
MAHKAMAH Konstitusi (MK) telah menerima setidaknya 312 permohonan sengketa hasil pemilihan kepala daerah atau pilkada (PHP-kada). Dari 312 gugatan sengketa pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK), 17 di antaranya diajukan oleh masyarakat dan delapan lainnya oleh pemantau pemilu.
Peneliti Perludem Haykal mengatakan terkait dengan bentuk pelanggaran yang digugat ke MK, Perludem belum Bisa memaparkan karena Begitu ini Arsip permohonan belum diunggah di situs Formal MK.
Tetapi, Perludem menduga kecurangan dan pelanggaran pilkada menjadi pertimbangan sejumlah pihak Buat mengajukan gugatan sengketa hasil pemilihan ke MK, sama dengan Begitu Pilpres 2024.
“Eksis kemungkinan besar bahwa dalil-dalil yang dipermasalahkan dan diajukan kepada Mahkamah di PHPU Pilpres kemarin juga Tetap menghiasi dalil-dalil di masing-masing permohonan yang diajukan di PHPU Pilkada ini,” kata Haykal kepada Media Indonesia pada Kamis (26/12).
Belum terunggahnya Arsip tersebut juga menyebabkan Perludem belum Bisa melakukan pemetaan terkait potensi konflik kepentingan pada sidang PHP-kada ke depan.
“Tamat Begitu ini MK belum upload atau mau nggak Arsip permohonan dari masing-masing perkara. Jadi kami belum Bisa Menyantap secara lebih detail dalil-dalil yang disampaikan oleh pemohon,” ujarnya.
Pada jadual yang telah ditetapkan, MK akan mulai menyelenggarakam persidangan terkait permohonan sengketa hasil pilkada pada awal Januari Tamat dengan pertengahan Maret 2025.
Begitu ini, MK sedang mengecek permohonan-permohonan dari kelengkapan administrasinya. MK diberi waktu selama 1,5 bulan atau 45 hari Buat menyelesaikan seluruh sengketa hasil pilkada.
“Tentu ini menjadi perhatian karena Tak Eksis aturan yang baku atau berapa Pelan jarak antar proses pendaftaran Tamat dengan sidang pertama, yang Eksis hanyalah jarak antara permohonan dicatatkan di dalam BRPK kemudian penyelesaiannya harus dilakukan oleh konteks MK,” ujarnya.
Menurut Haykal, 45 hari itu bukanlah waktu panjang bagi mahkamah Buat melakukan pemeriksaan dan juga menangani perkara yang jumlahnya mungkin Tetap akan bertambah.
“Oleh karena itu, waktu persidangan akan menjadi salah satu titik krusial. Jangan Tamat waktu yang singkat dengan jumlah perkara yang sangat banyak ini, menyebabkan MK Tak Bisa memaksimalkan Buat memeriksa dan juga menggali bukti-bukti serta keterangan-keterangan yang dibutuhkan Buat memutuskan setiap perkara,” tandasnya. (Dev/I-2)