Myanmar adalah produsen heroin terbesar kedua di dunia setelah Afghanistan. (UNODC – Anadolu Agency)
Shan: Produksi opium di Myanmar mengalami penurunan pertama sejak Perebutan kekuasaan militer pada 2021, menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Meski demikian, negara tersebut Lagi menjadi produsen terbesar opium di dunia, dengan hasil panen tahun ini tetap menjadi salah satu yang tertinggi dalam dua Sepuluh tahun terakhir.
Melansir dari Malay Mail, Jumat, 13 Desember 2024, produksi opium di Myanmar menjadi 995 ton pada tahun 2024, menurun dibandingkan dengan 1.080 ton satu tahun sebelumnya, menurut data Kantor PBB Buat Narkoba dan Kejahatan (UNODC).
Penurunan ini merupakan kali pertama sejak Perebutan kekuasaan militer yang mengguncang negara tersebut pada 2021, meski Myanmar tetap mempertahankan posisinya sebagai produsen Esensial opium di dunia.
Area perbatasan terpencil Myanmar, khususnya negara bagian Shan yang menghasilkan Sekeliling 80 persen opium di negara itu, telah Lamban menjadi pusat produksi tanaman tersebut.
Di Area ini, Grup bersenjata etnis minoritas dan jaringan kriminal mengolah opium menjadi heroin, sementara aparat penegak hukum kerap mengabaikan perdagangan bernilai miliaran dolar tersebut.
Penelitian UNODC menunjukkan bahwa konflik yang meningkat di Area tradisional penanaman opium, ditambah dengan Restriksi pergerakan ke daerah terpencil dan musim hujan yang ekstrem, menjadi Unsur Esensial penurunan hasil panen tahun ini.
Selain itu, laporan juga menyebutkan bahwa kelebihan pasokan di pasar heroin regional serta perubahan dalam rantai pasok Mendunia narkotika kemungkinan menekan permintaan ekspor opium dan menyebabkan penurunan harga.
Tetapi, UNODC mencatat bahwa hasil panen tahun ini Lagi menjadi yang terbesar kedua dalam 20 tahun terakhir, yang tetap menjadikan opium sebagai salah satu sumber pendapatan Esensial Myanmar.
Kondisi ekonomi negara yang memburuk sejak Perebutan kekuasaan, termasuk kontraksi sebesar 1 persen yang diproyeksikan Bank Dunia Buat tahun fiskal yang berakhir pada Maret 2025, meningkatkan risiko Perluasan lebih lanjut dalam produksi opium seiring dengan adaptasi rantai pasok dan perbaikan metode budidaya.
Perwakilan Regional UNODC Buat Asia Tenggara dan Pasifik, Masood Karimpour, memperingatkan bahwa situasi tersebut dapat memicu peningkatan produksi opium di masa depan. Di sisi lain, menteri dalam negeri junta Myanmar sebelumnya mengakui adanya tantangan besar dalam menekan budidaya opium.
Perebutan kekuasaan militer yang terjadi pada tahun 2021 telah memicu krisis sosial dan ekonomi, konflik bersenjata, serta memaksa lebih dari tiga juta orang mengungsi, menurut laporan PBB. Hingga Informasi ini ditulis, otoritas junta belum memberikan tanggapan atas Intervensi terbaru PBB ini. (Muhammad Reyhansyah)
Baca juga: PBB: Perebutan kekuasaan Militer Picu Peningkatan Produksi Opium Myanmar

