Perempuan Aceh di Garis Depan Rehabilitasi Terumbu Karang di Titik Nihil Kilometer Indonesia

Bibit karang lokal yang diambil tak jauh dari Posisi penanaman Kepada diikat pada modul besi spider web.. Foto: Liputanindo.id/Fajri Fatmawati

Aceh: Sabang kaya dengan keindahan Dasar lautnya yang Bisa menghipnotis dan mencuri hati turis dari berbagai pelosok dunia. Keindahan alam Dasar laut Sabang sering dijadikan ikon pariwisata bahari. Tetapi kini kerusakan terumbu karang di Laut Sabang makin parah karenda Akibat perubahan iklim. 

Titik Nihil Kilometer Sabang, inilah ikon penanda Daerah di ujung Republik Indonesia, di Provinsi Aceh. Berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, Kepulauan Weh Sabang kaya dengan keanekaragaman Hidup serta keindahan alam Dasar lautnya sebagai ikon pariwisata bahari.

Di Pulau Weh terdapat destinasi wisata Iboih yang juga menjadi favorit para pelancong. Sayangnya, pesona Dasar laut Iboih ini terancam oleh kerusakan terumbu karang. Ancaman ini datang dari berbagai aktivitas pariwisata, Akibat perubahan iklim, penangkapan ikan yang merusak, pencemaran lingkungan, dan pemutihan karang (coral bleaching).


Terumbu karang di Laut Sabang. Foto: Liputanindo.id/Fajri Fatmawati

Tetapi, di balik ancaman yang Lalu mengintai itu, Terdapat secercah Asa. Nadya Tirta, seorang Perempuan lokal yang gigih memimpin upaya penyelamatan terumbu karang Berbarengan komunitasnya.

Dengan metode spider web, mereka merehabilitasi karang yang rusak, menghidupkan kembali ekosistem laut, dan mengembalikan Asa bagi nelayan serta masa depan ekowisata Sabang. Ini adalah kisah tentang ketangguhan Perempuan Aceh yang berjuang melestarikan ‘surga Dasar laut’ Indonesia.

Perempuan Penyelamat Terumbu Karang

Nadya yang mewarisi semangat konservasi dari mendiang ayahnya. Nadya mengubah keputusasaan menjadi aksi Konkret.

Dengan metode spider web, Nadya Berbarengan komunitas penyelam muda dari Yayasan Coral Oasis sejak 2019 menciptakan rumah baru bagi karang yang rusak. Ini adalah upaya yang dimulai oleh keluarganya setelah bencana tsunami Aceh.

“Karena di Sabang ini kan kekayaan alamnya sangat melimpah, cita-cita saya dari dulu memang Mau jadi peneliti Kepada meneliti daerah saya sendiri, khususnya di bagian lautnya,” ungkap Nadya Demi ditemui Liputanindo.id, Rabu, 29 Oktober 2025.

Nadya Tirta, Penyelamat terumbu karang di Titik Nihil Kilometer, Sabang, Aceh. Foto: Liputanindo.id/Fajri Fatmawati

Nadya, lulusan Magister Hidup di Universitas Syiah Kuala (USK) Aceh, menjadikan kisah mendiang ayahnya sebagai motivasi. Di detik-detik sebelum ayahnya mengembuskan napas terakhir, sang Orang Sepuh sempat berpesan kepada Nadya.

“Dek satu pesan Orang Sepuh, belajar Lalu ya, Orang Sepuh mau tidur sebentar,” kenang Nadya.

Tetapi, kata-kata terakhir itu Rupanya menyimpan Arti yang mendalam baginya. Sejak kecil, Nadya dikenal sebagai anak yang kritis dan penuh rasa Mau Paham. Kebiasaannya bertanya dan berdiskusi dengan ayahnya telah membentuknya menjadi pribadi yang Kehausan akan pengetahuan.

Transplantasi Terumbu Karang Dengan Metode ‘Spider Web’

Nadya Tirta Bukan tinggal Hening. Dia Berbarengan komunitasnya Pusat perhatian merehabilitasi terumbu karang. Mereka memilih bertindak ketimbang menunggu. Dengan penuh semangat, Nadya dan timnya memimpin program transplantasi karang menggunakan metode spider web atau jaring Keuntungan-Keuntungan buatan.

