Potret Buram KPK Pengumuman Tersangka Ditunda

Potret Buram KPK: Pengumuman Tersangka Ditunda
Ilustrasi MI(MI/Seno)

KEBERADAAN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk dengan UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ialah jawaban tuntutan masyarakat Demi hadirnya pemerintahan yang Kudus bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sebagai anak kandung reformasi, KPK diharapkan Pandai menangani korupsi sebagai kejahatan luar Lazim (extraordinary crime) secara profesional, penuh integritas dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Selama Nyaris dua Dasa warsa, kinerja KPK begitu membanggakan. Terbukti tingginya tingkat kepercayaan publik kepada lembaga antirasuah tersebut dan membaiknya indeks persepsi korupsi.

Tetapi, Segala prestasi yang diraih tersebut menjadi sirna dalam kurun waktu satu tahun ini. Dinamika internal KPK dan minimnya keteladanan pimpinan memperlihatkan fakta-fakta yang Membikin publik kehilangan asa. Alih-alih memperkuat penegakan hukum melawan para pencoleng Duit negara yang semakin canggih, malahan publik dipertontonkan kejadian yang memalukan dan memilukan.

Asa KPK sebagai institusi negara yang paling tepercaya, dan layak dipimpin oleh Mahluk Separuh dewa Rupanya jauh panggang dari api. Pimpinan KPK Tamat kepada pegawai KPK seperti berlomba melakukan pelanggaran kode etik, perbuatan pidana, dan pelanggaran administrasi. Kontroversi silih berganti, dan saling membuka borok masing-masing semakin menjauhkan mereka dari slogan berani jujur hebat.

Mencuatnya kasus gratifikasi, dugaan pembocoran Arsip, pungutan liar rumah tahanan, dan korupsi Duit perjalanan dinas Membikin kepercayaan publik kepada KPK berada pada titik nadir. Puncaknya, akan Eksis komisioner yang berhubungan dengan pihak tersangka diberhentikan menyusul komisioner sebelumnya Lili Pintauli Siregar.

Bukan salah bunda mengandung, tetapi kesalahan memilih pejabat publik berbuntut panjang. Segenap kekuatan yang Sepatutnya digunakan melawan koruptor, Rupanya terkuras melakukan pembelaan atas perilaku culas menghadapi tuntutan publik akan tegaknya marwah KPK. Penanganan korupsi Bukan berjalan optimal, dan perkara yang mengusik rasa keadilan masyarakat seperti dugaan adanya korupsi pada kerugian PT Telkom atas investasi anak perusahaannya PT Telkomsel terhadap pembelian saham GOTO, dan kerugian pengelolaan Sirkuit Mandalika malah dilupakan KPK. Sementara itu, kasus Harun Masiku yang Demi ini sudah memasuki tahun keempat bagaikan raib ditelan bumi.

Cek Artikel:  114 Tahun Muhammadiyah Sunyi ing Pamrih, Rame ing Gawe

 

Penggeledahan dan penyidikan

Pada pertengahan Januari 2023, publik dikejutkan tindakan KPK menggeledah DPRD DKI terkait kasus pengadaan tanah Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur oleh Perumda Sarana Jaya pada tahun 2018-2019. Publik Menurunkan Asa ketika pedang keadilan KPK diarahkan Demi menebas oknum DPRD DKI yang mencederai kepercayaan Penduduk. Sejatinya kasus korupsi ini bersumber dari pembayaran pengadaan tanah Pulo Gebang yang dilakukan oleh Perumda Sarana Jaya.

Tetapi, KPK menyatakan telah menemukan indikasi awal terjadinya peristiwa pidana pada proses penganggaran penyertaan modal daerah kepada Perumda Sarana Jaya yang melibatkan oknum DPRD DKI.

Dalam Pembangunan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, ketentuan penyidikan diatur dari Pasal 45 Tamat Pasal 50, sedangkan tindakan penggeledahan diatur pada Pasal 47.

Mengingat sebelumnya Pasal 46 mengatur penetapan seseorang sebagai tersangka, maka penggeledahan termasuk tahapan penyidikan. Dengan demikian, sejak seseorang ditetapkan sebagai tersangka, maka berlaku ketentuan hukum acara pidana. Pasal 32 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menyatakan Demi kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan menurut Langkah yang ditentukan dalam undang-undang ini.

