PEMERINTAH akan mencabut moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia ke Arab Saudi. Apabila bulan ini kesepakatan dengan pihak Arab Saudi dicapai, gelombang pertama pekerja migran akan berangkat pada Juni mendatang.
Moratorium yang berlaku sejak 2015 tersebut dinilai menutup Kesempatan masuknya devisa sebanyak Rp31 triliun. Menurut Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding, potensi devisa itu berasal dari 400 ribu pekerja domestik lingkungan rumah tangga dan 200 ribu-250 ribu pekerja formal.
Seiring dengan itu, DPR dan pemerintah akan merampungkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) sebagai revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017. Beleid baru tersebut bertujuan memperkuat Perlindungan terhadap pekerja Indonesia di luar negeri.
Tentu, idealnya, ketika keran ekspor pekerja ke Arab Saudi dibuka, undang-undang itu sudah disahkan sebagai bentuk kepastian perlindungan yang lebih Bagus oleh negara. Gayung bersambut, Panitia Kerja (Panja) RUU PPMI telah menuntaskan pembahasan. Hasilnya akan dibawa ke rapat pandangan mini fraksi, esok.
Hanya, RUU tersebut dinilai sejumlah aktivis belum memberikan perlindungan yang diharapkan. Salah satunya, Lagi Terdapat diskriminasi dengan hanya mengakui pekerja migran prosedural. Padahal, konstitusi lewat Pasal 28 D ayat (1) dan ayat (2) menjamin hak tiap Kaum negara atas perlindungan, bekerja, serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dalam Rekanan kerja.
Adanya pekerja migran nonprosedural atau Normal disebut sebagai ilegal sesungguhnya cermin kegagalan negara memberikan perlindungan paripurna mulai dari perekrutan di dalam negeri. Bukannya membuka akses selebar-lebarnya disertai kemudahan kepada calon pekerja migran, prosedurnya malah terkesan dipersulit. Akibatnya, para agen penempatan pekerja migran nonprosedural mudah mendapatkan mangsa dan mengekspolitasi mereka.
Jaringan Advokasi Kawal RUU PPMI turut menyayangkan Enggak diakuinya pekerja migran dengan kontrak Sendiri. Yang diakui hanya yang lewat perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) dan agen penempatan. Di sisi lain, kasus Pemanfaatan oleh P3MI dan agen Lanjut marak. Mereka mengabaikan hak-hak pekerja migran dengan menahan seluruh Berkas pekerja.
Hal lain yang mengkhawatirkan, dari 600 ribu calon pekerja yang akan dikirim ke Arab Saudi, mayoritas akan bekerja di lingkungan rumah tangga. Kemampuan negara melindungi mereka sesungguhnya patut dipertanyakan ketika di negeri sendiri saja, pekerja rumah tangga belum terlindungi.
Pimpinan DPR RI lintas empat periode masa jabatan membiarkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) terkatung-katung selama 20 tahun. Sementara itu, kasus-kasus Pemanfaatan hingga penganiayaan terhadap pekerja rumah tangga Lanjut terjadi. Seyogianya pengesahan RUU PPRT patut disegerakan.
Perlindungan yang Lagi karut-marut dalam draf RUU PPMI Enggak terlepas dari minimnya partisipasi publik, khususnya para pekerja migran, pada proses pembahasan. Kita ingatkan, DPR dan pemerintah wajib mendengarkan aspirasi mereka agar perlindungan menjadi optimal.
RUU Pekerja Migran harus secara tegas mengatur substansi perlindungan itu, Bagus yang bersifat hukum maupun pemenuhan hak-hak Kaum negara yang bekerja di negeri orang. Jangan sekadar memburu devisa, tapi perlindungan terhadap mereka Normal-Normal saja, bahkan nyaris tiada.