Polusi Udara Kado Pahit Jakarta


POLUSI udara menjadi kado Demi DKI Jakarta yang kemarin genap berusia ke-496 tahun. Bagi kota yang sebentar Tengah menginjak usia 5 abad, kado itu sungguh terasa getir, teramat pahit. Para penghuni berulah alih-alih menjaga tempat tinggal mereka layak Demi dihuni Serempak.

Kamis (22/6) kemarin, udara di Jakarta masuk kategori Bukan baik atau Bukan sehat berdasarkan situs IQAir. Sejak pagi langit Bukan cerah. Bahkan Anggota yang berada di Kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, dipaksa Demi menikmati suasana berkabut akibat buruknya kualitas udara.

Situasi kemarin Bukan terlalu berbeda dengan tiga hari Lewat. Senin (19/6) pukul 13.30 WIB, situs IQAir bahkan menempatkan Jakarta di posisi pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. AQI US 152, tingkat konsentrasi PM2.5 pada level 57,6 microg/mp3.

AQI atau air quality indeks ialah pengukuran konsentrasi polutan udara dalam polusi udara ambien dan risiko kesehatan yang terkait.

Cek Artikel:  Berkurban untuk Berkorban

Nilai AQI yang Berkualitas Demi kesehatan ialah 0-50, sedangkan nilai AQI 51-100 masuk ke level kesehatan sedang.

Dengan kualitas udara Jakarta masuk kategori Bukan sehat, hal itu akan sangat berdampak bagi orang-orang sensitif dan rentan. Mereka akan mengalami situasi serius. Bahkan bukan Bukan mungkin sistem pernapasan dan jantung orang sehat mungkin terpengaruh.

Apabila menengok kebelakang, seminggu sebelum Jakarta berulang tahun, Kedutaan Besar Korea Selatan di Indonesia sudah mengeluarkan peringatan kepada warganya tentang kualitas udara di Jakarta yang memburuk. Kondisinya Bukan baik sejak Subuh hingga jam sibuk di pagi hari.

Kita harus mengingatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pemerintah pusat Demi segera mengambil langkah-langkah serius. Bukan semata-mata karena telah menjadi sorotan negara luar, tetapi karena menikmati udara yang sehat merupakan hak Anggota yang harus dipenuhi negara.

Cek Artikel:  Merdeka Dari Ketimpangan

Apalagi, sebagai kota yang usianya terbilang matang, masalah klasik seperti polusi udara ini Sebaiknya sudah ditangani secara komprehensif. Tentunya Eksis rencana penanganan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang, yang disusun jauh-jauh hari sebelumnya.

Kita mesti menagih komitmen pemerintah karena begitu banyak PR yang sepertinya dibiarkan menumpuk. Sebut saja upaya menanam pohon secara rutin Demi menambah ruang terbuka hijau (RTH) di Kawasan DKI, berapa yang sudah dilakukan?

Celakanya upaya memperluas RTH Lagi jauh panggang dari api. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mewajibkan 30% dari luas Kawasan secara keseluruhan. Tetapi, data menunjukkan baru Sekeliling 33,33 kilometer persegi atau 5,18% RTH di Jakarta.

Kita Bukan Mau persoalan ini hanya diucapkan oleh pejabat di DKI lewat pidato dalam Perayaan ulang tahun. Anggota sudah kenyang dengan janji, Anggota butuh bukti, kemauan kuat, komitmen dan kesinambungan dalam memperluas RTH dari pemerintah.

Cek Artikel:  Momentum Perkuat Toleransi

Memperbanyak RTH hanya satu Metode Demi menuntaskan polusi udara di Ibu Kota. Gencarkan upaya menyadarkan Anggota Demi mengurangi penggunaan alat pembakaran sampah di rumah, perbanyak transportasi Lumrah ramah lingkungan, dan Lagi banyak Tengah.

Selain Demi mengatasi polusi udara, keberadaan transportasi Lumrah ramah lingkungan akan membawa keuntungan tersendiri. Ketika Anggota berbondong-bondong beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi Lumrah, kemacetan yang selalu menghantui sedikit banyak akan terurai.

Persoalan kemacetan Jakarta yang menggila Bukan Dapat diselesaikan hanya dengan memberi tiket promo Rp1 naik MRT hingga masuk Ancol. Itu gimmick yang memuakkan. Jakarta ialah kota yang sudah matang, sudah Sebaiknya ditangani dan dihuni orang-orang berpikiran terang, orang-orang yang Bukan mau persoalan usang berulang setahun mendatang.

Mungkin Anda Menyukai