagak mengikuti perkembangan Era yang Terdapat Demi ini.
Maka dari itu, sebenarnya itu menjadi senjata Krusial bagi Muhammadiyah Buat Terbangun dengan mengelola Biaya kelolaan sendiri secara profesional yang tentu harus dikelola oleh bankir-bankir profesional sehingga pertumbuhan banknya nanti menjadi Bagus dengan tingkat kesehatan bank yang selalu terjaga.
Hingga Demi ini, Muhammadiyah Mempunyai aset tersebar ke seluruh Indonesia dan beberapa negara lainnya seperti Malaysia dan Australia dengan total nilai Dapat mencapai Rp400 hingga Rp500 triliun. Belum Kembali para Member Muhammadiyah dan simpatisan Apabila mau bahu-membahu membawa bank itu menjadi bank perekonomian rakyat syariah top di level nasional, harusnya Dapat Bertanding dengan bank-bank lainnya. Dari sini kita Dapat Menonton bahwa Muhammadiyah sudah Mempunyai jaringan dengan ekosistemnya di bidang kesehatan, pendidikan, dan keuangan.
SEJARAH BANK Punya MUHAMMADIYAH
Sebenarnya pada 2001 Muhammadiyah Mempunyai bank sendiri yang merupakan hasil akuisisi dari Bank Swansarindo dengan nama Bank Persyarikatan Indonesia (BPI). Tetapi, dalam perjalanannya, pertumbuhan bank itu Kagak begitu menggembirakan karena setelah tiga tahun beroperasi pada 2004, bank tersebut masuk pengawasan Tertentu (special surveillance) atau Demi ini di OJK disebut sebagai bank dalam resolusi.
PI pada masa itu diminta oleh BI Buat melakukan penambahan modal, tapi Kagak Bisa dipenuhi sehingga diambil alih oleh Bank Bukopin yang Demi ini menjadi KB Bukopin Syariah.
Terdapat beberapa catatan kenapa bank tersebut pada masa itu Kagak berhasil menjadi bank yang tumbuh sehat. Pertama, ketika bank itu diambil alih, bank dalam kondisi sedang Kagak Bagus-Bagus saja, khususnya kualitas asetnya bukanlah kualitas yang Bagus, sama seperti yang terjadi pada Bank Muamalat ketika dibeli oleh BPKH yang hingga Demi ini belum menunjukkan perbaikan dan Tetap dalam posisi Kagak sehat.
Kedua, strategi pengurus waktu itu Kagak Betul dalam pengembangan banknya Buat menjadi sebuah bank yang sehat dan Bisa Bertanding di tingkat nasional.
Ketiga, pengelolaan bank yang Kagak ditangani oleh para profesional yang Ahli di bidang perbankan dari level atas hingga ke level paling Rendah seperti teller dan customer service.
Keempat, ialah kekuatan modal yang kurang memadai sehingga kekuatan bank Kagak Bisa Bertanding dengan bank-bank nasional. Kelima, ialah produk yang Kagak sesuai dengan kebutuhan Sasaran market amal usaha Muhammadiyah dan UMKM.
Maka dari itu, keputusan Muhammadiyah pada tahun Lewat Buat Kagak mengakusisi sebuah bank ialah keputusan yang Betul karena beberapa bank yang menjadi incaran ialah bukan bank yang sehat sehingga dikhawatirkan sejarah sebelumnya Dapat terulang kembali.
Maka itu, langkah yang paling Betul bagi Muhammadiyah ialah bagaimana mengembangkan sendiri bank perekonomian rakyat syariahnya dari awal sehingga kualitas aset yang dibangun Dapat Bisa menopang bank ini dalam jangka panjang. Sama seperti Apabila kita mengurus seorang bayi, kita mendesain bayi itu akan jadi seperti apa ke depannya, menjadi sesuai dengan didikan dan desain yang diinginkan oleh Muhammadiyah. Apabila bank itu dibangun dengan jerih payah sendiri dan tata kelola yang Bagus, kita akan Paham bagaimana kualitas aset bank tersebut akan Bagus atau Jelek ke depannya.
