PP No 282024 Tewaskan Petani Tembakau dan Cengkih

PP No 28/2024 Matikan Petani Tembakau dan Cengkih
Panen tembakau di Ponorogo: Petani mengusung daun tembakau yang dipanen di Desa Tatung, Balong, Ponorogo, Jawa Timur, Kamis (5/9/2024).(ANTARA/Siswowidodo)

GABUNGAN Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menilai PP No 28/2024 tentang Peraturan Penyelenggaraan UU No 17/2023 tentang Kesehatan akan mematikan petani tembakau dan cengkih dalam negeri. Pasalnya, PP tersebut mewajibkan produk olahan tembakau yang bernikotin dan kadar tar yang rendah.

“Petani tembakau di Indonesia masih petani yang sifatnya tradisional, tidak menggunakan teknologi seperti di luar negeri. Sehingga, hasil tembakau yang dihasilkan oleh petani dalam negeri itu adalah tembakau yang bernikotin tinggi,” ujar Ketua Lazim Gappri Henry Najoan dalam diskusi bertajuk “Wacana Kebijakan Kemasan Polos pada Produk Tembakau” di Jakarta, Senin (9/9).

“Kemudian kami juga di industri kretek tentu pakai cengkih, cengkih berarti mengandung tar,” imbuhnya.

Cek Artikel:  Perkuat Kerja Sama di Pasifik, Indonesia Beri Sokongan Kepulauan Solomon

Baca juga : Produksi Cerutu Capekl Berdayakan Petani dan Gandeng UMKM

Kewajiban pembatasan nikotin dan tar yang tertuang dalam pasal 431 PP tersebut dinilainya akan merugikan industri kretek dalam negeri. Terlebih, industri kretek menggunakan bahan baku lokal hingga 97%.

“Apabila tar dan nikotin dibatasi pemerintah, pasti yang akan terjadi tembakau hasil dari petani tidak bisa dipakai. Konsekuensinya apa? Ya impor pembakau,” tegas Henry.

Berdasarkan catatannya, perusahaan rokok yang tergabung Gappri menguasai 75% pasar rokok di Tanah Air. (E-2)

Mungkin Anda Menyukai