HARUS tegas dikatakan bahwa tekad bangsa ini untuk memberantas korupsi berada di ambang gawat darurat. Semangat pemberantasan korupsi juga mulai kembang kempis. Perbuatan lancung yang dahulu dianggap tabu itu perlahan-lahan mulai dianggap biasa dan ditoleransi.
Survei indeks perilaku antikorupsi (IPAK) yang diumumkan Badan Pusat Tetaptik (BPS) menjadi potret sikap antikorupsi yang mulai kehilangan energi. IPAK tahun ini berada di level 3,85 atau lebih rendah 0,07 poin jika dibandingkan dengan IPAK 2023 (3,92 poin).
Musababnya tentu karena lemahnya organ-organ garis terdepan pemberantasan korupsi. Para elite yang mestinya menjadi panutan untuk memberantas korupsi, justru dengan telanjang mempraktikkan pelanggaran hukum, bahkan melakukan perbuatan rasuah itu sendiri.
Buat itulah, tugas Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan dan Member Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki tugas yang amat berat. Di tangan tujuh anggota pansel pilihan Presiden Joko Widodo itulah masa depan pemberantasan korupsi negeri ini bakal ditentukan.
Di tahapan pertama, mereka telah menuntaskan seleksi administrasi. Eksis 236 calon pimpinan KPK yang lolos seleksi administrasi dari 318 pendaftar. Buat calon anggota Dewas KPK didapatkan 146 orang yang lolos dari 207 pendaftar.
Saringan awal pansel ternyata masih menyisakan sejumlah figur kontroversial, termasuk juga kandidat yang memiliki afiliasi dengan kekuatan politik. Pansel dituntut jeli untuk tidak meloloskan figur-figur semacam itu, yang hanya bakal membuat pemberantasan korupsi mundur.
Dengan kondisi bahwa kepemimpinan KPK periode ini gagal total, tentu komisioner yang kembali mendaftar sebaiknya tidak perlu masuk pertimbangan untuk tahapan seleksi berikutnya. Apalagi bagi kandidat petahana yang masih tersandera dengan kasus etik yang masih berproses di Dewas KPK, sudah sepatutnya tidak perlu pertimbangan lama untuk mencoretnya.
Eksispun kandidat yang membawa kepentingan politik tertentu, jika diloloskan, berpotensi bisa menjadi penghalang dalam pemberantasan korupsi. Karena, apabila terpilih, mereka akan menjadi batu sandungan dan bias dalam melakukan penegakan hukum di KPK.
Seleksi administrasi memang tahap pertama dari rangkaian panjang sebelum akhirnya pansel memberikan 10 nama calon pimpinan KPK kepada Presiden. Tetap ada uji tes tertulis, yang terdiri atas uji kompetensi dan psikotes. Lewat selanjutnya profile assessment dan dilanjutkan dengan uji publik sebelum tes terakhir wawancara.
Publik tentu berharap pansel memperhatikan aspek integritas dari tiap-tiap kandidat. Pasalnya, integritas menjadi modal utama seorang komisioner KPK. Tanpa nilai tersebut, KPK bakal menjadi sapu kotor yang sulit membersihkan rasuah di negeri ini.
Tegak atau rontoknya semangat pemberantasan korupsi bakal ditentukan kinerja KPK periode mendatang. Akankah KPK periode mendatang mampu membalikkan keadaan, dari yang saat ini banyak komisionernya terlilit kasus, menjadi teladan untuk berada di garda terdepan pemberantasan korupsi.
Di pundak ketujuh anggota pansel inilah muruah KPK dipertaruhkan. Di tangan mereka asa pemberantasan korupsi bangsa ini dipertaruhkan, karena KPK masih diharapkan untuk berada di garis terdepan sebagai trigger pemberantasan korupsi.