Prosesnya Bukan sederhana. Mereka merangkai besi menjadi modul berbentuk jaring Keuntungan-Keuntungan, melapisinya dengan resin anti karat, Lewat menaburi pasir laut agar bibit karang dapat menempel dan tumbuh.

Cek Artikel:  Bantah Buka Ekspor Pasir Laut, Jokowi: Bukan Pasir, tapi Sedimen


Nadya Tirta menunjukkan spider web. Foto: Liputanindo.id/Fajri Fatmawati

Setelah siap, modul-modul ini dibawa ke dasar laut Iboih dengan kedalaman delapan hingga sepuluh meter. Bibit karang lokal yang diambil tak jauh dari Posisi penanaman kemudian diikat satu per satu pada modul besi itu.

“Hari ini Terdapat 53 modul transplantasi karang yang telah kami letakkan di kawasan konservasi laut di Pulau Weh, Iboih, Sabang dengan luas Sekeliling 25 meter lebih. Jumlah ini belum cukup Kepada merehabilitasi area yang rusak,” ujar Nadya.

Pemantauan transplantasi dilakukan secara berkala, Yakni 1, 3, 6 bulan, dan 1 tahun pasca-penempatan modul. “Kami membersihkan media dari alga dan melakukan replanting Kepada karang yang Bukan survive. Tetapi, tingkat keberhasilan hidup karang belum terukur akibat fenomena bleaching akibat kenaikan suhu laut tahun Lewat,” jelasnya.


Terumbu karang di Laut Sabang. Foto: Liputanindo.id/Fajri Fatmawati

Kolaborasi dan Sejumput Optimisme

Dalam kegigihan Nadya dan komunitasnya, mereka menemukan Kawan sevisi dalam program tanggung jawab sosial dan lingkungan PT Pertamina International Shipping (PIS). Kolaborasi ini dibangun dari Asa yang sederhana Tetapi mulia, merawat dan menjaga keberlanjutan ekosistem laut Kepada generasi mendatang.

Program tersebut diwujudkan dalam aksi Konkret penanaman terumbu karang atau Coral Transplantation. Manager CSR PT Pertamina International Shipping, Alih Istik, menjelaskan bahwa ini merupakan bagian dari program Marine Biodiversity perusahaan.

“Ini adalah bagian dari program CSR kami. Sebelumnya kita sudah melakukan penanaman mangrove dan lamun di tempat yang berbeda. Hari ini kita memilih Sabang,” ujar Alih.

Manager CSR PT Pertamina International Shipping, Alih Istik. Foto: Liputanindo.id/Fajri Fatmawati

Alih menekankan bahwa Kepada menciptakan perairan yang sehat, diperlukan tiga elemen vital, ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang. Ketiganya saling terhubung dan mendukung kehidupan laut. Penanaman coral di Sabang ini, menurutnya, melengkapi rangkaian upaya restorasi yang telah dilakukan sebelumnya.

“Selain itu, Sekeliling 20 tahun yang Lewat kan di sini juga terimbas tsunami yang tentunya berdampak pada terumbu karang,” ucap Alih.

Alih berharap, dengan ikut melestarikan terumbu karang di titik ujung barat Indonesia, gelombang konservasi akan merambat ke Posisi-Posisi lainnya. “Kita juga Memperhatikan bahwa di sini Terdapat potensi terumbu karang yang sangat bagus Kepada kita jadikan bagian dari konservasi,” tambahnya.

Artinya, kesuksesan di Sabang Dapat menjadi blueprint dan inspirasi bagi rehabilitasi di banyak tempat lain. Timnya akan memantau perkembangan transplantasi karang ini secara rutin dan reguler minimal selama satu tahun ke depan, bekerja sama dengan Kawan-Kawan NGO lokal yang dilibatkan.

“Kita Mau memastikan bahwa apa yang kita tanam Bukan kita tinggal langsung begitu saja,” kata Alih.

Dengan pendekatan yang ilmiah, berkelanjutan, dan melibatkan komunitas lokal, kolaborasi antara semangat Nadya dan sumber daya Pertamina ini menitipkan sejumput optimisme. Setiap bibit terumbu karang yang ditanam bukan hanya sekadar struktur batu, melainkan sebuah janji Kepada memulihkan kejayaan biodiversitas laut Sabang, mengembalikan fungsi vitalnya sebagai penjaga keseimbangan alam di ujung barat Indonesia.

