Liputanindo.id JAKARTA – Sejumlah vendor yang berpartisipasi dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021 tetap gigih dalam upaya memperjuangkan hak mereka. Mereka menuntut agar pemerintah dan Panitia Besar PON Papua 2021 segera membayar nilai kerja sama yang telah disetujui sebelumnya, menciptakan ketegangan baru di belakang panggung kegiatan olahraga nasional yang bergengsi.
Permasalahan ini bermula pada tahun 2023, saat sejumlah vendor di Papua 2021 mengungkapkan belum menerima pembayaran. PT Arras Protama Sejahtera, penyedia peralatan seperti kacamata, helm, dan sarung tangan untuk turnamen tersebut, menyatakan bahwa mereka tidak menerima pembayaran dari penyelenggara.
PT Arras Protama Sejahtera, lewat Direktur Julita Mada Saragih mengaku kerugian yang ditanggung pihaknya mencapai miliyaran Rupiah. Terlebih ini sudah lebih dari dua tahun lamanya sejak turnamen tersebut rampung digelar.
Sebelumnya, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo sempat memberikan tanggapannya terhadap polemik ini. Kepada sejumlah wartawan pada Kamis (18/1/2024) lalu, Dito menyebut akan mencari solusi atas masalah pembayaran yang belum terselesaikan bagi sejumlah vendor.
Tetapi, Julita mengaku hingga sekarang, pihaknya belum mendapat respon atau tindakan lebih lanjut dari pihak Kemenpora ataupun pihak terkait. Padahal pihaknya telah melayangkan surat ke kantor Kemenpora sejak akhir tahun 2023.
“Kami belum mendapat balasan. Di mana kami meminta surat yang kami masukkan ke pihak Kemenpora dapat ditanggapi dengan baik. Mungkin secara tertulis, ataupun diundang. Sepatutnya Kemenpora dapat mengundang vendor-vendor untuk menanyakan langsung, apakah benar situasi ini.
“Ataupun pihak Komite Olahraga Nasional (KONI) bisa menanggapi, karena berhubungan langsung dengan event ini. Belum ada respon dari KONI,” kata dia dalam jumpa persnya di Jakarta Timur, Kamis (1/2/2024).
Dalam kesempatan tersebut, hadir pula perwakilan sejumlah vendor PON Papua yang senasib dengan PT Arras Protama Sejahtera. Di antaranya, Anil (PT Orindo Prima), Dede (PT. Pesky Rekayasa), Frengky (PT Jasa Penting Karya Cemerlang) hingga Emha (PT. Rangga).
“Kami berharap, memang benar ini adalah tanggung jawab dari Pemerintah Provinsi Papua. Tapi buat kami melihat acara PON ini event negara, kami mohon dengan sangat agar pemerintah pusat memberi dukungan terhadap kami agar kasus ini bisa diselesaikan,” terang Julita.
Dia mengaku khawatir, seiring PON XXI Aceh-Sumut 2024 akan diselenggarakan, kasus ini akhirnya tenggelam begitu saja.
“Bagaimana ya rasanya, satu event baru dipersiapkan dan digembor-gemborkan, sementara event lama pertanggungjawabannya belum diselesaikan,” tegas dia.
Tempuh Jalur Hukum
Kuasa Hukum PT Arras Protama, Yulianto mengatakan pihaknya telah menempuh jalur hukum dalam penyelesaian masalah ini. Di mana, kasus ini telah di tahap persidangan di Pengadilan Negeri Jayapura.
Eksispun, Yulianto menyebut dalam persidangan tersebut, pihak yang tergugat antara lain; Kementerian Keuangan RI (Tergugat I), Pemprov Papua (Tergugat II) dan pihak penyelenggara seperti Ketua Biasa PB PON Papua (Tergugat III), Herlina R (Tergugat IV) selaku Pejabat Penanggungjawab Kegiatan dan Ketua Harian PB PON Papua, Dr Yunus Wonda, SH, MH (Tergugat V) yang juga selaku Kuasa Pengelola Anggaran PB PON Papua.
Gugatan ini mencakup tuntutan wanprestasi dan ganti rugi terkait pengadaan peralatan olahraga untuk Cabang Olahraga (Cabor) dalam PON Papua 2021.
“Kami telah melakukan advokasi ke pengadilan. Ini merupakan gugatan yang kedua setelah gugatan pertama kami perbaiki karena menurut pertimbangan hakim, kami harus menggugat pemerintah. Kami sepekati, dan akhirnya kami menggugat pemerintah pusat, pemerintah daerah dan PB PON,” terangnya.
“Demi ini, kasus ini telah sampai di sidang kesepuluh. Tapi belum ada terlihat niat baik dari pemerintah untuk menyelesaikan. Bahkan terkesan cuci tangan. Sepatutnya pemerintah harus lebih bijak dan tidak menganggap ini sepele,” tandasnya.
Yulianto menekankan, pihaknya tidak akan berhenti berjuang untuk mendapatkan haknya, terlebih bukan pihaknya saja yang menjadi korban. Dia berharap kasus ini tidak akan terulang lagi, mengingat angka kerugian yang ditanggung tidak sedikit.
“Sekadar kami lihat hingga saat ini tidak ada sedikitpun dari pihak yang kami gugat itupun berupaya menyelesaikan. Ini yang sangat disayangkan,” tutup dia. (RMA)