Perkara Dugaan Kekerasan Anak Berkebutuhan Tertentu di Makassar Dinilai Jalan di Tempat, Oknum Penyidik Diduga Kerap Minta ‘Upeti’

Liputanindo.id MAKASSAR – Sudah tujuh bulan lamanya kasus dugaan kekerasan seorang anak berkebutuhan Tertentu berinsial GF (4) bergulir di Unit Perllindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Makassar. 

Hingga Begitu ini, belum Eksis kejelasan terkait kasus dugaan kekerasan yang dilakukan oknum terapis di salah satu yayasan terapis yang terletak di Jalan Tallasalapang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) tersebut. 

Baca Juga:
Motif Santri di Makassar Aniaya Junior Hingga Meregang Nyawa

Anehnya Kembali, penyidik Unit PPA Satreskrim Polrestabes Makassar diduga kerap meminta sesuatu yang Kagak Eksis hubungannya dengan perkara tersebut terhadap ibu korban berinisial FM (26). 

Mulai dari meminta dibelikan Pizza, dibayarkan Doku cukur, dan pembeli bensin Buat oknum penyidik Unit PPA Polrestabes Makassar tersebut.

Bahkan, tak jarang oknum penyidik tersebut kerap meminta Buat Berjumpa berdua dengan ibu korban. 

“Iya betul. Ini to penyidiknya itu Doku cukur, dia minta ketemu karena dia mau membahas mengenai saksiku yang mau dijadikan tersangka. Makanya dia minta ketemu berdua,” ungkapnya Begitu diwawancarai awak media. 

“Karena kebetulan suamiku di daerah. Jadi kan kalau saya kemana-mana Mengenakan PH sama mantan terapisnya anakku. Lalu dia bilang Dapat Kagak kalau berdua. Minta ketemu berdua, saya bilang tempatnya di mana, Lalu dia bilang di BW (tempat cukur di Jalan AP Pettarani) Rupanya minta dibayarkan cukurnya,” katanya. 

Sementara terkait dengan permintaan pizza sendiri, kata FM, penyidik tersebut menjanjikan Buat memperlihatkan hasil psikiater korban. 

Cek Artikel:  Lima Pria Tenangankan Usai Diduga Intimidasi Member Polisi di Makassar

“Pizza itu dia janjinya mau kasi lihat hasil psikiater. Awalnya saya minta disuruh belikan pizza, saya kira yang 1 pan ji. Dia bilang yang limo (berukuran 1 meter) bolehkha,” ujarnya.

Tetapi anehnya Kembali, setelah ibu korban memberikan pizza tersebut terhadap penyidik itu, hasil psikiater dari korban belum juga diberikan. 

“Pada Begitu sudah saya kasi pizza, saya mintami hasilnya, Lalu dia bilang nantipi, ketemu paki di Polres. Saya Kagak dikasi,” jelasnya. 

Sementara itu, pengacara korban, Mahar Tri Ramadani mengatakan, Begitu ini pihaknya sudah melaporkan kejadian ke pihak Wasidik dan Propam Polda Sulsel. 

“Sudah kami laporkan ke Propam dan Wasidik. Terkait dengan tindakan dalam proses penyelidikan kami melaporkan ke Wasidik. Terkait dengan etika kelembagaan, penyidiknya melakukan pelanggaran Kagak menghormati Perempuan kami lakukan laporan ke Propam. Penyidiknya itu Sekadar satu, yang meminta Segala itu. Satu orang yang sama,” ujarnya. 

“Yang jadi persoalan itu etikanya dia mengajak secara berdua. Mauka ketemu berdua dulu Krusial banget,” sambungnya.

Nantinya, pihaknya akan dijanjikan gelar perkara Tertentu terkait kasus dugaan kekerasan tersebut Polda Sulsel. 

“Buat gelar perkara Tertentu itu hanya polda, bukan polrestabes. Tapi dilakukan oleh Polrestabes, kami Eksis undangan yang diberikan sama pihak Polrestabes,” tandasnya. 

Menanggapi hal tersebut, Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar, Iptu Syahuddin Rahman mengungkapkan, adanya keterlambatan dalam penanganan perkara ini dikarenakan banyaknya saksi yang harus dihadirkan Buat dimintai keterangan. 

