MANTAN istri dari Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Veronica Tan, disebut akan menduduki posisi Menteri atau Wakil Menteri pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dalam kabinet kerja Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Direktur Institut Sarinah sekaligus Aktivis dan Pengamat pada isu Perempuan-Anak, Eva K Sundari mengapresiasi Prabowo yang telah memilih kelompok double minoritas yakni perempuan Tionghoa untuk menduduki jabatan strategis yang membidangi urusan perempuan dan anak.
“Saya gembira jika Bu Vero masuk ke dalam kabinet. Bu Vero bukan hanya mewakili unsur perempuan, tetapi juga unsur minoritas Tionghoa sehingga komposisi di kabinet akan terisi oleh kelompok perempuan Tionghoa yang ini akan menjadi salah satu sejarah bagus. Imej kabinet juga akan lebih baik, saya kira Prabowo memang berasal dari keluarga multikultural sehingga tidak punya problem dengan sektarianisme,” jelas Eva kepada Media Indonesia di Jakarta pada Selasa (15/10).
Eva menilai sepak terjang Veronica yang pernah menduduki ketua PKK Provinsi DKI Jakarta dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial yang berkaitan dengan isu perempuan dan anak dapat menjadi modal awal untuk mengelola KemenPPPA.
“Saya melihat kapasitas Vero mumpuni karena semasa Ahok jadi Gubernur, kita mendapatkan fasilitas yang lumayan bagus dari Bu Vero seperti hotline untuk korban kekerasan bisa melapor, ada juga rumah singgah serta penanganan korban kekerasan terhadap perempuan yang menurut saya sudah jauh lebih maju dari daerah-daerah yang lain,” katanya.
Kendati demikian, Eva menjelaskan bahwa tugas KemenPPPA ke depan semakin berat lantaran kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus terjadi. Di lain sisi, kata Eva, aturan mengenai kesetaraan gender sedang diupayakan dan diperkuat untuk masuk ke dalam prolegnas 2025-2029.
“Ke depan, Vero harus meningkatkan portofolio dan perspektif mengenai kesetaraan gender. Saya melihat RUU mengenai Kesetaraan Gender sedang diupayakan untuk masuk dalam prolegnas, nanti KemenPPPA yang akan menjadi leading sector, sehingga tantangan paling dekat adalah menjadi menggolkan RUU Kesetaraan Gender,” imbuhnya.
Tak hanya sampai di situ, Eva juga menekankan bahwa Vero harus memperkuat komitmennya untuk mengimplementasi aturan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang saat ini masih belum efektif, serta mendorong pengesahan beberapa aturan turunan UU TPKS yang masih stagnan di Kemensetneg dan Kemenkumham.
“Harus menjalankan UU TPKS yang belum tuntas, lalu menciptakan kesetaraan di bidang ekonomi saat kelas menengah sedang turun dan perempuan menjadi korban yang terpinggirkan. Apalagi RUU PPRT juga belum digolkan untuk kesetaraan. Jadi Bu Vero punya PR yang cukup serius, saya melihat Bu Vero punya modal awal saat menangani kekerasan seksual di Jakarta, beliau cerdas jadi akan cepat beradaptasi,” ucap Eva.
Selain itu, Eva juga mengemukakan bahwa minimnya dana KemenPPPA turut menjadi tantangan ke depan dalam mengelola urusan perempuan dan anak. Atas dasar itu, Eva berharap Vero nantinya bisa bersikap lebih berani dalam mengajukan anggaran ke DPR dan Kementerian Keuangan.
“Harus berani untuk minta tambahan dana supaya gerakan untuk memberdayakan perempuan dan melindungi anak menjadi lebih luas, karena situasi status perempuan dan anak ini sangat terhimpit dengan kasus TPPO, KDRT, kekerasan berbasis gender, dan minimnya partisipasi perempuan di bidang ekonomi serta politik,” katanya.
Eva menekankan bahwa tugas KemenPPPA ke depan akan dipenuhi tantangan secara nasional maupun internasional. Dikatakan bahwa situasi perempuan dan anak Indonesia saat ini masih rentan terhadap berbagai kasus perdagangan orang, kekerasan fisik, seksual baik secara daring maupun luring.
“Vero perlu untuk meningkatkan perspektif dan kapasitas karena yang dihadapi untuk di KemenPPPA itu berat, tidak hanya urusan KDRT, kekerasan seksual, tetapi juga ketimpangan gender di bidang ekonomi, sosial, dan pendidikan yang jauh tertinggal dari negara lain,” tandasnya. (Dev/I-2)