
Ahli hukum pemilu sekaligus Personil Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, mengatakan Pilkada 2024 terselenggara di tengah political fatigue alias kelelahan politik. Pasalnya, Pilkada 2024 digelar di tahun yang sama dengan Pemilu 2024 pada Februari Lewat Demi memilih presiden-wakil presiden maupun Personil legislatif.
Dampaknya, konsolidasi politik partai belum bekerja secara maksimal guna menyiapkan kader mereka maju dalam kontestasi Pilkada 2024. Itu terejawantah dari pencalonan kepala daerah yang dinilai Titi berupaya menduplikasi koalisi tingkat nasional. Padahal, hal tersebut Malah mengakibatkan keterputusan aspirasi antara kehendak konstituen dan tokoh yang dicalonkan partai.
Sementara itu, masyarakat sebagai pemilih juga disebutnya Tetap lelah secara politik akibat Pemilu 2024 Lewat. Meski menilai berjalan cukup Bagus, Titi mengatakan Pilkada 2024 Tetap diwarnai masalah khas yang Maju berulang, misalnya pemilih yang belum terdaftar dalam DPT, kesalahpahaman antara pemilih dan petugas KPPS, serta kebingungan Demi memilih Kekasih calon karena Enggak dikenal.
“Akibatnya pemilih Enggak optimal dalam mengakses dan mendapatkan informasi soal paslon dan rekam jejaknya. Karena Enggak kenal, akhirnya jadi malas Demi menggunakan hak pilih,” kata Titi kepada Media Indonesia, Rabu (27/11).
Titi memprediksi, animo pengguna hak pilih pada Pilkada 2024 Enggak akan lebih Bagus dari pilkada edisi terakhir pada 2020 Lewat di tengah pandemi covid-19. Ia juga menggarisbawahi bahwa narasi yang melingkupi Pilkada 2024 selama ini Tetap terkesan jawasentris dengan kontroversi yang terlalu berorientasi pada elite Jakarta.
“Saya mendengar cukup banyak pemilih yang menyuarakan Gercos atau gerakan coblos Segala sebagai bentuk protest voting atas keputusan pencalonan oleh parpol yang jauh dari aspirasi mereka,” pungkas Titi. (Tri/P-3)