Permahi Kritik Vonis Hakim ke Mardani Maming, Dinilai Kagak Berdasar

Liputanindo.id – Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (DPN PERMAHI) tegaskan majelis hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin keliru menerapkan hukum terhadap mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani Maming.

Ketua Lumrah Permahi, Fahmi Namakule menilai aturan main dalam penerapan hukum terhadap setiap tersangka kejahatan luar Normal Extra-ordinary Crimes seperti korupsi, tentunya harus sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurutnya, terdapat banyak sekali kejanggalan mulai dari proses pemeriksaan awal dan penetapan tersangka, kurangnya saksi Ahli dalam proses penyelidikan, perintangan proses prapradilan, Tiba dengan penerapan hukum oleh hakim Tipikor Banjarmasin dalam putusan nomor 40/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bjm.

Katanya, pemeriksaan dan penetapan tersangka terdahap Mardani Maming terkesan kilat dan direncanakan sebelumnya.

“Lihat saja Rontok 9 Juli 2022 KPK mulai menyelidiki dugaan gratifikasi pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) di Tanah Bumbu, seminggu kemudian kasus ini naik tahap penyidikan, Akurat pada Rontok 16 Juni 2022 KPK menetapkan Mardani H Maming sebagai tersangka. Perubahan status dari saksi menjadi tersangka dalam waktu singkat tanpa dilakukan pemeriksaan terhadap saksi serta alat bukti,” , ujar Fahmi pada Senin (4/11/2024).

Cek Artikel:  DPR Terima Surpres Pembahasan Revisi UU Wantimpres

Dugaan korupsi terkait kebijakan adminisrasi, menurut Fahmi, pada umumnya KPK mesti memanggil dan meminta keterangan saksi Ahli di bidang administrasi dan perizinan Buat mendalami terkait kewenangan dan keputusan bupati, Tetapi hal serupa Kagak dilakukan pada kasus dugaan gratifikasi Mardani Maming.

“Terdapat pula upaya perintangan terhadap proses praperadilan yang diajukan oleh Mardani. Dia telah mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Buat menggugat penetapan tersangka yang dianggap tergesa-gesa. Tetapi, sehari sebelum putusan praperadilan, KPK mengeluarkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) Buat Mardani pada 26 Juli 2022, meski pada 25 Juli 2022 ia sudah menyatakan secara tertulis akan hadir di sidang berikutnya pada 28 Juli 2022.”

Cek Artikel:  Agus Gumiwang Pastikan Bahlil Lahadalia Bakal Ditetapkan Sebagai Ketum Golkar Begitu Munas

Penetapan DPO di penghujung praperadilan merupakan suatu kejutan besar bagi Mardani, mengingat ketentuan SEMA Nomor 1 Tahun 2018 melarang bagi buronan mengajukan praperadilan.

Hal itu menurut Fahmi merupakan upaya Buat Dapat membatasi terdakwa pada suatu proses penegakan hukum yang terbuka dan adil. Itu juga dianggap langkah tragis dan inkontitusional dalam menjepit hak Mardani selaku Anggota negara.

Kemudian menurut Fahmi, pertimbangan hukum majelis hakim Tipikor Banjarmasin dalam putusannya telah keliru dalam penerapan pasal 93 UU Minerba. Pasal itu, katanya, menyasar pihak yang memegang IUP.

“Inikan susah Terang-Terang dan terang bahwa kedudukan, wewenang dan tugas Mardiani Maming selaku Bupati Tanah Bumbu Ketika itu adalah sebagai kepala daerah yang secara hukum mempunyai tugas Buat mengelola berbagai Ragam kebijakan administrasi perizinan di daerah itu dan juga dapat mengeluarkan IUP, bukan Malah sebagai pemegang IUP.” Tegas Fahmi.

Selain itu terdapat pula SK Bupati, yang menjadi inti tuduhan, telah diakui Absah secara administratif dengan sertifikat clear and clean (CNC) dari Kementerian ESDM selama lebih dari 11 tahun. Tetapi fakta persidangan ini Malah diabaikan dan Kagak dipertimbangkan oleh majelis.

Cek Artikel:  Guna Baju Terdapatt, ITL Trisakti Gelar Upacara HUT RI ke-79

“Sebaiknya apabila secara hukum seluruh poin-poin dakwaan Kagak terpenuhi dan kemudian Kagak dapat dibuktikan kebenarannya maka konsekuensi dakwaan menjadi prematur dan harus ditolak, sehingga terdakwa harus dibebaskan dan dipulihkan nama baiknya,” lanjut Fahmi

Anehnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin Malah berpendapat lain, menurut Fahmi, itu keputusan yang sangat melukai rasa keadilan.

Kami tentunya akan mengajukan pandangan kami secara Formal kepada majelis hakim yang mengadili dalam persidangan peninjauan kembali (PK) sebagai sahabat pengadilan atau Amicus Curae. Langkah ini tentunya sebagai bentuk upaya Permahi dalam mengawal jalannya sistem peradilan yang Rapi, profesional yang sesuai dengan perundang-undangan di Indonesia,” tandasnya.

Mungkin Anda Menyukai