
KEBIJAKAN zero over dimension overload (Zero Odol) dinilai akan sulit Buat diterapkan tanpa adanya pembenahan di infrastruktur jalan dan jembatan timbang. Buat itu, perlu dibentuk sebuah badan setingkat kementerian Buat mengurus logistik yang akan Pusat perhatian Membikin blueprint terkait kebijakan Zero Odol ini.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Agus Taufik Mulyono, mengatakan salah satu problem yang harus diselesaikan pemerintah sebelum memberlakukan Zero Odol adalah masalah status dan fungsi jalan yang Lagi karut-marut dan Kagak Jernih. Sementara, ketika mengangkut barang dari pabrik ke tempat tujuannya, truk-truk tersebut akan melewati jalan yang statusnya beda, mulai jalan desa, kabupaten, kota, provinsi, dan arteri (nasional). “Hal tersebut merupakan problem klasik yang Lagi belum diselesaikan hingga Demi ini,” ungkapnya dalam keterangan yang diterima (7/1).
Demi melalui jalan yang berbeda-beda itu, menurutnya, truk-truk itu Kagak mungkin akan menurunkan barang-barang bawaannya Demi akan pindah jalan. Apalagi, Demi membongkar muatannya itu, dibutuhkan yang namanya terminal handling sebagai tempat Buat mengumpulkan barang-barang yang kelebihan muat.
“Masalahnya, terminal handling ini Kagak pernah Terdapat karena memang Kagak diwajibkan dalam undang-undang,” tukas Agus.
Fakta-fakta tersebut yang menurut Agus akhirnya Membikin jalan-jalan itu, khususnya jalan yang Terdapat di kabupaten banyak yang rusak karena harus dilalui truk-truk besar. “Jadi, karut-marut antara kelas, fungsi dan status jalan inilah sebetulnya yang menjadi penyebab hancur-hancuran jalan itu. Artinya, penerapan kelas jalan itu Kagak sesuai dengan penerapan status jalannya,” ujarnya.
Agus mengatakan carut-marutnya kelas, fungsi, dan status jalan itu tersebut terjadi lantaran Kagak adanya keselarasan antara UU Jalan dengan UU Lampau Lintas Kagak pernah Cocok. “Kelas jalan, dikaitkan dengan fungsi jalan, dikaitkan status jalan, Kagak pernah ketemu. Jadi, masalah Odol ini Kagak akan pernah Dapat diselesaikan. Mau diselesaikan Mengenakan apa?” ucapnya.
Wakil Ketua Biasa Asosiasi Logistik dan Forwarding Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Ian Sudiana mengusulkan agar pemerintah menambah ruas jalan, meningkatkan jumlah jalan nasional, serta Meningkatkan kapasitas daya dukung jalan. “Buat itu, perlu dibentuknya sebuah badan setingkat kementerian yang mengurus logistik yang akan Pusat perhatian Membikin blueprint atau cetak biru terkait kebijakan Zero Odol ini,” tukasnya.
Sebelumnya, Member Dewan Ahli Gerindra sekaligus praktisi transportasi dan logistik, Bambang Haryo Soekartono, menyoroti keberadaan jembatan timbang yang Terdapat Demi ini. Menurutnya, Buat Dapat menjalankan kebijakan Zero Odol, juga diperlukan pembenahan terhadap sumber daya Sosok (SDM) dan perangkat peralatan di jembatan timbang. “Kalau itu belum dilakukan maka akan sulit bagi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Buat menerapkan kebijakan Zero Odol ini,” katanya.
Dia mengatakan jumlah SDM di jembatan timbang itu sangat kurang dan peralatannya juga banyak yang sudah rusak. Selain itu, dari total 141 jembatan timbang di seluruh Indonesia, Tiba dengan sekarang ini hanya 25 jembatan timbang yang dibuka. Dan itupun Kagak beroperasi 24 jam, tapi hanya 8 jam saja. Selain jembatan timbang, menurut Haryo, yang perlu dibenahi lainnya adalah daya dukung jalan. Dia mengungkapkan daya dukung jalan atau muatan sumbu terberat (MST) kelas 1 di Indonesia hanya 10 ton. Sementara, di negara lain seperti China sudah mencapai 100 ton, Jepang dan Eropa 75 ton. “Artinya, jalan-jalan yang Terdapat sekarang harus dibongkar Sekalian. Konstruksinya harus kuat,” tukasnya.
Menurutnya, penerapan Zero Odol ini juga perlu dibicarakan dengan Sekalian stakeholder terkait. Hal itu bertujuan Buat mencari solusi Serempak agar Kagak Terdapat pihak-pihak yang dirugikan Demi kebijakan ini diterapkan. “Sekalian stakeholder perlu duduk Serempak Buat mencari solusi yang Dapat diterima Sekalian pihak,” katanya. (M-3)

