Perundungan dan Ketahanan Mental dalam Pendidikan Spesialis Indonesia

Perundungan dan Ketahanan Mental dalam Pendidikan Spesialis Indonesia
Ilustrasi MI(MI/DUTA)

Demi ini sedang trending Berita meninggalnya peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) anestesi di salah satu pusat pendidikan di Semarang sehingga langsung menimbulkan reaksi Berbagai Ragam, Bagus dari pemerintah, kalangan dokter spesialis, peserta PPDS, maupun masyarakat luas. Seluruh saling memberikan pendapat, dari yang emosional Tamat yang berusaha Buat menyelesaikan masalah.

Adapun tulisan ini Enggak Buat mencari siapa yang paling Betul dan siapa yang paling salah. Tulisan ini mencoba Buat Menyaksikan segala sesuatunya secara proporsional tanpa menggeneralisasikan keadaan. Kebetulan saya seorang spesialis anestesi, konsultan ICU, dan doktor dalam bidang anestesi. Jadi lengkap pengalaman saya dalam menjalani pendidikan anestesi.

Kenapa masalah perundungan dan ketahanan mental berkaitan erat, mungkin Eksis beberapa Elemen yang sebaiknya diperhatikan sebelum menyimpulkan atau menghakimi pihak mana pun dalam kejadian ini.

Baca juga : Konsentrasi Perundungan PPDS, Apa yang Terlewat?

Pertama, sebagaimana kita ketahui, tugas seorang dokter ialah menjadi perantara Tuhan YME menyelamatkan nyawa pasien-pasiennya. Maka, Panduan yang digunakan ialah Enggak boleh melakukan kesalahan sekecil apa pun yang Bisa membahayakan jiwa pasien. Hal ini menyebabkan rasa tanggung jawab seorang dokter harus paripurna, Enggak boleh terlambat, harus seteliti mungkin, seberapa pun beratnya harus dijalani Buat menyelamatkan pasien.

Seorang dokter membutuhkan mental baja, Bagus dalam menempuh pendidikan maupun setelah menyelesaikan pendidikannya. Dalam perkembangannya, kemelekatan stempel mental baja ini mulai melebar ke mana-mana. Termasuk, menyentuh hal-hal nonpendidikan yang akhirnya menimbulkan kejadian-kejadian perundungan yang ramai dibicarakan Demi ini. Penyimpangan inilah yang Sebaiknya ditertibkan dan dihilangkan. Bukan disiplinnya, bukan tanggung jawabnya, bukan mental bajanya.

Cek Artikel:  Aksi Demokrasi Mengawal Pemilu 2024

Hal selanjutnya ialah batas yang Terang antara perundungan dan tindakan disiplin. Jangan Tamat perundungan menjadi kebablasan. Misalnya seorang residen peserta didik spesialis terlambat, dimarahi, diberi Denda, Lampau dicap sebagai perundungan. Apa kita mau dirawat sama dokter yang tukang ngaret? Atau konsultasi dengan dokter yang Enggak punya tata krama? Kan Enggak juga.

Baca juga :  Bonus dan Batas Jam Kerja Peserta PPDS Perlu Diatur Ulang

Sebaliknya, jangan karena merasa Seluruh dokter bermental baja Lanjut diperlakukan semena-mena, diminta setoran atau pungli Buat Seluruh kegiatan nonpendidikan, jalan-jalan, atau pemaksaan seksual, itu juga salah. Jadi berikan batasan yang Terang, mana yang merupakan kegiatan pendidikan dan mana yang bukan kegiatan pendidikan.

Kalau disiplin dalam hal pendidikan dan pasien itu hal yang positif sesuai porsinya. Tetapi kalau Tamat melebar ke belanja daisabu Tamat kredit kendaraan, Terang itu Enggak Betul. Bagaimana seorang spesialis Bisa melayani dengan Rela tanpa memikirkan untung rugi, kalau selama pendidikan orangtuanya sudah jual tanah, jual rumah, jual ternak, ditambah harus mengeluarkan biaya Enggak sedikit selama pendidikan.

