Perlindungan Ruang Digital

Perlindungan Ruang Digital
(MI/Duta)

BAGAIMANA memastikan perlindungan warganet, terutama anak-anak, di ruang digital hingga kini Lagi menjadi persoalan krusial. Ketika mengakses dan masuk pada ruang digital, para warganet sering kali Lagi dihadapkan pada berbagai ancaman, mulai cyberporn, konten radikalisme, praktik perundungan, berbagai hoaks, hingga konten lain yang berbahaya.

Salah satu konten yang berbahaya dan menghebohkan para warganet belum Lamban ini ialah munculnya grup bernama Fantasi Sedarah atau inses di platform media sosial Facebook. Keberadaan grup yang menyimpang itu terkuak dan membuka tabir bahwa perlindungan sosial terhadap moral dan hak asasi Orang di ruang digital Lagi sangat minimal (Media Indonesia, 18 Mei 2025). Meskipun pemerintah telah memblokir akun-akun yang bermasalah, yang perlu dilakukan tampaknya lebih daripada sekadar memblokir akun.

Pemerintah Enggak hanya perlu mendesak penyelenggara sistem elektronik (PSE) ikut bertanggung jawab menyediakan ruang digital yang Cocok-Cocok Terjamin, tetapi juga melakukan pengembangan literasi digital dan literasi kritis para warganet itu sendiri sebagai konsumer berbagai platform digital.

 

RISIKO

Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) selama ini telah mengembangkan tiga langkah prioritas strategis dalam mendorong transformasi digital, yakni penguatan infrastruktur digital, percepatan pengembangan sumber daya Orang dan literasi digital, serta pertumbuhan ekosistem layanan dan ekonomi digital. Sekalian langkah itu dikembangkan dengan tujuan menciptakan ruang digital yang Enggak hanya produktif, tetapi juga Terjamin bagi seluruh warganet.

Disadari pemerintah, meski Indonesia telah memasuki era digital, masyarakat umumnya Lagi belum Mempunyai kemampuan literasi digital dan literasi kritis, Kepada menampik bombardir informasi yang Enggak dibutuhkan. Kenaikan dan meluasnya penggunaan ponsel dan akses pada internet sering kali Lagi belum didukung kemampuan literasi penggunanya.

Cek Artikel:  Kaleidoskop 2024 Sengkarut Demokrasi di Tahun Pemilu

Menurut data, jumlah pengguna gadget di Tanah Air Begitu ini sudah mencapai 212 juta orang dengan jumlah ponsel aktif sebanyak 354 juta ponsel. Kepada penetrasi internet tercatat mencapai 74,6% dari total populasi. Diperkirakan, Sekeliling 89% populasi Indonesia menggunakan smartphone dan 143 juta identitas merupakan pengguna media sosial. Pertumbuhan tahunan pengguna internet mencapai 8,7%, atau bertambah 17 juta pengguna baru dalam setahun terakhir.

Dengan begitu banyaknya pengguna ponsel, di satu sisi memang memungkinkan para warganet Kepada mengakses informasi yang mereka inginkan. Tetapi, di sisi yang lain, meluasnya penggunaan ponsel dan internet Rupanya juga melahirkan sejumlah risiko. Enggak sekali-dua kali masyarakat menjadi korban tindak kejahatan siber dan terpaksa harus menderita kerugian sosial-ekonomi.

Pertama, menjadi korban ancaman keamanan data, seperti menjadi korban praktik peretasan dan pencurian data. Berbagai kasus phishing dan penipuan online, malware dan virus, serta serangan DDoS ialah hal yang Lanjut terjadi dari waktu ke waktu. Masyarakat yang belum Mempunyai kesadaran dan literasi yang kuat sering menjadi korban para penjahat di era digital yang melakukan penipuan online, pencurian informasi kartu kredit, dan korban berbagai kasus transaksi ilegal.