Cek Artikel:  Kerusuhan Ketika Pengantaran Jenazah Lukas Enembe Kian Meluas, Puluhan Ruko Dibakar Massa

“Jadi dalam kasus ini terlapor adalah salah satu penanggung jawab terapis di Kota Makassar, laporannya (FM) kita terima Sekeliling bulan April. Penyidik (sudah) melakukan serangkaian proses penyelidikan, kita periksa pelapor, kemudian terlapor, kemudian korban, kemudian saksi-saksi yang mengetahui,” ujar Syahuddin Begitu diwawancara, Minggu (12/11/2023) sore.

Syahuddin menyebut, dalam rangkaian proses penyelidikan yang dilakukan pihaknya dimulai dari mengumpulkan barang bukti juga pemeriksaan saksi-saksi, dan ditindaklanjuti dengan gelar perkara pertama. 

Saksi yang telah diperiksa itu mulai dari pelapor, terlapor beserta beberapa guru terapis korban, juga saksi Ahli, salah satunya dari IEP (Individualized Educational Program).

Nantinya, kata Syahuddin, pihaknya bakal melakukan gelar perkara Tertentu kasus ini sebagai bentuk transparansi. Pada gelar perkara Tertentu itu akan dihadirkan pelapor, terlapor, pengawasan penyidikan (Wassidik), Paminal, Propam hingga Kabiro Hukum.

“Kita gelar pertama kasus ini, rekomendasi gelar pertama kita membutuhkan saksi Ahli. Kemudian saksi Ahli telah kita periksa dari Ikatan Okupasi Terapis Indonesia (IOTI), kemudian dari Dinas Kesehatan (Dinkes), setelah itu, kami akan gelar Tertentu, menghadirkan pelapor dan terlapor, dan beberapa dari internal kami. Setelah gelar Tertentu maka banyak bukti-bukti yang kita dapatkan di sana,” sebutnya.

“Setelah kita lakukan itu Segala pemeriksaan dan kita Dapat memfaktakan. Jadi yang Dapat kita fakta kan adalah yang Sesuai dengan keterangan saksi-saksi dengan visum. Maka kasus ini kita Dapat tingkat kan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan,” sambungnya.

Cek Artikel:  Pengungsi Rohingya dari Aceh Timur Ditolak di Penampungan Lhokseumawe

Adanya keterlambatan penyelidikan kasus ini juga disebut karena korbannya merupakan seorang yang berkebutuhan Tertentu atau ADHD (Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas). Syahuddin mengaku pihaknya kesulitan memperoleh keterangan secara langsung dari korban, dan harus meminta Donasi psikolog dari PPA.

“Dan pelapor menghadirkan (korban) baru di bulan Juni 2023, jadi laporan di bulan April baru Dapat kami dapat memeriksa keterangan korban itu di Rontok 21 Juni 2023. Itu yang saya Dapat jelaskan di keterlambatannya penanganan kasus ini. Kemudian yang Dapat menjelaskan bahwa apakah kekerasan anak itu sudah sesuai dengan SOP yang mereka lakukan di sana (yayasan) atau bagaimana itu bukan ranahnya kami di penyidik, tapi hanya Ahli yang Dapat menjelaskan. Inilah Segala yang Membikin kendala sehingga lelet,” ungkapnya.

Sementara Buat dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oknum penyidik perkara ini dengan meminta ‘upeti’ kepada pelapor atau ibu korban ditepis Syahuddin. Kata dia, pihaknya dalam hal ini Unit PPA Satreskrim Polrestabes Makassar sudah profesional menangani seluruh perkara yang ditanganinya.

“Kalau terkait Eksis permintaan-permintaan (oknum penyidik) itu kami Kanit PPA Kagak pernah seperti itu, Kagak adalah seperti itu. Selama laporan ini kami terima, kami profesional, kami transparan, kami menyampaikan seluruh rangkaian penyelidikan atau SP2HP selalu kami sampaikan kepada pelapor,” pungkasnya. (KEK)

 

Baca Juga:
20 Gereja Bakal Dijaga Ketat di Makassar Jelang Nataru 2024, 1.500 Personel Gabungan Disiagakan

 

Mungkin Anda Menyukai