Pilkada 2024 Torehkan Catatan Pemilih Protes Tinggi

Pilkada 2024 Torehkan Catatan Pemilih Protes Tinggi
Pengajar hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini (tengah) menjadi pembicara dalam Obrolan bertajuk Pilkada 2024: Apatisme atau Normalisasi? .(MI/Tri Subarkah)

PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) 2024 menorehkan catatan dengan protest voter atau pemilih protes yang tinggi. Di sejumlah daerah, Nomor protest voter itu bahkan di atas 7%. Protest voter dapat digambarkan sebagai pemilih yang datang ke tempat pemungutan Bunyi (TPS), tapi Membangun surat Bunyi menjadi Bukan Absah karena Bukan memilih salah satu calon yang ditawarkan.

Menurut pengajar hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini, protest voter lahir dari kesadaran masyarakat mengenai kondisi demokrasi dan politik Tanah Air yang sudah Bukan kondusif. Salah satu bentuknya adalah kekecewaan masyarakat atas pencalonan kepala daerah terlalu dikontrol oleh segelintir elite.

“Masyarakat kita sebenarnya juga menangkap fenomena demokrasi dan politik hari ini. Contohnya, ini pilkada yang menyertakan Aktualisasi diri protest voting paling dominan,” kata Titi dalam Obrolan publik bertajuk Pilkada 2024: Apatisme atau Normalisasi? di Komunitas Utan Kayu, Jakarta, Jumat (13/12).

Cek Artikel:  KPU DKI Siapkan Alat Bukti Rival Gugatan ke MK

Di sejumlah provinsi, Titi menuturkan, Nomor protes voter melampaui Nomor 7%, misalnya Kalimantan Selatan (10,2%), Kepulauan Bangka Belitung (9,4%), Jambi (8,9%), DKI Jakarta (7,7%), Jawa Tengah (7,4%), dan Sumatra Selatan (7%). Bahkan, Nomor protest voter di Kota Bandar Lampung mencapai 12,9%.

“Ini modalitas. Ini Golongan orang-orang yang sadar bahwa dia punya hak Bunyi. Dia harus bergerak ke TPS supaya suaranya Bukan dicurangi, tapi dia Bukan Pandai dipaska, dia punya otonomi, dia punya kemerdekaan, dia punya pendirian politik,” papar Titi. (J-2)

Mungkin Anda Menyukai