Pertumbuhan ekonomi yang stagnan di kisaran 5% dalam 10 tahun terakhir dinilai terjadi karena permasalahan struktural. Padahal pembangunan infrastruktur yang digadang memberikan dampak berganda pada perekonomian terus menerus digalakkan tanpa henti di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Hal itu diungkapkan Penasihat Senior Laboraturium Indonesia 2045 (LAB 45) Andi Widjajanto dalam seminar nasional bertajuk Kecemasan Kelas Menengah: Terhimpit Transformasi Ekonomi, Jakarta, Selasa (8/10).
“Masalahnya ini tidak idiosinkratik, masalahnya bersifat struktural yang harus kita utak atik karena etos kerja yang dikeluarkan oleh Pak Jokowi tidak membuat pertumbuhan ekonominya rata-rata dalam 10 tahun. Pemerintahan Jokowi tidak melampaui SBY apalagi dibandingkan dengan Pak Harto,” kata dia.
Baca juga : Pemerintahan Baru harus Lanjutkan Transformasi Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam satu dekade terakhir terbilang stagnan lantaran hanya mampu mencapai kisaran 5%. Syarat untuk menjadi negara maju dengan angka pertumbuhan ekonomi di angka 6% dalam 10 tahun terakhir juga tak pernah terealisasi.
Andi yang merupakan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) periode 2022-2023 itu mengatakan, realisasi perekonomian nasional yang dicapai selama pemerintahan Jokowi boleh dibilang tak merefleksikan etos kerja Kepala Negara.
Boleh dibilang, etos kerja yang dimilik oleh Jokowi cukup tinggi dan kuat jika dibanding presiden-presiden sebelumnya. “Jadi saya selalu berpikir Pak Jokowi dengan karakter kerja yang sekeras itu untuk saya ideal, susah mencari pemimpin dengan karakter etos kerja seperti itu, lah kok pertumbuhan ekonominya tidak pernah melampaui SBY? apa yang salah?” tuturnya.
Baca juga : Formalkan Tol Sigli-Banda Aceh, Jokowi Tekankan Krusialnya Konektivitas
Pembangunan infrastruktur yang masif dijalankan juga dinilai tak berbuah manis seperti yang diharapkan. Pembangunan jalan tol, misalnya, diproyeksikan dapat memantik pertumbuhan ekonomi, namun realitasnya aktivitas ekonomi di wilayah terkait justru terkapar.
“Dulu dibayangkannya, dengan infrastruktur akan ada spillover effect ke wilayah lainnya yang memang diyakini akan memakan waktu. Ketika Tol Jakarta-Bandung jadi, ekonomi yang terasa bukan ekonomi sepanjang Cikampek-Padalarang, yang segera terasa adalah matinya UMKM, kuliner di jalur Cianjur, langsung terasa mati dan tidak ada sektor lain yang mengisi itu,” jelas Andi.
“Pariwisata mentok, mereka tidak bisa bergerak ke pertanian, tidak bisa ada industri dibangun di situ, sehingga sektor itu turun signifikan, kelas menengahnya menjadi kelas rentan kembali di wilayah tersebut, itu yang terjadi ketika kita memprioritaskan infrastruktur,” pungkas dia. (Z-11)