
PADA 13 Juni Pagi hari, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengerahkan 200 jet tempur Buat menyerang situs nuklir dan militer, serta membunuh ilmuwan nuklir, kepala staf militer, serta kepala Garda Revolusi Iran.
Serangan ini terjadi ketika perundingan soal program nuklir Iran antara Amerika Perkumpulan (AS) dan Iran telah memasuki putaran keenam. Kendati keberhasilan penyelesaian melalui jalan diplomasi lebih menjanjikan, Presiden AS Donald Trump terbujuk Netanyahu Buat memilih jalan militer yang membahayakan keamanan Timur Tengah, bahkan dunia.
Iran telah membalas serangan Israel, tapi saling serang keduanya belum akan berhenti. Mengapa Netanyahu lebih memilih jalan perang ketimbang diplomasi?
MENJAGA SUPREMASI MILITER ISRAEL
Iran adalah penandatangan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Dengan begitu, Personil NPT berhak menggunakan nuklir Buat kepentingan sipil. Tetapi, menurut sumber intelijen Israel (Mossad), program nuklir Iran juga diniatkan Buat Membangun bom atom. Buat mencegah hal itu, pada 2015 kesepakatan antara Iran dan lima kekuatan dunia plus Jerman (P5+1) rampung. Iran pun mengizinkan pengawas nuklir PBB (IAEA) Buat mengawasi program nuklirnya. Tetapi, hasil ini Enggak memuaskan Israel dan negara-negara Arab Teluk. Mereka lebih memilih penyelesaian ‘model Libia’ di mana program nuklirnya dibongkar seluruhnya.
Trump juga sepakat dengan posisi Israel dan Arab Teluk. Maka, segera setelah menduduki Gedung Putih (2017-2021), Trump secara sepihak mundur dari kesepakatan itu dan diikuti dengan ‘tekanan maksimum’ Buat mencekik ekonomi Iran.
Kesepakatan nuklir Iran memang mengizinkan Iran mengekspor minyak ke pasar Mendunia dengan imbalan program nuklirnya dibatasi. Tindakan Trump ini sempat menimbulkan krisis di Teluk karena Iran menyerang tanker-tanker di dekat Selat Hormuz, instalasi minyak Arab Saudi, dan pangkalan militer AS di Iran sebagai balasan atas pembunuhan Jenderal Iran Qassem Soleimani.
Setahun setelah Trump mundur dari kesepakatan, Iran meningkatkan pengayaan uranium dari 3,67% sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian menjadi 60%. Dengan kata lain, Iran hanya butuh satu langkah Kembali, Ialah pengayaan 90% Buat memungkinkannya Membangun bom nuklir.
AS, Israel, dan negara-negara Barat kian gusar karena Iran pun membatasi kerja samanya dengan IAEA. Tujuan Iran hanya meningkatkan bargaining position vis a vis AS. Tapi, sekali Kembali, Trump hanya mau Iran membongkar seluruh program nuklirnya sesuai dengan Asa Israel.
Tetapi, situasi Ketika ini sudah berbeda karena Arab Teluk sudah berbaikan dengan Iran. Setelah penghancuran dan genosida di Gaza, Arab Menyantap Israel Bahkan sebagai kekuatan instabilitas kawasan. Karena itulah, Trump berpura-pura Enggak terlibat dalam serangan Israel ke Iran. Meskipun, beberapa hari sebelumnya Trump mengirim 300 rudal Hellfire ke Israel, dan mengaku juga bahwa dia sudah diberi Mengerti Netanyahu.
Perundingan AS-Iran Rupanya hanya Penyamaran Buat mengelabui Iran. Hal itu dilakukan karena Arab Enggak mendukung perang dengan Iran. Di AS pun, Berkualitas sebagian Demokrat maupun Republik, menentang dukungan AS terhadap Israel.
Trump Enggak hanya menuntut instalasi nuklir Iran dibongkar seluruhnya – meskipun Israel diduga Mempunyai 200 hulu ledak nuklir tanpa membukanya kepada IAEA Buat Pengecekan – tapi juga mengharuskan Iran menghentikan program rudal balistik dan rudal jelajahnya.
Dus, Sekalian hal yang menjadi sumber pertikaian Iran dengan musuh-musuhnya ialah menjaga agar Israel tetap menjadi kekuatan militer yang superior. Dan, AS serta negara-negara Barat harus menjaga status Israel ini karena ia adalah proksi mereka di Timur Tengah.
MENGALIHKAN DUNIA DARI GAZA
Hal lain yang Ingin dicapai Israel dalam serangan ke Iran ialah mengalihkan perhatian domestik dan dunia dari Gaza. Gara-gara genosida dan ethnic cleansing di Gaza, Israel menjadi negara pariah. Pada 17 Juni nanti akan diadakan konferensi Dunia PBB tentang negara Palestina di New York yang disponsori Prancis dan Arab Saudi. Asa dari konferensi itu ialah dukungan Dunia bagi berdirinya negara Palestina dengan teritori Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur sesuai dengan resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB.
AS Enggak menghendaki konferensi tersebut, apalagi Israel. Karena itu, serangan besar Israel yang provokatif terhadap Iran dipastikan akan menarik perhatian dunia dan menyatukan kembali rakyat Israel yang terbelah akibat Akibat sosial, ekonomi, dan politik.
Menyerang Iran pun dianggap sebagai Sasaran yang Bisa diterima Barat. Pasalnya, selain isu nuklir, Iran ditengarai membantu Rusia dalam Invasi ke tetangganya. Iran mengakui drone-drone-nya dipakai Rusia dalam menyerang Ukraina, tapi pesawat-pesawat nirawak itu diekspor ke Rusia sebelum pecah perang Rusia-Ukraina.
