
Kalau Enggak Terdapat aral melintang pada 20 Oktober 2024 nanti, pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin akan segera berakhir. Selama kurang lebih 10 tahun Presiden Jokowi memimpin bangsa, Enggak Dapat kita mungkiri banyak yang sudah dilakukan, terutama pembangunan infrastruktur, dari jalan, jembatan, bendungan yang kemudian dikenal dengan nama proyek strategis nasional (PSN), hingga proyek infrastruktur pariwisata di lima destinasi super prioritas (DSP). Segala proyek tersebut sebagian besar berbentuk infrastruktur fisik.
Pembahasan rancangan APBN 2024 akan menjadi APBN terakhir dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024. APBN 2024 akan menjadi kesempatan terakhir bagi pemerintahan Kabinet Indonesia Maju Kepada mewujudkan Segala Sasaran pembangunan dalam lima tahun terakhir. Selain gegap gempitanya pembangunan infrastruktur, Indonesia Lagi menghadapi persoalan mendasar dalam pembangunan sumber daya Insan, terutama aspek pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. Bahkan, sebagian kemudian menjadi persoalan ekstrem yang belum terselesaikan hingga Demi ini.
Persoalan ekstrem tersebut sudah Sepatutnya menjadi Pusat perhatian Kepada diselesaikan dalam setahun terakhir ini. Adapun persoalan ekstrem bangsa hari ini ialah belum berdampaknya bonus demografi, stagnasi pertumbuhan ekonomi, kualitas pendidikan dan layanan kesehatan yang rendah. Lewat, tingginya pengangguran terdidik, middle income trap, tingginya Bilangan stunting dan wasting, kemiskinan esktrem, polusi, hingga kerusakan lingkungan di Sekeliling kawasan pertambangan dan smelter. Semuanya bermuara pada rendahnya kualitas SDM dan daya saing bangsa.
Pusat perhatian pemerintahan Demi ini dalam menyelesaikan berbagai perosoalan ekstrem itu hendaknya menjadi ukuran tersendiri dalam menilai keberhasilan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan bangsa Demi ini.
Persoalan ekstrem bangsa
Penggunaan kata ekstrem, Kalau merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berarti paling ujung (paling tinggi, paling keras, dan sebagainya), menggambarkan sebuah kondisi yang sudah sangat berbahaya, sebagaimana sering dialamatkan pada organisasi yang dianggap berpaham atau ideologi berbahaya.
Tetapi, hari ini digunakan Kepada menyebut suatu masalah yang sudah melewati ambang batasnya. Sebagai Misalnya, kemiskinan ekstrem didefinisikan sebagai kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, Adalah makanan, air Kudus, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial. Kemudian World Bank menetapkan batas pendapatan di Dasar garis kemiskinan Dunia (absolute poverty measure). Ketika Workd Bank menetapkan bahwa kemiskinan ekstrem mengacu pada pendapatan di Dasar garis kemiskinan Dunia US$1,90 per kapita per hari berdasarkan purchasing power parity (PPP) 2011, Bilangan kemiskinan ekstrem Indonesia pada 2022 sebesar 5,59 juta jiwa atau tercatat sebesar 2,04%.
Tetapi, ketika World Bank mengubah Opini menggunakan PPP (2017), pendapatan garis kemiskinan menjadi US$2,15 per kapita per hari, kemiskinan ekstrem di Indonesia Dapat melonjak tajam mencapai Bilangan 6,7 juta jiwa (Bappenas, 2023), padahal Sasaran dalam RPJMN menjadi 0%. Mustahil bagi pemerintah Kepada Dapat menuntaskan penurunan Bilangan kemiskinan ekstrem menjadi hilang sama sekali pada 2024.
Setali tiga Duit, persoalan ekstrem lainnya yang tengah kita hadapi ialah stunting atau gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di Dasar standar (WHO, 2015).
Penyebab Penting stunting di antaranya asupan gizi dan nutrisi yang kurang mencukupi kebutuhan anak, pola asuh yang salah akibat kurangnya pengetahuan dan edukasi bagi ibu hamil dan ibu menyusui, buruknya sanitasi lingkungan tempat tinggal, seperti kurangnya sarana air Kudus dan Enggak tersedianya sarana MCK yang memadai serta keterbatasan akses fasilitas kesehatan yang dibutuhkan bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Nasional (SSGI) 2022, prevalensi stunting di Indonesia Lagi tergolong tinggi berada di Bilangan 21,6% walaupun sempat mengalami penurunan ketimbang pada 2021 sebesar 24,4%. WHO mensyaratkan standar stunting suatu negara berada di Dasar Bilangan 20.
