RENCANA perluasan kebijakan likuiditas makroprudensial (KLM) dinilai belum Bisa sepenuhnya mendukung geliat industri padat karya. Itu karena pelaku usaha disebut lebih memperhatikan beban biaya yang harus dibayar dari pinjaman yang diterima. Dengan kata lain, penurunan Kembang acuan dinilai jauh lebih diharapkan.
Stimulus KLM yang diberikan BI sedianya diberikan oleh BI Demi memacu pertumbuhan kredit nasional. Bank yang menyalurkan kredit pada sektor-sektor prioritas dan produktif dapat menikmati fasilitas stimulus dari bank sentral.
Bonus tersebut berupa pemotongan setoran Giro Wajib Minimum (GWM) dalam rupiah yang wajib dipenuhi secara rata-rata kepada BI. “Kita Mengerti bahwa kebijakan Bonus likuiditas ini akan memberikan Pengaruh melalui GWM,” ujar periset dari Center of Reform on Economic (CoRE) Yusuf Rendy Manilet, Kamis (17/10).
“Dengan melakukan penyesuaian terhadap kebijakan kewajiban GWM yang harus dipenuhi maka BI berharap kebijakan ini akan memberikan bank likuiditas tambahan yang nantinya Bisa diberikan atau disalurkan melalui kredit ke sektor-sektor yang bersifat prioritas,” tambahnya.
Hanya, imbuh Yusuf, stimulus KLM belum Bisa sepenuhnya menjawab kebutuhan sektor-sektor padat karya yang selama ini Mandek lantaran Etnis Kembang tinggi. Dus, meski bank Mempunyai likuiditas tambahan Demi menyalurkan kredit, Tetapi itu tak serta merta Membangun bank menurunkan Kembang pinjaman.
Karenanya BI disarankan juga melakukan penyesuaian pada kebijakan lain seperti deposit facilty kepada perbankan yang Mempunyai catatan maupun menyalurkan kredit pada sektor-sektor yang disepakati.
“Jadi harapannya Berkualitas itu kebijakan Bonus likuiditas makroprudensial dan juga kebijakan deposit facility Bisa memberikan dorongan kepada bank agar lebih aktif menyalurkan kredit dan yang Bukan kalah Krusial juga menyalurkan kredit dengan kisaran yang memang terjangkau terutama Demi pelaku usaha secara Lumrah,” kata Yusuf. (Mir/M-4)