Hal ketiga mengenai Kepribadian setiap generasi yang berbeda-beda. Generasi baby boomer berbeda dengan generasi X, berbeda pula dengan generasi milenial dan generasi Z serta generasi alpha. Demi ini, yang menjadi residen kebanyakan ialah generasi milenial dan generasi Z.

Cek Artikel:  Hari Stroke Sedunia 2023 Berbarengan LebihHebat

Baca juga : IDI: Perundungan di Lingkungan PPDS Bertentangan dengan Sumpah Dokter

Generasi milenial merupakan anak generasi X yang tentunya secara mental lebih kuat ketimbang generasi Z, yang merupakan anak generasi milenial. Generasi Z terkenal dengan inovasinya, kecerdasannya, melek teknologi. Tetapi, karena Seluruh relatif mudah didapatkan, daya juangnya juga Bisa Enggak sekeras generasi sebelumnya.

Sebetulnya, dalam pendidikan spesialis garda terdepan ialah seleksi masuk. Sebaiknya sertakan kesehatan mental dalam setiap seleksi masuk. Jangan hanya berpijak pada rekomendasi rekan sejawat atau keluarga sejawat, kiriman tubel dipaksakan diterima. Ditelaah juga kesehatan mentalnya serta persepsi terhadap ujian dan tantangan.

Persepsi orang berbeda-beda. Demikian pula ketahanan mental setiap orang juga bervariasi. Bila Eksis peserta didik yang Enggak kuat, Seluruh pihak duduk Serempak, apa yang Bisa diusahakan supaya lanjut. Kalau Enggak Bisa lanjut, apa yang Bisa dilakukan supaya peserta Bisa beralih ke bidang lain yang lebih sesuai sehingga pendidikan tetap Bisa berjalan dengan Bagus.

Baca juga : Pihak Undip Bantah Dokter PPDS yang Bunuh Diri Korban Perundungan

 

Konsultasi kejiwaan

Berikutnya, adakan tempat Buat konsultasi kejiwaan bagi peserta pendidikan, sekali Kembali karena persepsi setiap orang berbeda-beda. Contohnya, Eksis yang dijudesin Normal saja Enggak Acuh, seperti saya misalnya. Tetapi Eksis juga orang yang kalau dipelototin sedikit saja langsung merasa dunia runtuh menimpanya.

Cek Artikel:  Upaya Terpadu dalam Transformasi Kesehatan Nasional

Bagi para peserta didik terutama spesialisasi, termasuk anestesi, yang sehari-hari bertarung nyawa mengerjakan pasien-pasien ASA 1 Tamat ASA sekian, sediakanlah kesempatan Buat konsultasi kepada psikiater bila perlu. Ingat, konsultasi ke psikiater bukan berarti gila loh, tapi sayang sama diri sendiri.

Sudah Lumrah di luar negeri, setiap departemen menyediakan psikiater Buat tempat mencerahkan isi hati. Coba deh googling Nomor bunuh diri di luar negeri, paling tinggi pada spesialisasi apa. Jadi, sudah saatnya Eksis pelayanan kesehatan jiwa Buat para residen kita.

Terakhir ialah hal yang sebaiknya dilakukan Buat menjadi lebih Bagus, yakni minum obat. Obat itu pahit, tapi menyembuhkan. Artinya ialah, yang sudah Bagus ditingkatkan, yang salah ya diperbaiki, Enggak usah menyalahkan, toh Seluruh sudah terjadi.

Saya sangat berduka atas kehilangan rekan sejawat anestesi saya, tetapi tentunya saya juga berharap rekan-rekan sejawat saya yang lain dapat melanjutkan pendidikan kembali dengan Bagus.

Setiap kejadian itu Eksis hikmahnya. Kejadian ini dijadikan pelajaran Buat menjadi lebih Bagus. Saya percaya Seluruh pihak akan melakukan usaha semaksimal mungkin Buat memperbaiki sistem pendidikan spesialis di negeri tercinta ini.

 

Mungkin Anda Menyukai