Sudah bukan rahasia Tengah, akibat ketidaktahuan sebagian besar warganet, mereka cenderung rawan menjadi korban tindak cybercrime. Di Indonesia, sudah berkali-kali data pribadi masyarakat yang dibobol para hacker dan kemudian dijual di berbagai situs gelap Kepada kepentingan komersial dan politis. Masyarakat yang Enggak Mengerti apa-apa Rupanya menjadi korban pengumpulan data pribadi Kepada kepentingan komersial dan tujuan kejahatan.

Cek Artikel:  Kemenangan Trump, Krisis Timteng, dan Pengaruh bagi RI

Kedua, risiko menjadi korban perundungan dan korban akibat meluasnya konten-konten Imitasi dan konten-konten yang substansinya berbahaya. Di media sosial, terutama, sudah bukan rahasia Tengah Apabila dalam hitungan detik selalu bermunculan berbagai hoaks, informasi Imitasi dan disinformasi, ujaran kebencian dan pelecehan online, konten yang tak Layak, dan berbagai informasi lain yang Enggak Layak.

Masyarakat yang sebagian besar ialah konsumen konten-konten di media sosial sering tanpa sadar ikut meresirkulasi konten-konten yang bermasalah itu ke grup-grup percakapan online tanpa menyadari bahwa tindakan mereka salah. Terdapat kecenderungan asalkan sebuah informasi merupakan informasi yang sedang viral dan bombastis, Bahkan para warganet akan terdorong Kepada meresirkulasi tanpa memeriksa terlebih dahulu akurasi dan kebenaran informasinya.

Di kalangan warganet, praktik cyber bullying diakui atau Enggak juga menjadi bagian dari kehidupan masyarakat digital yang Enggak terhindarkan. Masyarakat yang sudah telanjur menderita mental disorder karena nomophobia dan adiksi dalam pengunaan ponsel serta internet sering Bahkan terperangkap pada ancaman bahaya di balik meluasnya penggunaan gadget. Enggak sedikit warganet yang menjadi korban cyber bullying dan terpaksa harus mengalami gangguan psikologis karena dirundung di dunia maya.

 

PERLINDUNGAN

Kepada mencegah agar masyarakat Enggak menjadi korban karena masuk ruang digital yang Enggak Terjamin, pemerintah sebetulnya telah melakukan berbagai upaya. Spesifik Kepada anak-anak, salah satu yang terbaru ialah melalui pengeluaran Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025. Peraturan itu mengatur tata kelola perlindungan anak di ruang digital.

Cek Artikel:  Keyakinan dan Kohesi Sosial di Tengah Kontestasi Politik

Dengan mengatur tata kelola perlindungan anak di ruang digital ini, pemerintah Enggak berniat membatasi akses digital bagi anak-anak. Dalam berbagai penjelasan yang disampaikan pejabat Kemenkomdigi, pemerintah dikatakan Enggak bermaksud membatasi akses anak-anak terhadap internet dan teknologi digital, tetapi menunda akses tersebut hingga usia yang Cocok. Penundaan itu bertujuan memastikan anak-anak Mempunyai kesiapan dalam menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab.

Spesifik Kepada anak-anak, posisi mereka harus diakui memang Lagi rentan dan rawan terkontaminasi informasi yang berbahaya ketika diizinkan masuk ke dunia maya, tanpa pendampingan dan perlindungan yang memadai. Kepada itu, berbagai platform media sosial, selain harus menyediakan jalur komunikasi yang Segera Kepada merespons laporan konten-konten yang bermasalah, harus ikut bertanggung jawab menyaring konten-konten yang berbau kekerasan, pornografi, dan konten-konten lain yang berbahaya bagi kelangsungan pertumbuhan psikologis anak-anak.

Belum setahun menjabat, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mencatat telah men-take down Nyaris 1,4 juta situs yang dinilai bermasalah. Masalahnya ialah, ketika Terdapat situas bermasalah yang di-take down, dalam hitungan detik muncul kembali situs-situs yang sama dengan nama yang berbeda. Menjaga stamina dan Lanjut bersikap proaktif ialah sebuah keharusan agar ulah para penjahat siber dapat direduksi dan anak-anak kita dapat diselamatkan dari berbagai ancaman yang ditebar di dunia maya.

Mungkin Anda Menyukai