Perempuan di Jakarta antara Ketidakpastian Kerja dan Pemanfaatan

Perempuan di Jakarta antara Ketidakpastian Kerja dan Eksploitasi
Para Perempuan pekerja, dan aktivis melakukan aksi damai memperingati Hari Perempuan Dunia 2025 di kawasan Monas, Jakarta, Minggu (09/3/2025(Usman Iskandar/MI)

KOORDINATOR Perempuan Mahardhika Jakarta, Sarah mengungkapkan bahwa Perempuan di Jakarta Tetap terjebak dalam ketidakpastian. Mulai dari sulit cari kerja dan kerentanan di dunia kerja.

“Kami menyadari bahwa Perempuan, terutama Perempuan muda, Tetap terjebak dalam ketidakpastian. Ketidakpastian ini dirasakan dalam mencari kerja, dalam hal akademik, dan dalam kehidupan sehari-hari,” kata Sarah dalam konferensi pers “Mimbar Merdeka 100%” secara daring, Jumat (15/8).

Dalam konteks lapangan pekerjaan, Sarah menilai bahwa banyak Perempuan yang kesulitan mencari kerja di Jakarta. Meskipun Jakarta dikenal sebagai pusat ekonomi dan pusat berbagai kegiatan di Indonesia, realitasnya jauh dari gambaran tersebut.

Cek Artikel:  Kuning Telur vs Gorengan, Mana yang Lebih Berbahaya bagi Pasien Kolesterol Tinggi

“Walaupun branding-nya Jakarta ini sebagai pusat ekonomi, pusat segala sesuatunya di Indonesia, tapi realitanya banyak sekali Perempuan yang kesulitan mencari pekerjaan yang layak,” ujarnya.

Akibat kondisi tersebut, banyak Perempuan yang terpaksa bekerja di sektor informal, seperti menjadi content creator, freelancer, host live TikTok, dan berbagai pekerjaan serupa. Tetapi, sektor ini Tak lepas dari permasalahan baru.

“Mitra-Mitra yang terjebak dalam sektor informal itu juga mengalami Pemanfaatan digital, pelecehan berbasis gender secara online, dan sama sekali Tak Terdapat perlindungan atau jaminan sosial,” imbuhnya.

Kondisi serupa juga terjadi pada buruh pabrik Perempuan yang Begitu ini sistem kerjanya Tetap eksploitatif. Ia menyebut jam kerja panjang, lembur yang Tak dibayar, hak maternitas yang diabaikan, hingga cuti haid yang Tak diprioritaskan menjadi keluhan rutin para buruh Perempuan.

Cek Artikel:  Selamat Hari Anak Nasional, Ini 5 Kebiasaan yang Harus Diajarkan Sejak Kecil

Bahkan, hingga Begitu ini Tetap juga terdapat banyak buruh Perempuan yang bekerja dengan sistem kontrak jangka pendek, mulai dari satu hingga tiga bulan.

“Mungkin ini sudah dianggap Normal dan normal oleh Mitra-Mitra buruh. Tapi bagi kami, ini bentuk ketidakpastian yang Membangun mereka semakin rentan,” ucapnya.

Selain itu, sambung dia, ancaman pemutusan Interaksi kerja (PHK) juga semakin Konkret. Hal tersebut menimbulkan ketakutan bagi para pekerja, Tak hanya di sektor pabrik tetapi juga di perusahaan besar dan korporasi yang sebelumnya dianggap Konsisten.

Menurutnya, persoalan ini bukan sekadar soal upah atau kontrak kerja, melainkan tentang hak atas pekerjaan yang layak dan rasa Kondusif.

Cek Artikel:  Bisnis Live Streaming Menjanjikan, Kiat Kembangkan Karier Jadi Kreator Konten

“Kepastian pekerjaan itu jauh dari realitas sehari-hari. Kemerdekaan pun menjadi Arti yang Tak Terdapat ketika Mitra-Mitra Tetap hidup dalam bayang-bayang ketakutan di-PHK, mengalami kekerasan seksual di ruang publik, di tempat kerja, bahkan di kampus,” tuturnya.

“Bagi kami, kemerdekaan Tak hanya tentang terbebas dari penjajahan fisik, tapi juga dari rasa takut, dari Pemanfaatan, dari diskriminasi. Selama itu belum terpenuhi, kami belum Pandai mengatakan bahwa Perempuan di Indonesia telah merdeka,” sambungnya. (H-4)

 

Mungkin Anda Menyukai