Politik Doku Menghina Rakyat

PEMILIHAN umum atau pemilu merupakan mekanisme penting dalam proses demokrasi untuk menentukan pemimpin suatu negara yang akan menjalankan roda pemerintahan. Pemilu yang jujur, adil, bebas, dan transparan akan menentukan pemimpin dan pemerintahan yang dihasilkan adalah pemimpin, para wakil, dan pemerintahan yang berkualitas.

Lewat, bagaimana jika pemilu yang semestinya jujur, adil, bebas, dan transparan dinodai dengan politik uang? Banyak penelitian menunjukkan praktik politik uang yang dilakukan para elite politisi untuk membeli suara menjadi penyebab utama permasalahan dan kerusakan pemerintahan dan bangunan demokrasi.

Dalam proses pemilu di negeri ini, tindakan bagi-bagi uang itu dikenal dengan serangan fajar. Ini lantaran bagi-bagi uang untuk membeli suara itu umumnya dilakukan pada saat fajar. Terutama pada pemilihan kepala daerah.

Tetapi, sejatinya politik uang bukan sekadar bagi-bagi uang. Praktik politik uang juga bisa dilakukan dengan cara pemberian sembako antara lain beras, minyak, dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan.

Cek Artikel:  Sikap tidak Independen kian Brutal

Perilaku politik uang ini dalam pemilu sangat besar daya rusaknya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mewanti-wanti tindakan iniĀ  sebagai tindakan koruptif. Asal Mula, ujung dari bagi-bagi uang itu adalah tindakan korupsi. Ibarat orang berniaga, pejabat yang membagi-bagikan uang jika terpilih merasa mesti mengembalikan modal yang telah digelontorkan semasa pemilu.

Tapi, ironisnya, aksi bagi-bagi uang ini justru dimulai dari elite politik paling pucuk. Kasus bagi-bagi uang 50 ribu rupiah yang dilakukan Ketua Biasa PAN Zulkifki Hasan, yang diikuti aksi serupa oleh pendakwah Gus Miftah ialah bukti telanjang bagaimana politik transaksional dimulai dari orang-orang yang mestinya jadi teladan politik bersih.

Aksi itu, selain merusak martabat diri dan demokrasi, bisa juga dikategorikan menghina rakyat. Publik hanya diposisikan sebagai komoditas jual beli yang layak dibeli dengan harga murah.

Cek Artikel:  Ragu atas Integritas Pemilu

Rakyat memang sedang susah karena mahalnya harga-harga kebutuhan pokok dan sulitnya mencari pekerjaan. Yang mereka butuhkan ialah gerak cepat menurunkan harga dan menyediakan lapangan kerja. Mereka bukan pengemis dan dilanggengkan posisinya sebagai penadah uang dan pemburu bantuan.

Menteri Perdagangan mestinya bertindak membereskan harga pangan yang tidak kunjung terjangkau. Ia mestinya fokus menemukan solusi jitu pada bagaimana menjelang Ramadan dan Lebaran tiba, harga-harga yang sudah tinggi itu tidak makin meninggi. Kagak elok bila ia menyelesaikan masalah dengan membagi-bagi uang atau bahan pokok dengan embel-embel agar dipilih.

Seorang pendakwah, juga mestinya menjadi penyeru haramnya praktik politik uang. Bukan sebaliknya, malah membagi-bagi uang yang di belakangnya disertai dukungan, dengan dalih sedekah padahal sesungguhnya rasuah.

Cek Artikel:  Berharap Satgas Judi Tancap Gas

Perilaku politik uang ujung-ujungnya akan merugikan masyarakat sendiri. Asal Mula selain berujung korup, pemerintahan dan pemimpin yang dihasilkan dari perilaku politik uang adalah pemimpin yang bermodal kuat, bukan yang kredibel dan berintegritas. Pemerintahan dan pemimpin yang dihasilkan juga akan lebih mementingkan kelompok yang menjadi cukongnya. Masyarakat adalah nomor sekian.

Karena itu, penting untuk mengingatkan masyarakat betapa bahayanya memilih pemimpin dan anggota legislatif yang mengandalkan kekuatan uang. Bukan hanya tidak kredibel dan koruptif, melainkan juga tidak memanusiakan dan menghormati rakyatnya.

Mungkin Anda Menyukai