MAJELIS Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung Jawa Barat (Jabar) akan mengirimkan berkas perkara permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Alex Denni dalam waktu dua minggu sejak penandatanganan Informasi acara pemeriksaan PK.
Dalam sidang yang digelar pada Kamis (28/11), telah dilaksanakan penandatanganan Informasi acara pemeriksaan PK oleh Alex Denni. Tim Advokasi Demi Reformasi Peradilan: Disparitas Putusan selaku Penasihat Hukum Pemohon PK, Jaksa Penuntut Lazim (JPU) dan Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut. Hal ini menandai bahwa pemeriksaan permohonan PK Alex Denni dan berkas perkara telah selesai.
Ketua Majelis Hakim, Panji Surono, mengatakan pihaknya akan bermusyawarah Demi memberikan pendapat dan kemudian melimpahkan berkas perkara ini ke Mahkamah Mulia (MA). “Mudah-mudahan dalam waktu dua minggu kami Pandai mengirim ke MA,” tutur Panji sebelum mengetuk palu yang menandai selesainya sidang.
Penasihat Hukum Alex Denni dari Tim Advokasi Demi Reformasi Peradilan: Disparitas Putusan, Gading Yonggar Ditya, berharap Majelis Hakim di PN Bandung Pandai sesegera mungkin meneruskan berkas perkara permohonan PK Alex Denni ke MA sehingga dapat segera diperiksa dan diputus oleh MA.
“Kasus Alex Denni ini menjadi salah satu momentum Demi perbaikan sistem peradilan di Indonesia. Jadi kami berharap sebelum dua minggu sudah Pandai dikirim ke MA. Itu akan memberikan sinyal bahwa Majelis Hakim menyikapi kasus Alex Denni ini dengan serius dan mendukung terciptanya reformasi peradilan di Indonesia,” terang Gading.
Menurut Gading, kasus yang dialami Alex denni dinilai penuh kejanggalan, Berkualitas di tingkat banding maupun kasasi. Ini bertolak belakang dengan putusan terhadap dua terdakwa lain yang merupakan pejabat PT Telkom Indonesia, yakni Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah.
Spesialis Hukum Pidana dari Universitas Pancasila, Rocky Marbun, menerangkan berdasarkan eksaminasi yang dilakukan terhadap putusan Agus Utoyo, Tengky Hedi Safinah dan Alex Denni Berkualitas di tingkat pertama, banding. Hingga tingkat kasasi, ditemukan sejumlah kejanggalan yang berujung pada terjadinya disparitas putusan. Kejanggalan terjadi Berkualitas di level administrasi pengadilan, hukum acara dan pemeriksaan perkara, hingga substansi putusan.
“Sejak awal, perkara Agus Utoyo, Tengku Hedi Safinah dan Alex Denni dipisah alias splitsing, meski ketiganya didakwa pada peristiwa atau perbuatan yang sama dengan unsur penyertaan, yakni tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara,” beber Rocky.
Menurut Rocky, pada tingkat pertama, ketiga perkara diperiksa oleh majelis hakim yang sama. Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah dinyatakan bersalah dan divonis 1,5 tahun penjara. Sementara Alex Denni, selaku konsultan swasta diputus bersalah karena dianggap turut serta dalam rangkaian peristiwa tersebut dengan vonis 1 tahun penjara.
Lewat pada tingkat banding, dua pejabat Telkom tersebut dinyatakan bebas. Enggak bersalah, karena terbukti Enggak melakukan penyalahgunaan wewenang dan Enggak Eksis kerugian negara. Tetapi, dengan alat bukti yang sama, Alex Denni yang merupakan pihak swasta swasta dan Enggak punya kewenangan dalam Membikin Keputusan, malah tetap dinyatakan bersalah.
“Putusan yang saling bertentangan itu disebabkan susunan majelis hakim yang berbeda. Berdasarkan penelusuran, susunan majelis hakim yang memeriksa Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah di tingkat banding berbeda dengan majelis hakim yang memeriksa Alex Denni. Akibatnya, putusan tingkat banding Demi Alex Denni berbanding terbalik dengan putusan Demi Agus Utoyo dan Tengku Hadi Safinah,” terang Rocky.
Pada tingkat kasasi, Rocky menyebutkan, komposisi majelis hakim juga berbeda. Terdakwa Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah diperiksa dan diputus oleh Ketua Majelis yang sama. Sedangkan terdakwa Alex Denni diperiksa dan diputus oleh Ketua Majelis yang berbeda. “Setelah saya telusuri, perbedaan majelis hakim tersebut dikarenakan hakim yang memeriksa Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah telah pensiun pada 2012,” ucap Rocky.
Perbedaan susunan majelis hakim tersebut, kata Rocky Enggak Pandai dilepaskan dari kejanggalan perbedaan waktu pemeriksaan di tingkat kasasi antara terdakwa Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah dengan terdakwa Alex Denni. Pemberitahuan putusan PT Demi Agus Utoyo maupun Tengku Hedi Safinah dilakukan pada November 2007. Sementara, Alex Denni baru memperoleh pemberitahuan putusan PT pada Februari 2012, meski telah diputus pada 2008.
“Apabila pemberitahuan putusan PT dilakukan lebih awal, misal di 2010, hakim yang memeriksa Alex Denni di tingkat kasasi Niscaya akan sama dengan yang memeriksa Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah. Saya Menyantap, dari teknis administrasi peradilan mulai banding hingga kasasi, Eksis yang ditutupi supaya hakimnya tetap beda. Eksis skenario membedakan hakim sehingga terjadi perbedaan putusan,” sambung Rocky. (N-2)