PRESIDEN Bukan dipilih oleh partai politik, tapi oleh rakyat. Sumber kekuasaan presiden dari rakyat, bukan dari partai. Jadi, presiden Terang bukanlah petugas partai. Presiden merupakan pemegang mandat tertinggi yang diberikan rakyat Demi memimpin negeri.
Oleh karena itu, ketika Eksis partai yang merasa kedudukannya melampaui pemegang mandat rakyat Terang itu sebuah bentuk pengingkaran terhadap prinsip demokrasi itu sendiri. Dalam demokrasi langsung, presiden lebih Benar disematkan dengan atribusi petugas rakyat.
Petugas partai ataukah petugas rakyat? Narasi inilah yang kembali ramai diperbincangkan ketika Ketua Lazim Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri kembali mengungkit jasa partainya terhadap Presiden Jokowi Widodo.
Berawal dari selorohan Megawati Begitu menyampaikan pidato dalam peringatan hari ulang tahun ke-50 PDI perjuangan. Ia menyebut kalau Jokowi bukanlah apa-apa tanpa PDIP.
“Pak Jokowi kalau enggak Eksis PDI Perjuangan, ya Iba, dah. Lho, Absah formal, lho. Mereka jadi presiden enggak Eksis gini, Absah formal, itukan aturan mainnya,” ujar Megawati yang disambut tawa ribuan kader PDIP.
Sebuah kelakar yang terlontar dalam sebuah Lembaga akbar yang dihadiri ribuan kader partai moncong putih. Tetapi, mungkin saja pemaknaan yang diterima publik Dapat berbeda, apalagi Tetap Terang teringat narasi-narasi ‘Jokowi petugas partai’ yang selama ini kerap dilontarkan Megawati dan Puan Maharani.
Istilah yang menjadi satu polemik yang berkepanjangan. Dengan memilih istilah petugas partai, artinya Eksis orang yang bertugas, ditugasi, dan menugasi.
Ketika Jokowi disebut sebagai petugas partai, maka siapa yang menugasi? Inilah yang Membangun polemik. Terminologi petugas partai yang ditujukan kepada presiden dianggap salah. Karena Dapat dimaknai Bukan diakuinya peran rakyat yang telah memberikan mandatnya ke Jokowi.
Bukankah sudah sepatutnya, loyalitas kepada partai itu berhenti ketika loyalitas kepada negara dimulai.
Selain sorotan soal kesan subordinasi terhadap Jokowi, penggunaan istilah ‘secara Absah formal’ oleh Megawati juga memantik polemik. Mungkin maksudnya, secara konstitusi hanya partai politik dan gabungan parpol yang Dapat mencalonkan presiden.
Dalam pancalonan di dua kali pemilu, Jokowi pada 2014 dan 2019 Bukan hanya diusung oleh PDIP sendirian, tetapi oleh sejumlah partai politik. Jadi, pencalonan Jokowi dilakukan oleh koalisi parpol, bukan PDIP semata.
Semestinya, partai politik sebagai pilar demokrasi menegakkan kedaulatan rakyat dengan Bukan Kembali merecoki Apabila seorang kader partai telah dipercaya rakyat Demi menjadi presiden. Wakafkanlah Demi negara dan rakyat.
Dengan Dalih menghormati kedaulatan rakyat itu pula, wacana Demi kembali menerapkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup mesti disingkirkan jauh-jauh. Sistem pemilihan Lazim yang didukung partai politik yang duduk di parlemen, kecuali PDI Perjuangan.
Partai politik sebagai pilar demokrasi tentu harus mendorong sistem bernegara dari rakyat Demi rakyat berjalan ke arah yang lebih Berkualitas. Tingkatkan transparansi, jangan malah mengukuhkan oligarki.