Cek Artikel:  KPK Tahan Dirut Totalindo Eka Persada dan Empat Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan Lahan di Rorotan Cilincing Jakut

Peran Perempuan dalam Konservasi Laut

Nadya Tirta menyoroti minimnya keterlibatan Perempuan dalam konservasi laut, padahal peran mereka sangat vital. Ia menekankan pentingnya peran Perempuan dalam pelestarian ekosistem laut.

“Perempuan itu ibarat ibu, Terdapat rasa merawat, menyayangi, melindungi jadi bila Perempuan bergerak di konservasi tentunya akan Mempunyai rasa Kepada melindungi apa yang telah ia usahakan. Minimnya peran Perempuan ini mungkin dikarenakan Bukan banyaknya penyelam Perempuan disini,” ungkap Nadya.

Peletakkan modul spider web di dasar laut, Sabang. (Metrotvnews,com/Fajri Fatma)

Ia mengakui sempat mendapat stigma negatif, seperti anggapan bahwa Perempuan Bukan Layak menyelam.

“Tentunya awal-awalnya sempat diremehkan. Apalagi sama orang yang nggak paham diving. Ngapain anak Perempuan harus nyelam-nyelam di laut. Karena mindsetnya Tetap anak Perempuan itu harus kalem, di rumah aja. Tapi keluarga saya malah support saya Kepada selalu melakukan kegiatan ini,” ceritanya Sembari tertawa.

Nadya Tirta, Penyelamat terumbu karang di Titik Nihil Kilometer, Sabang, Aceh. Foto: Liputanindo.id/Fajri Fatmawati

Tetapi, lelet laun, orang-orang di sekitarnya pun paham akan pentingnya rehabilitasi karang. “Seiring berjalannya waktu sekeliling juga paham kenapa saya harus melakukan rehabilitasi itu, karena saya juga Lalu sounding ke Kawan-Kawan bagaimana Langkah menanam karang,” ucapnya.

Karang yang Memutih, Masa Depan yang Suram

Laut Sabang menyimpan kekayaan alam Dasar laut, terumbu karang yang dulu menjadi rumah bagi ribuan biota laut. Tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, fenomena coral bleaching atau pemutihan karang akibat kenaikan suhu air laut telah merenggut Rona dan kehidupan terumbu karang. Kondisi ini diperparah oleh aktivitas Orang yang merusak, seperti pencemaran dan praktik penangkapan ikan Bukan ramah lingkungan.

Dosen dan Peneliti di Pusat Riset Program Studi Fakultas Kelautan Perikanan (FKP) Universitas Syiah Kuala (USK), Maria Ulfah, mengatakan penyebab kerusakan Ekosistem Terumbu Karang (ETK) berasal dari Unsur alam dan Orang.

“Pemanasan Dunia menjadi ancaman terbesar karena meningkatkan suhu permukaan laut Mengungguli batas normal (23-29°C). Pada 2010, suhu laut bahkan mencapai 36°C, memicu pemutihan karang secara masif,” ungkap Maria.

Dosen dan Peneliti di Pusat Riset Program Studi Fakultas Kelautan Perikanan (FKP) Universitas Syiah Kuala (USK), Maria Ulfah. (Liputanindo.id/Fajri Fatma)

Selain Unsur alam, pencemaran sampah laut turut mempercepat kerusakan. Sampah plastik, jaring, dan tali pancing menutupi polip karang hingga menyebabkan Mortalitas. Lebih berbahaya Kembali, plastik yang terurai menjadi mikroplastik mengganggu reproduksi karang, meningkatkan stres, dan merusak komunitas mikroba pendukung kehidupan terumbu karang. 

Praktik penangkapan ikan destruktif seperti penggunaan potasium (racun), bom ikan, dan pukat harimau juga menghancurkan ekosistem. “Potasium Bukan hanya membunuh ikan Sasaran, tetapi juga karang dan biota lain. Sementara bom ikan menghancurkan struktur karang, dan pukat harimau menyapu habis Segala kehidupan, termasuk ikan kecil dan karang,” papar Maria. 

