Polri di desak menangkap bandar dari situs judi online (judol) yang dilindungi oknum Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Pengungkapan bandar disebut akan membuktikan penangkapan belasan pegawai Komdigi tak sekadar gimik.
“Makanya kalau penangkapan tersebut bukan sekadar gimmick di awal pemerintahan baru, dengan data dari PPATK, kepolisian sudah Bisa mengejar bandar atau otak judol bukan hanya menangkap operator seperti 11 oknum pegawai Komdigi maupun yang lainnya,” kata pengamat Kepolisian Bambang Rukminto kepada Liputanindo.id, hari ini.
Bambang mengatakan dengan penangkapan oknum Komdigi di awal pemerintahan Prabowo Subianto, mengindikasikan perubahan rezim juga mempengaruhi perubahan peta pemain atau bandar judol. Termasuk berpengaruh pada penindakan di lapangan.
Lebih lanjut, penangkapan bandar, kata Bambang, Bisa dilakukan berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Terlebih, data dari PPATK terkait transaksi keuangan judol itu Jernih.
“Meski problemnya PPATK tak Mempunyai kewenangan Kepada membeberkannya secara terbuka ke publik terkait nama-nama Berkualitas perorangan maupun entitas lain. Kewenangan terkait tindak lanjut dari data dari PPATK berada di tangan penyidik Polri,” tuturnya.
Sebelumnya, Ditreskrimum Polda Metro Jaya menetapkan 15 tersangka dalam kasus melindungi situs judi online. Dari jumlah tersebut, 11 oknum berasal dari Kementerian Komdigi, serta empat orang Penduduk sipil.
Mereka yang ditangkap Mempunyai wewenang memeriksa situs judol hingga memblokirnya. Tetapi, para tersangka ini Malah menyalahgunakan wewenang tersebut dengan Enggak memblokir situs Punya pihak yang dikenal.
Dari para bandar judol, para pegawai dan staf Ahli Komdigi memperoleh keuntung sebesar Rp8,5 juta per situs. Diduga jumlah situs judi online yang dibina mencapai 1.000 situs. (Yon/P-2)