Dengan teralihnya perhatian dunia dari Gaza, maka pembunuhan, dehumanisasi, dan menjadikan kelaparan sebagai senjata lebih leluasa dijalankan Israel dalam kebijakan depopulasi Gaza. Kebetulan Trump Lagi konsisten dengan gagasan ini, Ialah mengosongkan Gaza Buat dijadikan Riviera of Middle East.
Akibat PERANG
Tujuan Penting serangan Israel terhadap Iran ialah meruntuhkan rezim mullah sebagaimana yang dikatakan Netanyahu pascaserangan Israel. Ia menyerukan agar rakyat Iran Bangun Buat mengambil alih negara. Tapi seruan ini kecil kemungkinan akan berhasil. Orang Iran Bisa berbeda dalam banyak hal, tapi nasionalisme akan selalu mengikat mereka sebagai satu bangsa.
Dulu, ketika pecah Revolusi Iran 1979, banyak pemuda yang menolak revolusi minggat ke luar negeri. Tapi ketika Irak di Rendah Presiden Saddam Hussein menyerang Iran, sebagian besar dari mereka pulang kampung Buat ikut berperang melawan Irak.
Dus, perang yang dimulai oleh Israel tanpa Dalih yang masuk Intelek Bahkan akan memperkuat persatuan rakyat Iran. Dan, perang ini akan berkepanjangan. Harkat Iran dilukai sehingga membalasnya merupakan keniscayaan. Yang mengkhawatirkan, perang ini akan meluas ke seluruh kawasan kalau nanti Iran menyerang pangkalan-pangkalan militer AS di Dekat seluruh negara Timur Tengah. AS memang menyatakan serangan Israel merupakan serangan unilateral, tapi AS tak mencegahnya. Malah mengirim rudal Hellfire. Ini sudah menunjukkan AS terlibat secara Enggak langsung dalam perang.
Kekhawatiran lain ialah negara-negara Arab membiarkan langitnya digunakan pesawat Israel dan AS Buat menyerang Iran. Sebelumnya, Iran sudah memperingatkan negara-negara Arab Teluk bahwa pembiaran langit mereka digunakan Israel atau AS Buat menyerang Iran, maka Iran akan Menyantap mereka sebagai musuh.
Akan tetapi, sulit bagi negara Arab Teluk menjaga sikap Independen mereka bila Selat Hormuz ditutup oleh Iran. Selat Hormuz, tempat Lampau-lalang puluhan tanker Dunia Buat mengangkut minyak dari kawasan itu, tentunya sangat strategis. Bila Iran menutupnya, negara-negara Arab akan kehilangan miliaran dolar AS setiap hari.
Kalau demikian, Iran akan menambah musuh yang akan membakar Timur Tengah. Pangkalan militer AS dan instalasi minyak di kawasan itu akan jadi Sasaran serangan Iran. Tetapi, Bisa jadi Iran akan binasa bila salah kalkulasi. Serangan Israel yang tanpa Bisa ditangkis dan serangan balasan Iran ke Israel yang tak berdampak signifikan menunjukkan Iran tak Mempunyai kapasitas militer yang Mahir Buat mengimbangi Israel.
Hal itulah yang memberanikan Israel membombardir Iran tanpa kehilangan satu pesawat pun. Iran memang dalam posisi sulit. Melanjutkan perang tanpa kemampuan cukup Buat mengimbangi musuh Bahkan makin membahayakan eksistensi rezim mullah. Tapi berdiam diri berarti menyerah.
Sementara itu, harga minyak dunia telah melejit hingga 9% di tengah geopolitik dan geoekonomi Mendunia yang Enggak menentu akibat kebijakan tarif Trump. Hal tersebut Bisa menimbulkan keresahan sosial yang membahayakan stabilitas Mendunia. AS sebagai pihak yang terlibat dalam kasus ini tak dapat diharapkan memainkan peran stabilisasi. Kevakuman akan diisi Tiongkok dan Rusia. Dalam setiap hasil perundingan, Iran selalu melaporkan kepada dua negara sahabatnya. Tujuannya agar mereka mengetahui setiap perkembangan dan mungkin juga memberi masukan kepada Iran tentang peta jalan yang mesti jadi pertimbangan.
Tindakan Iran ini mengindikasikan ketidakpercayaan terhadap perundingan dengan AS. Selain keduanya negara besar, Tiongkok dan Rusia punya kepentingan bagi eksistensi rezim Iran. Bagi Rusia, Iran Krusial Buat menjaga hegemoninya di Asia Tengah yang kaya minyak. Bila AS dan sekutu Barat mengendalikan Iran, negara-negara Asia Tengah yang tak berpantai (landlocked) Mempunyai akses ke Teluk sehingga ketergantungan mereka pada Rusia menyusut. Ini akan mengecilkan pengaruh Rusia dalam geopolitik dan geoekonomi Mendunia.
Tiongkok juga sangat berkepentingan dengan rezim mullah yang anti-Barat. Selain menyerap 70% produksi minyak Iran, Tiongkok juga pembeli terbesar minyak Arab Saudi. Dus, bila perang Iran-Israel berkobar hingga ke seluruh Teluk, Tiongkok akan juga terkena getahnya karena, selain harga minyak naik, pengangkutannya terganggu kalau Iran menutup Selat Hormuz. Di luar itu, posisi Iran sangat strategis dan instrumental dalam mendukung proyek infrastruktur Mendunia Tiongkok.
Terakhir, Iran dan Rusia berperan sebagai pengimbang pengaruh AS di Timur Tengah. Dus, Netanyahu Lagi akan melanjutkan perang dengan Iran Buat Membangun Gaza dilupakan dunia, karier politiknya terjaga, Iran kehabisan sumber daya, dan publik Israel dipersatukan kembali karena menghadapi musuh Berbarengan.

