Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Selain itu, ketidakpastian ekonomi global telah memberi dampak signifikan pada kemampuan ekonomi negara-negara berkembang untuk melesat.
“Memang kekhawatiran ini menjadi beralasan, karena pertumbuhan ekonomi yang susah tumbuh di atas 5 persen dalam satu dekade terakhir,” ujar periset Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet dilansir Media Indonesia, Jumat, 4 Oktober 2024.
Hal itu disampaikannya untuk merespons Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono yang menyebut 108 negara berkembang terancam gagal naik kelas.
“Sekeliling 108 negara berpotensi gagal bertransisi menuju negara-negara berpenghasilan tinggi jika mereka tidak dapat merancang strategi yang tepat untuk mereformasi ekonomi mereka dan meningkatkan produktivitas mereka sebelum populasi mereka mulai menua,” ujar Thomas.
Ilustrasi masyarakat kelas menengah. Foto: MI/Ramdani
Tingkat pendapatan per kapita Indonesia saat ini masih berada di rentang USD3.896 hingga USD12.055.
Setidaknya Indonesia masih membutuhkan penambahan pendapatan per kapita sekitar USD8.000 untuk mencapai level tertinggi pada golongan negara berpendapatan menengah-atas.
Tetapi hal itu tak mudah lantaran dalam satu dekade terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia mandek di kisaran 5 persen.
“Hitungan sederhana kami, untuk bisa naik kelas ke high income countries, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen sampai dengan tahun 2038,” tutur Yusuf.
Sejauh ini, belum ada upaya signifikan yang dianggap bisa membawa pertumbuhan ekonomi ke level itu. Upaya penghiliran industri yang dilakukan disebut masih cukup terbatas.
Meski tampak gencar melakukan hilirisasi, kata Yusuf, sektor industri manufaktur Indonesia justru konsisten mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir.
“Kita tahu bersama kondisi industri manufaktur di Indonesia tidak begitu baik, dilihat dari proporsi sektor industri manufaktur yang mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir terhadap PDB,” jelas dia.
Kondisi domestik itu disebut menjadi rintangan tambahan dari situasi ekonomi global yang belum suportif. Konflik geopolitik, utamanya di Timur Tengah justru kian memanas dalam tiga tahun terakhir.
Belum lagi ekonomi Tiongkok yang belum menunjukkan perbaikan.
“Tentu akan memengaruhi perkembangan ekonomi negara-negara emerging market seperti Indonesia sehingga ketika ekspor dan juga harga komoditas mengalami perlambatan, ini sedikit banyak juga akan ikut memengaruhi performa dari perekonomian Indonesia,” ungkap dia.