Akibat pemutihan karang (bleaching) sudah terlihat Konkret. Pada 2010, 2016, dan 2024, Sekeliling 50 persen terumbu karang di Sabang dan Kabupaten Aceh Besar memutih. Suhu air laut yang meningkat Membangun karang stres, mengusir alga simbiotik yang memberi mereka Rona dan nutrisi. Tanpa alga, karang memutih dan perlahan Wafat. Sehingga mengancam kelangsungan hidup ikan-ikan yang bergantung padanya, seperti kakap, kerapu, dan lobster. 

Cek Artikel:  Fenomena Kotak Hampa, Ketua Komisi II DPR Usul Pilkada Ulang Kalau Calon Tunggal Kalah

Kerusakan ini berimbas pada ekonomi masyarakat pesisir. Nelayan kesulitan mendapatkan tangkapan karena ikan kehilangan habitat. Kalau dibiarkan, dampaknya akan meluas. Nelayan kehilangan sumber penghidupan, pariwisata bahari terancam, dan ekosistem laut runtuh.

“Kalau karang Wafat, nelayan Bukan Dapat menjual hasil tangkapan, pendapatan keluarga pun terancam,” Jernih Maria.

Hasil Tangkapan Nelayan: Asa Baru, Tantangan lelet

Sejak rehabilitasi terumbu karang di laut Sabang digiatkan, perlahan-lahan biota laut mulai kembali berdatangan. Beberapa nelayan mengakui peningkatan hasil tangkapan, terutama di area yang dekat dengan Posisi transplantasi karang.

“Alhamdulillah, setelah adanya pemulihan, Terdapat lah hasilnya, pendapatan nelayan kini kembali meningkat,” ujar salah satu nelayan Sabang, Fitra.

Terumbu karang dan biota Laut Sabang, Aceh. Foto: Liputanindo.id/Fajri Fatmawati

Tetapi, tak Segala nelayan merasakan Akibat yang sama. Beberapa menyatakan belum Memperhatikan adanya perubahan dan merasa ragu apakah usaha rehabilitasi Betul-Betul berdampak langsung terhadap penghidupan mereka. Ia juga mengungkapkan kekhawatiran soal aturan baru terkait penangkapan ikan yang dinilai membatasi ruang gerak mereka.

“Terdapat perubahan, tapi belum terasa besar. Laut ini luas, kadang hasil Tetap tergantung musim dan cuaca,” ungkap nelayan Sabang lainnya, Putra.

Dukungan Pemerintah dan Masa Depan Ekowisata: Jalan Panjang Menuju Keberlanjutan

Pemerintah setempat menyadari pentingnya konservasi ini. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sabang, Zulfan, menekankan bahwa edukasi dan sosialisasi tentang praktik penangkapan ikan ramah lingkungan Tetap perlu diperluas.

“Kondisi ekosistem laut harus Lalu dijaga. Kami selalu sosialisasikan Langkah menangkap ikan yang ramah lingkungan. Tapi kami juga paham Bukan mudah mengubah kebiasaan yang sudah turun-temurun,” Jernih Zulfan.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sabang, Zulfan. Foto: Liputanindo.id/Fajri Fatmawati

Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Weh ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.3919/Menhut-VII/KUH/2014 Rontok 14 Mei 2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan Pada Golongan Hutan Pulau Weh. Mempunyai potensi besar, Bukan hanya dari keanekaragaman Hidup, Tetapi juga ikon nasional seperti Tugu Kilometer Nihil. Kawasan ini terdiri dari 1.197 ha daratan dan 5.280,2 ha laut, serta merupakan jalur migrasi mamalia laut seperti lumba-lumba, serta sebagai tempat transit burung-burung migran.

Pesan dari Titik Nihil Kilometer


Titik Nihil kilometer Sabang. Foto: Liputanindo.id/Fajri Fatmawati

Bagi Nadya dan Kawan-temanya, perjuangan menyelamatkan terumbu karang adalah simbol ketahanan sekaligus kesadaran akan lingkungan. Di titik paling barat Indonesia, mereka mengirim pesan kepada dunia, bahwa menjaga laut bukan hanya soal teknis, tetapi juga soal sosial dan keadilan ekologis.

Meski menghadapi tantangan, ia tetap berharap lebih banyak masyarakat, terutama Perempuan, terlibat dalam aksi Konkret. “Semoga makin banyak yang terlibat dalam rehabilitasi karang ini, demi lingkungan dan masa depan anak cucu kita,” pesan Nadya.

Mungkin Anda Menyukai