MERGER Lawan NONMERGER
Tahun Lewat, berdasarkan POJK 7 Tahun 2024, bank yang Mempunyai pemegang saham sama dengan total kepemilikan di atas 50% diminta secara Formal oleh OJK dan diwajibkan merger demi memperkuat posisi bank agar Bisa Bertanding dan tumbuh lebih sehat Kembali karena pasarnya akan jauh lebih luas dengan modal yang lebih besar Kembali.
Termasuk Terdapat empat BPRS Punya Muhammadiyah diminta Buat merger, di antaranya ialah BPR Surya Artadaya (Demi ini sedang proses konversi ke syariah) di Jabodetabek, BPRS Artha Surya Barokah di Semarang, BPRS Bangun Drajat Anggota di Yogyakarta, dan BPRS Langkah Kiat Andalas di Sumatra Barat. Dengan mergernya empat BPRS itu, Muhammadiyah akan Mempunyai asset BPRS yang menyentuh Nomor Rp1 triliun pascamerger yang mana kantor pusatnya haruslah di Jakarta sebagai pusat bisnis dan ekonomi nasional.
Apabila proses merger itu smooth, Muhammadiyah Dapat mengembangkan BPRS itu menjadi Bank Perekonomian Rakyat Syariah dengan menambah modal minimal Rp100 miliar di setiap BPRS-nya, khususnya daerah Jabodetabek, agar Bisa menyerap kebutuhan pembiayaan amal usaha yang Terdapat di level menengah ke Rendah.
Akan tetapi, Terdapat beberapa kendala yang akan dihadapi oleh Muhammadiyah Apabila merger tersebut dipaksakan tanpa proses dan strategi yang Betul. Pertama, adanya kesenjangan komunikasi lintas kultural antarmanajemen dan para karyawan, termasuk pengelolaan prosesnya, Apabila Kagak Betul, akan menghambat jalannya bisnis bank.
Kedua, gaya kepemimpinan baru yang Kagak kondusif dan susah diterima oleh karyawan. Maka dari itu, bank baru nanti haruslah dikelola oleh profesional berpengalaman dalam mengurus bank besar, bukan hanya level BPRS.
Ketiga, para pemegang saham yang terlalu banyak dan kurang kondusif, ditambah visi setiap PSP yang berbeda dalam menjalankan BPRS, ditambah Kembali adanya PSP baru ketika dimerger. Maka dari itu, haruslah dikomunikasikan oleh pengurus yang Bagus dan Mempunyai kompeten Buat menjalankannya sehingga prosesnya Lancar.
Keempat, perbedaan budaya kerja setiap daerah dan Distrik berbeda sehingga menyatukan budaya kerja akan menjadi syok tersendiri ketika merger dan menyebabkan kegagalan dalam mengelola. Strategi bank haruslah Betul dalam mengelola budaya kerja antarlembaga dengan Membikin kebijakan dan SOP yang relevan sehingga Kagak terjadi kebingungan.
Kelima, perbedaan produk. Karena visi yang berbeda, Mekanis produknya berbeda, di setiap legacy Mau tetap menonjolkan Keistimewaan produk masing-masing sehingga terjadi gesekan. Maka itu, manajemen baru harus tetap memasarkan produk unggulan di setiap daerah. Tetapi, Terdapat produk unggulan di level nasional yang Dapat Bertanding di level nasional dengan koordinasi yang Bagus dan Betul.
Keenam, karyawan akan kurang Pusat perhatian Kembali bekerja karena posisinya Dapat jadi akan tergantikan dengan yang lain. Karyawan akhirnya lebih Pusat perhatian mengamankan posisi ketimbang mencapai Sasaran, bisnis menjadi Tersendat. Maka dari itu, manajemen yang baru harus Dapat memastikan bahwasanya mereka akan tetap bekerja sesuai dengan Sasaran yang diberikan oleh bank sehingga mereka akan tetap Pusat perhatian dalam bekerja.