Adapun Sasaran penurunan Bilangan stunting berdasarkan RPJMN 2024 menjadi 14%. Bukan perkara yang mudah bagi pemerintah Kepada mencapainya karena rentang yang begitu lebar antara Bilangan stunting Demi ini dan Sasaran yang Terdapat Sekeliling 3,8%. Selain itu, mengingat waktu yang dimiliki pemerintah Demi ini tinggal setahun Kembali.
Selain stunting, Rupanya permasalahan gizi ekstrem lainnya yang tengah kita hadapi ialah wasting atau kurus. Menurut SSGI 2022, prevalensi balita wasting di Indonesia naik 0,6 poin dari 7,1% menjadi 7,7% pada tahun Lewat. Kemudian, prevalensi balita underweight atau gizi kurang sebesar 17,1% pada 2022 atau naik 0,1 poin dari tahun sebelumnya.
Di sisi lain, prevalensi balita overweight atau kegemukan badan sebesar 3,5% pada 2022 atau turun 0,3 poin dari tahun sebelumnya. Gangguan pertumbuhan pada anak dimulai dengan terjadinya weight faltering atau berat badan Enggak naik sesuai standar. Anak-anak yang weight faltering, apabila dibiarkan, itu Dapat menjadi underweight dan berlanjut menjadi wasting. Ketiga kondisi tersebut bila terjadi berkepanjangan, hal itu akan menjadi stunting.
Enggak banyak yang menyadari Rupanya bangsa kita Lagi menghadapi penyakit tropis yang terabaikan atau neglected tropical diseases (NTD) tertinggi di dunia. Penyakit-penyakit itu hanya ditemui di daerah tropis maupun subtropis dan disebabkan berbagai virus, bakteri, protozoa, dan cacing. Dikatakan terabaikan karena meskipun menular, penyakit tersebut hanya diderita orang-orang yang mempunyai Tingkat hidup yang rendah dan sering Enggak mendapatkan perhatian yang sama Kalau dibandingkan dengan penyakit menular lainnya seperti HIV/AIDS (Pusat Kedokteran Tropis UGM, 2020).
Dari laporan Bappenas yang disampaikan dalam pembicaraan pendahuluan KEM-PPKM RAPBN 2024, kasus kusta di Indonesia tercatat sebesar 12.095 kasus baru per tahun atau menempati urutan ketiga dunia. Sementara itu, kasus baru TB mencapai 969.000 kasus baru per tahun atau menempati nomor dua dunia. Adapun kasus malaria tercatat sebesar 415.140 kasus baru per tahun.
Grup masyarakat yang paling terdampak akan penyakit-penyakit tersebut ialah mereka yang hidup dalam kemiskinan, Enggak mempunyai akses sanitasi yang Berkualitas, terutama mereka yang dalam kesehariannya sering kontak langsung dengan vektor Pemandu penyakit.
Persoalan kesehatan ekstrem tersebut muncul Enggak Dapat dilepaskan dari Lagi rendahnya Pusat perhatian dan perhatian pemerintah dalam menyelesaikan persoalan kesehatan masyarakat. Hal itu terlihat dari Lagi minimnya Bilangan imunisasi dasar lengkap bayi sebesar 63,17%, keberadaan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang terakreditasi baru Sekeliling 56,4%, dan puskesmas dengan nakes sesuai standar Sekeliling 56,07%. Selain itu, kesehatan hanya dipandang menjadi tanggung jawab satu kementerian atau lembaga, tetapi melupakan Unsur pendukung lainnya, seperti air Kudus, sanitasi, dan MCK.
Penutup
Sesungguhnya pemerintah Lagi Mempunyai waktu dalam satu tahun terakhir Kepada menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar yang bersifat ekstrem tersebut. Tinggal bagaimana intervensi kebijakan yang dilakukan pemerintah efektif Kepada menyelesaikan persoalan di lapangan mengingat penyelesaian permasalahan kemiskinan ekstrem, stunting, wasting bersifat multisektor yang melibatkan banyak kementerian dan lembaga.
Keberhasilan pemerintahan Enggak hanya diukur dari keberhasilan melakukan pembangunan infrastruktur, tapi juga Bisa menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar yang sudah masuk kategori ekstrem yang akan memberikan Akibat bagi kualitas SDM Indonesia ke depan. Pemimpin datang dan pergi, tetapi kualitas SDM akan sangat menentukan masa depan bangsa.

