Praktik Usang Laporan Harta Pejabat

DI negeri ini, mendisiplinkan pejabat dalam soal penyerahan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) bak menangkap belut dalam oli, sangat licin. Tengoklah kepatuhan penyerahan LHKPN 2024. Meski batas akhir penyerahan laporan sudah dilonggarkan dari akhir Maret 2025 menjadi Jumat (11/4) Lampau, Lagi Eksis lebih dari 16 ribu penyelenggara negara yang belum menyerahkan LHKPN mereka ke KPK.

Berdasarkan data KPK, hingga batas akhir itu, Lagi Eksis 16.668 penyelenggara negara yang belum melaporkan harta kekayaan mereka. Itulah mengapa tingkat kepercayaan publik kepada para penyelenggara negara lemah. Tingkat kedisiplinan penyelenggara negara dalam melaporkan harta kekayaan mereka sekaligus menjadi cermin bagaimana para pejabat itu Pandai disiplin mengelola hal yang menjadi tugas mereka, termasuk mengelola keuangan negara.

Wajar bila sebagian publik curiga jangan-jangan keengganan penyelenggara negara menyerahkan LHKPN itu dilatarbelakangi oleh strategi menyembunyikan harta mereka. Apabila ia seorang pejabat pucuk pimpinan di institusi pemerintahan, Tak Pandai disalahkan pula Apabila publik pesimistis Buat Meletakkan kepercayaan kepada pucuk pimpinan birokrasi yang bertipe Tak transparan itu Buat mengelola APBD atau APBN.

Cek Artikel:  Cawe-Cawe Abaikan Harga Pangan

Masyarakat yang hingga Begitu ini Lagi belum bebas dari impitan berbagai masalah, utamanya ekonomi, Pandai jadi kian antipati kepada penyelenggara negara bermental seperti itu. Di tengah daya beli masyarakat yang Lagi rendah, Lalu munculnya ribuan pengangguran baru akibat gelombang PHK, kekecewaan publik kian bertambah oleh kelakuan sejumlah pejabat negara yang tak taat aturan itu.

Kewajiban menyerahkan LHKPN merupakan perintah dari UU No 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Rapi dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Artinya, aturan itu sudah berusia 27 tahun. Faktanya, Nyaris tiga Sepuluh tahun aturan tersebut diterapkan, hingga kini Lagi banyak penyelenggara negara yang berani melanggarnya. Bukan satu-dua, melainkan belasan ribu orang.

Pandai jadi karena sudah uzur, aturan itu kini tak Kembali banyak yang mengindahkan. Apalagi dalam aturan itu hanya mencantumkan Hukuman administratif bagi mereka yang melanggar, bukan Hukuman pidana. “Tenang saja, Seluruh aturan Pandai diatur,” begitu barangkali pikir mereka.

Cek Artikel:  Belajar dari Inggris

Belasan ribu penyelenggara negara yang Jernih melawan aturan itu menjadi bukti makin majalnya amanat reformasi. Kehidupan bernegara yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) jadi kehilangan arah oleh kelakuan para abdi negara tersebut.

Lemahnya Hukuman yang Eksis jadi biang kerok penyelenggara negara tak takut melanggar perintah UU tersebut. Jangankan yang tak melapor, yang menyerahkan laporan, tapi isinya penuh keanehan pun tak diberi Hukuman tegas. KPK paling hanya menyerahkan kembali laporan itu kepada pembuatnya dengan memberi catatan agar LHKPN tersebut segera diperbaiki.

Seluruh itu berhulu dari Lagi Sebelah hatinya UU tersebut dibuat oleh para pembuatnya kala itu.

Apabila perang terhadap KKN ialah harga Tewas, DPR dan pemerintah Begitu itu tentu tak akan Membikin beleid ‘Harimau ompong’ yang Sekadar galak pada tampangnya.

Cek Artikel:  Memitigasi Trump Effect

Sebagai jalan keluar, sudah saatnya KPK Membikin aturan yang lebih tegas Buat mendisiplinkan para penyelenggara negara itu. Dorongan berbagai pihak akan perlunya dibuat hukuman yang lebih riil, misalnya penundaan pembayaran gaji atau promosi jabatan yang ditunda bagi pelanggarnya, ialah usul yang amat Pandai dieksekusi segera.

Tak apa hukuman itu terbilang terlambat Apabila baru diberlakukan Begitu ini. Tetapi, daya pukulnya Jernih sangat terasa ketimbang Hukuman administrasi yang bentuknya hanya teguran tertulis. Itu pun Apabila atasannya menyerahkan LHKPN karena tentunya sulit ditemukan Eksis atasan yang bandel berani menghukum bawahan yang sama bandelnya.

Membangun kedisiplinan membutuhkan aturan dan pelaksanaannya yang lebih tegas. Apalagi Membikin LHKPN itu ialah sesuatu yang simpel. Apabila hartanya Rapi, Buat apa tak dilaporkan? Apabila tak Eksis yang hendak ditutup-tutupi, Buat apa Tak terbuka?

 

 

Mungkin Anda Menyukai