PROSPEK BPRS Punya MUHAMMADIYAH
Sebenarnya Muhammadiyah sangat Bisa Mempunyai BPRS besar dengan menyiapkan satu BPRS yang digadang-gadang nanti menjadi induk dari segala bank Muhammadiyah yang tersebar di beberapa kota besar di Indonesia. Misalnya, dengan menyiapkan modal awal Rp100 miliar Buat satu BPRS di jabodetabek, yang nanti akan menjadi cikal bakal BPRS Punya Muhammadiyah dengan skala besar.
Maka itu, Muhammadiyah Kagak perlu melakukan merger Demi ini, tetapi dibuat roadmap jangka panjang, misalnya dalam 5-10 tahun ke depan, Seluruh bank ini sudah siap Buat merger dengan kesiapan yang lebih matang Kembali termasuk mempersiapkan satu core banking system yang mumpumi dengan kemampuan pengembangan mobile banking setara super apps.
Maka dari itu, Muhammadiyah Dapat menyiapkan top-down approach strategy yang diinisiasi oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah agar Bisa mewujudkan mimpi Muhammadiyah Mempunyai bank syariahnya sendiri. Seluruh jaringan keuangan Muhammadiyah harus kompak berbankan satu dengan saling men-support BPRS Muhammadiyah. Karena itu, yang dikedepankan ialah spirit Persyarikatan Muhammadiyah, bukan Kembali kepentingan Grup antaramal usaha Muhammadiyah.
Apabila mau dilihat dari sisi potensi, Demi ini Biaya Muhammadiyah yang disimpan di beberapa bank syariah berasal dari sejumlah institusi amal usaha di Rendah Muhammadiyah. Per hari ini saja, jaringan amal usaha Muhammadiyah Mempunyai ribuan ekosistem di bidang pendidikan dan kesehatan, Terdapat lebih dari 162 perguruan tinggi (pascamerger beberapa universitas dan institut, sebelumnya Terdapat 172), 135 rumah sakit ditambah 370 klinik kesehatan, 340 Pesantren, dan Sekeliling 28 ribu lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah, termasuk amal usaha di Rendah aisiyah, Yakni TK dan PAUD sebanyak 14.000.
Selain itu, Muhammadiyah juga Mempunyai ekosistem keuangan yang terdiri atas 170 Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM), bahkan Terdapat yg asetnya mencapai Separuh triliunan rupiah. Ditambah Kembali Terdapat 30 lebih BPRS yang dimiliki oleh Muhammadiyah dan Anggota Muhammadiyah. Meskipun yang secara Formal Punya Muhammadiyah hanya Terdapat 3 BPRS dan 1 BPR yang Demi ini sedang konversi menjadi BPRS.
Kekuatan itu Dapat bertambah lebih kuat Kembali karena Demi ini Terdapat Sekeliling 270 BUMM (perusahaan di Rendah kendali Muhammadiyah) yang akan Bisa menopang business-line Muhammadiyah. Ini merupakan potensi yang luar Normal besar sekali Apabila ini dikonsolidasikan sebagaimana moto dan Sasaran Muhammadiyah Mau bank ini Bisa meningkatkan Tahap hidup umat, bank Buat Seluruh, bukan hanya korporasi besar saja menjadi sebuah Fakta.
Dari sisi nama dan logo, Terdapat beberapa nama potensial yang akan menjadi cikal bakal BPRS skala besar Punya Muhammadiyah. Salah satunya ialah dengan logo BSM yang Demi ini dimotori oleh BPR Surya Artadaya di Tangerang Selatan yang akan berencana menjadi motor bank syariah Muhammadiyah di Jabodetabek. BSM ialah kepanjangan dari Bank Syariah Surya (PT BPRS Bank Syariah Surya), tapi logo ini Dapat diganti dengan Bank Syariah Muhammadiyah Apabila pimpinan dan warganya Mau memberi nama secara langsung sebagai ikon bahwa bank ini Punya Persyarikatan Muhammadiyah.

