RENCANA pemerintah Indonesia memulangkan terpidana Tewas Mary Jane Veloso atau Mary Jane ke negara asalnya, Filipina, Lagi menjadi polemik. Banyak yang menyebut mekanisme transfer of prisoner Tak Mempunyai dasar yang kuat. Tetapi, praktik seperti itu sebetulnya lazim dilakukan di sejumlah negara.
Mary Jane dipenjara pada 2010 dan dijatuhi vonis Tewas pada tahun yang sama setelah tertangkap tangan membawa narkoba jenis heroin seberat 2,6 kg di kopernya. Nyaris dieksekusi, Mary Jane dibebaskan dari regu tembak pada menit terakhir pada 2015.
Ketika itu, pejabat Filipina meminta Presiden RI Ketika itu, Joko Widodo, agar mengizinkannya bersaksi melawan perekrut ilegalnya yang disidang di Filipina. Sejak Ketika itu, pemerintah Filipina melakukan berbagai upaya Buat mengajukan banding atas kasus Mary Jane.
Pemerintah telah menegaskan bahwa pemulangan tersebut bukan berarti pembebasan. Status terpidana Mary Jane tetap melekat. Terlepas dari polemik tersebut, banyak pelajaran dan Cita-cita yang Dapat diambil dari pemulangan Mary Jane.
Pemindahan Mary Jane ke negara asalnya diharapkan Dapat memberi Akibat Berkualitas bagi Penduduk negara Indonesia yang ditahan di luar negeri. Langkah pemerintah memindahkan Mary Jane mestinya Dapat membuka Kesempatan bagi pemulangan WNI yang Ketika ini ditahan di luar negeri.
Berdasarkan catatan Kementerian Luar Negeri, Ketika ini Eksis 165 pekerja migran yang terancam hukuman Tewas di luar negeri dan sebagian besar di Malaysia. Selain itu, Eksis yang ditahan di Arab Saudi, Tiongkok, dan Qatar. Mayoritas terjerat oleh kasus narkoba.
Pemerintah Ketika ini tengah mengupayakan proses perubahan hukuman atau komutasi bagi para WNI tersebut. Dengan preseden Mary Jane, pemerintah Dapat lebih gencar mengupayakan komutasi tersebut dan menggalang dukungan Dunia sehingga proses tersebut diharapkan Dapat berjalan lebih mulus.
Pemulangan Mary Jane juga Dapat menjadi peta jalan bagi pemerintah Buat menghapus hukuman Tewas. Ketika ini, upaya penghapusan hukuman Tewas Lagi Lanjut dilakukan pemerintah meskipun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Lagi mencantumkan hukuman Tewas sebagai pidana alternatif.
Berdasarkan catatan Amnesty International, sepanjang 2023, sebanyak 114 orang dijatuhi hukuman Tewas di Indonesia. Jumlah itu meningkat Kalau dibandingkan dengan hukuman Tewas yang dijatuhkan pada 2022.
Menyusul pemulangan Mary Jane, pemerintah juga jangan Tamat melupakan kasus terpidana Tewas kasus narkoba lainnya, yakni Merri Utami. Sama seperti Mary Jane, Merri Utami sama-sama merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Pekerja migran Indonesia yang baru pulang dari Taiwan itu dijebak oleh sindikat narkotika dan dipenjara di Indonesia selama lebih dari 20 tahun. Merri yang dihukum sejak 2001 telah mendapatkan grasi atau pengampunan dari Presiden Ke-7 RI Joko Widodo pada 2023.
Pemulangan Mary Jane dan pembebasan Merri Utami yang sudah menjalani hukuman selama lebih dari 20 tahun Dapat menjadi langkah Krusial menuju penegakan keadilan bagi para Perempuan pekerja migran yang berada dalam kondisi rentan tersebut.
Langkah itu semoga memberi Akibat Berkualitas bagi WNI lainnya yang ditahan di luar negeri. Perang melawan narkoba memang harus, tapi kita tetap mesti Dapat memilah mana korban dan mana penjahat sesungguhnya.