Ketentuan penggeledahan juga diatur dalam Pasal 47 ayat (1), (2), (3), dan (4) UU 19 Tahun 2019 Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Pada ayat (1) dikatakan dalam proses penyidikan, dapat dilakukan penggeledahan dan penyitaan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas, sedangkan pada ayat (3) penggeledahan dan penyitaan wajib dibuat Siaran acara penggeledahan dan penyitaan pada hari penggeledahan dan penyitaan. Selanjutnya, ayat (4) menyatakan salinan Siaran acara penggeledahan dan penyitaan disampaikan kepada tersangka atau keluarganya.

Cek Artikel:  Tudingan Miring Jenis Anggaran Korupsi dan Potensi Penistaan Partai Politik

Analisis ketentuan Pasal 47 tersebut secara tersirat menegaskan, penggeledahan sudah masuk tahap penyidikan, dan dengan sendirinya sudah Eksis penetapan tersangka. Proses penetapan tersangka atau meningkatkan kasus penanganan perkara dari penyelidikan ke tahap penyidikan harus melalui gelar perkara.

Sesuai dengan ketentuan Demi ini, penetapan tersangka dilakukan oleh penyidik dan bukan oleh Komisioner KPK, yang Bukan Kembali berstatus sebagai penyidik. Dengan demikian, Bukan ditemukan dalil menunda pengumuman tersangka yang ditetapkan Tamat cukup bukti Demi melakukan penahanan.

Logika hukum yang digunakan KPK sulit dicerna dengan Logika yang waras. Antara penetapan tersangka dan penahanan adalah tindakan yang terpisah. Bahkan, pada proses penyelidikan dapat dilakukan tindakan hukum dalam bentuk pencekalan Demi mencegah calon tersangka melarikan diri. Kebiasaan penanganan perkara KPK, apabila gelar perkara memutuskan seseorang melakukan pidana korupsi, maka segera diumumkan. Perkara ditahan atau belum merupakan pertimbangan subjektif penyidik Bukan menjadi Dalih menunda pengumuman tersangka.

 

Lorong gelap penetapan tersangka

Ketika melakukan penggeledahan di DPRD DKI, dengan percaya diri KPK menyatakan telah mengantongi nama tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Pulo Gebang. KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup berupa dugaan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. KPK, juga telah menemukan pihak yang bertanggung jawab secara hukum pada proses penyidikan dan menyatakan adanya Member DPRD DKI yang menerima Jenis Biaya.

Cek Artikel:  Mega Ekonomi Hijau di Transisi Daya

Publik semula berharap, sejak penggeledahan dilakukan, pengumuman tersangka kasus tersebut tinggal menghitung hari. Alasannya Demi menunda pengumuman tersangka bersamaan dengan upaya paksa penangkapan maupun penahanan Bukan lazim terjadi.

Kejanggalan terlihat karena KPK juga belum mengajukan kepada Dirjen Imigrasi pencekalan terhadap nama-nama yang dikantongi sebagai tersangka. Faktanya, sejak KPK menyatakan telah menetapkan tersangka, Rupanya sudah berjalan enam bulan belum Eksis tanda-tanda mau diumumkan. Peristiwa ini dikhawatirkan membuka ruang terjadinya kemungkinan negosiasi, atau kesempatan tersangka Demi menghilangkan barang bukti atau melarikan diri.

Mengingat proses penyelidikan saja dapat dibocorkan kepada pihak yang berperkara, maka Bukan menutup kemungkinan penetapan tersangka sebelum diumumkan dibocorkan kepada tersangka. Manakala kejadian yang Bukan diharapkan terjadi, konsekuensi hukum akan mendera KPK sebagaimana yang terjadi pada kasus pembocoran Arsip penyelidikan dugaan korupsi Kementerian ESDM. Risiko yang dihadapi adalah krisis legitimasi dan kepercayaan publik kepada KPK sangat sulit terpulihkan.

Apabila KPK Bukan serius menuntaskan dugaan korupsi pengadaan tanah Pulo Gebang tersebut, jangan salah publik menilai KPK Mempunyai agenda tertentu dalam penanganan perkara kasus korupsi. Kesan tebang pilih sulit menepisnya apabila KPK Bukan menjelaskan kenapa pengumuman tersangka kasus korupsi ini ditunda dalam jangka waktu yang cukup Lamban.

Publik menduga keengganan KPK menuntaskan perkara korupsi ini karena Eksis kepentingan dengan pihak-pihak tertentu yang perlu dijaga. Penetapan tersangka selama ini dilakukan secara transparan dengan Mekanisme yang Terang, dan segera mengumumkan merupakan Keistimewaan KPK. Semoga praktek yang sehat dalam penetapan tersangka selama ini Bukan terjadi dalam lorong yang gelap.

 

Mungkin Anda Menyukai