Perkara Rasuah Timah, Saksi Ungkap Jaminan Reklamasi Tambang

Perkara Rasuah Timah, Saksi Ungkap Jaminan Reklamasi Tambang
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah Helena Lim menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta(ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

SAKSI Manajer Keuangan Refined Bangka Tin, Ayu Lestari Yusman, mengungkap jaminan soal reklamasi tambang. Hal itu dibeberkan Ayu dalam sidang perkara rasuah timah, yang disebut merugikan negara Rp300 triliun.

“PT RBT pernah menempatkan jaminan reklamasi setiap tahunnya,” tutur Ayu Lestari, dalam keterangannya yang dikutip Senin, 9 September 2024.

Hal tersebut diungkap Ayu, karena pihaknya telah membayar dana jaminan reklamasi sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap pelestarian lingkungan di wilayah tambang tempatnya beroperasi.

Baca juga : Harvey Moeis dan Helena Lim Segera Disidang di Kasus Korupsi Timah

Biaya Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup itu dibayarkan perusahaan saat mengajukan IUP wilayah pertambangan seperti amanah Pasal 43 Ayat (2) butir (a) UPPLH.

Terdapatpun dana jaminan pemulihan lingkungan hidup adalah dana yang disiapkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan untuk pemulihan kualitas lingkungan hidup yang rusak karena kegiatannya.

Meski demikian, Ayu mengaku tak ingat berapa besar nominal dana jaminan yang dibayarkan tersebut. Yang ia bisa pastikan adalah nominal yang dibayarkan sudah sesuai dengan ketentuan dari Dinas Kekuatan dan Sumberdaya Mineral (ESDM) setempat.

Cek Artikel:  Dewas KPK Janji Segera Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron

Baca juga : 6 Tersangka Korupsi Timah Dikenakan TPPU, Termasuk Harvey Moeis dan Helena Lim

“Jumlahnya ratusan juta, dan dasar jumlah penempatan jaminan reklamasi berdasarkan surat dari dinas ESDM,” tegas dia.

Dalam kesempatan itu ia juga memastikan bahwa dalam menjalankan kegiatannya. Pihaknya memperoleh bijih timah dari wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah.

“Bijih timah yang dipergunakan untuk kerja sama adalah bijih timah yang diperoleh langsung dari IUP PT Timah,” sambung dia.

Baca juga : Saksi Kasus Korupsi Timah Ungkap PT RBT Sudah Bayar Jaminan Pemulihan Lingkungan

Pernyataan tersebut sekaligus membantah tuduhan yang menyebut bahwa kegiatan pertambangan yang dilakukan, merambah kawasan hutan lindung dan merusak lingkungan.

Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan dari saksi lainnya yang hadir dalam persidangan di hari yang sama, Direktur CV Sahabat Jaya, Kurniawan Efendi Bong.

Kurniawan adalah pemilik lahan yang masuk dalam wilayah IUP PT Timah. Dalam kerja samanya dengan PT Timah, ia mengatakan bahwa lahan tempat aktivitas pertambangan merupakan tanah perkebunan baik miliknya maupun wilayah masyarakat lain yang ia beli.

Cek Artikel:  PBNU Dukung Kemenag soal Penayangan Azan Diganti Running Text saat Misa Kudus Paus Fransiskus

Baca juga : Safiri Kerugian Rp300 Triliun Kasus Korupsi Timah Sepuhi Kontorversi

“Tak ada kawasan hutan yang ditambang, PT Timah sudah menentukan tidak ada penambangan di hutan,” sambung dia.

Dalam persidangan tersebut, Kurniawan menegaskan kesaksian saksi-saksi sebelumnya mengenai pola kemitraan PT Timah dengan masyarakat pemilik lahan yang masuk dalam lingkup IUP PT Timah.

“PT Timah merangkul masyarakat menggunakan CV termasuk CV Sahabat Jaya,” jelas dia.

Pola kemitraan tersebut sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 136 UU Pertambangan di mana pemilik IUP harus menyelesaikan hak atas tanah sebelum melakukan operasi.

Pola kemitraan dengan masyarakat ini sendiri dipandang sebagai win-win solution karena pada faktanya, tanah yang dikuasai oleh PT Timah jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan total luas lahan pada IUP PT Timah, sehingga menyebabkan konflik antara masyarakat dengan PT Timah.

Dengan adanya pola kemitraan denga masyarakat pemilik lahan seperti Kurniawan, PT Timah tetap bisa memperoleh timah yang ada pada wilayah IUP-nya, sementara masyarakat pemilik lahan juga memperoleh hak ekonomi atas lahannya.

Cek Artikel:  Polri Antisipasi Serangan Siber saat Kunjungan Paus Fransiskus

​Dalam kasus ini, Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan pencucian uang. Tuduhan pertama, dia disangkakan merugikan negara Rp300 triliun.

“Merugikan keuangan negara sebear Rp300.003.263.938.131,14 berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah,” kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Mulia (Kejagung) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 14 Agustus 2024.

Doku yang sudah diterima diduga disamarkan Harvey. Dia membeli sejumlah barang sampai mengirimkan ke Sandra Dewi.

“Harvey Moeis (diduga melakukan) merupakan perbuatan menempatkan, menyembunyikan, atau menyamarkan sehingga seolah-olah harta kekayaan tersebut tidak ada kaitannya sebagai uang hasil tindak pidana korupsi,” kata jaksa.

Dalam pencucian uang ini, Harvey dibantu oleh selebgram Helena Lim yang memiliki perusahaan money changer PT Quantum Skyline Exchange. Doku rupiah uang ditukarkan suami Sandra Dewi itu menjadi dolar Singapura dan Amerika dalam periode 2018 sampai 2023. (M-4)

Mungkin Anda Menyukai