Pertamina Kembangkan Urban Farming di Atas Laut bagi Masyarakat Pesisir

Pertamina Kembangkan Urban Farming di Atas Laut bagi Masyarakat Pesisir
(MI/Susa)

PEMULIHAN kualitas udara dan penghijauan lingkungan masyarakat pesisir di kawasan sekitar Kilang Balikpapan, Kalimantan Timur, dikembangkan Pertamina melalui program urban farming.

Lewat program Rain Water Harvesting and Urban Farming (Rawabening) pada 2023 yang merupakan implementasi Pilar Pertamina Hijau, masyarakat bisa melakukan pertanian di atas laut tanpa media tanah.

Program ini merupakan pemanfaatan air hujan yang digunakan untuk budi daya tanaman. Tanaman tersebut tidak hanya berupa tanaman hias. Terdapat pula tanaman yang memiliki nilai tambah secara ekonomi dengan media hidroponik. 

Baca juga : Petani Binaan Yayasan Korindo Petik Panen Sayuran Hidroponik 

Area Manager Communication, Relations & CSR PT Kilang Pertamina Dunia (PT KPI) Unit V Balikpapan Dodi Yapsenang mengatakan, perkampungan di kawasan pesisir sering menghadapi masalah klasik berupa keterbatasan lahan yang mengakibatkan masyarakat di pesisir tidak memiliki ruang untuk pertanian atau penghijauan agar lingkungan menjadi lebih sehat dan asri. 

Padahal, penduduk semakin bertambah sehingga permukiman banyak dibangun mengapung di atas air laut. 

Cek Artikel:  KPA Klaten Gelar Sosialisasi Pencegahan HIVAIDS

Masalah lain yang dihadapi adalah ketersediaan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Mereka mengandalkan pasokan air bersih dari luar dengan membeli eceran, mengandalkan air hujan atau jika beruntung mendapatkan air bersih dari perusahaan air minum daerah. Keterbatasan air bersih ini rawan mendatangkan berbagai penyakit.

Baca juga : DPRD Dorong Pemprov DKI Tingkatkan Urban Farming

Kondisi tersebut di alami  masyarakat di 16 Rukun Tetangga (RT) di Kampung Atas Air, Kelurahan Margasasi, Kota Balikpapan. Mereka tinggal di rumah panggung yang beralaskan kayu ulin sehingga tidak memungkinkan jika penghijauan dilakukan dengan media tanah. Kondisi di sekitar permukiman terlihat kumuh dengan udara yang tidak kurang sehat. Penduduknya, terutama ibu-ibu, banyak yang tidak memiliki pekerjaan.

“Ketersedian air tawar sangat bergantung pada Perumda Tirta Manuntung Balikpapan. Selain itu, warga Kampung Atas Air memiliki keterbatasan pemanfaatan ruang untuk penghijauan,” kata Dodi, Jumat (16/8).

Cek Artikel:  Pola Kepri Tangkap Pelaku Pengirim Calon PMI Ilegal ke Malaysia

“Media tabulan pot juga digunakan untuk budi daya tanaman obat keluarga (toga) dan buah-buahan. Upaya penghijauan ini tidak hanya sebagai bentuk memulihkan kondisi lingkugan tetapi juga diarahkan kepada perekonomian mandiri kelompok perempuan yang hanya memiliki kegiatan sebagai ibu rumah tangga. Hasil panen dari tanaman-tanaman yang dibudidayakan dapat di jual dan dikelola menjadi produk turunan untuk UMKM,” papar Dodi.

Baca juga : Bank DKI Raih Penghargaan Anugerah ESG 2024 IDX Channel Melalui JAKONIK

Program Rawabening dijalankan oleh Golongan Rawabening yang terdiri dari Golongan Perempuan Tani (KWT) yang bekerja sama dengan kader Posyandu Rosella. Lelahsi pemberdayaan terpusat di RT 30 yang merupakan lokasi Posyandu Rosella. Di sekitar posyandu terdapat kebun hidroponik sekitar 8×4 meter.

“Pengembangan budi daya sayuran sebelumnya mengalami kendala pasokan air karena apabila menggunakan air dari PDAM cukup mahal. Pertamina membantu kami untuk memanfaatan air hujan untuk budidaya sayuran hidroponik sehingga memberi efisiensi penghematan penggunaan air,” jelas Ketua Golongan Perempuan Tani (KWT) Margasasi Sarwana, yang juga koordinator pengembangan hidroponik program Rawabening.

Cek Artikel:  Polisi Buru Pelaku Tawuran Antar Gengster di Semarang

Dia mengatakan, sebelumnya masyarakat Kampung Atas Air telah mulai menanam sayuran atau toga di dalam pot dalam jumlah terbatas karena tidak ada lahan.

Baca juga : Bank DKI Formalkan Kebun Hidroponik di RPTRA Cibubur

Dengan adanya program ini, selain lingkungan menjadi asri juga melahirkan kelompok usaha baru berupa UMKM yang mengolah sebagian hasil panen sayuran berupa salada, pakcoy dan seledri menjadi makanan ringan seperti stik sayur, peyek bayam, keripik tortilla, dan lain-lain. 

“Melalui hasil pertanian hidroponik ini mampu meningkatkan nilai ekonomi dan kesejahteraan para anggota kelompok,” katanya.

Yusma, koordinator pengembangan UMKM program Rawabening, mengatakan produksi makanan olahan yang dihasilkan mencapai 100 kilogram setiap bulan. Pendapatan kelompok sekitar Rp30 juta. “Pendapatan pengolahan ini membantu penghasilan keluarga ibu-ibu yang bergabung dalam kelompok,” katanya. (J-3)

Mungkin Anda Menyukai