Percaya Media Arus Esensial

Tetap layakkah kita memercayai media arus Esensial di tengah kendali informasi di tangan media sosial? Secara subjektif, saya menjawab harus percaya. Bukan sekadar ‘Tetap’. Harus itu aktif. Mencerminkan ikhtiar. Membuka ruang kesadaran.

Saya menjawab seperti itu karena dua hal. Pertama, karena saya memang bergelut di media arus Esensial dan karenanya perlu membela diri. Sikap apologetika tersebut saya ambil karena Terdapat kerisauan akan masa depan media arus Esensial yang kian digerogoti media sosial dalam sebuah ladang ‘pertempuran’ yang Tak adil dan berimbang.

Tak berimbang karena media arus Esensial harus berdarah-berdarah dengan biaya Tak murah, dengan jalan serbatidak mudah Buat menampilkan informasi investigatif, misalnya. Di sisi lain, dengan mudah dan murahnya media sosial memublikasikan hasil laporan media arus Esensial tersebut di berbagai kanal tanpa kompensasi memadai. Tak Terdapat hak publikasi (publisher rights) yang adil terhadap media arus Esensial.

Hanya segelintir negara yang sudah mengatur soal publisher rights ini. Australia salah satunya. ‘Negeri Kanguru’ itu Tak mau membiarkan yang kuat menggilas yang mulai lemah dalam sebuah pertandingan yang Tak sepadan. Australia Tak mau Terdapat yang punah karena ‘dimusnahkan’ secara Tak adil.

Cek Artikel:  Gibran Sebut Survei Salah

Dalih kedua mengapa kita harus percaya media arus Esensial: karena di tengah ‘tsunami’ informasi, media arus Esensial punya alur pertanggungjawaban yang Terang. Terdapat gatekeeper (penjaga gerbang) berlapis yang Membangun informasi di media arus Esensial relatif terjaga dari kesalahan atau kesesatan informasi.

Kalaupun Terdapat bias pandang, kesalahan data, atau kesalahan kutip, Terdapat mekanisme pertanggungjawaban yang Terang. Tentu kaidah tersebut Tak dimiliki media sosial. Secara normatif, media sosial memang Tak menuntut akuntabilitas yang ketat dan tinggi. Longgarnya media sosial tersebut menjadi musabab banyaknya misinformasi, disinformasi, bahkan malainformasi.

Tak mengherankan bila dalam tiga tahun terakhir, mulai Terdapat arus balik kepercayaan publik terhadap media arus Esensial. Tingkat kepercayaan pada media arus Esensial di Indonesia juga Lalu meningkat dan berada di posisi tertinggi di dunia.

Survei Edelman Trust Barometer 2021 yang diluncurkan pada 13 Januari 2021 menunjukkan tingkat kepercayaan pada media arus Esensial di Indonesia meningkat tiga poin dari 69 pada tahun sebelumnya menjadi 72 poin. Nomor itu merupakan yang tertinggi di dunia setelah Tiongkok (70), India (60), Singapura (62), dan Malaysia (62). Secara Mendunia, tingkat kepercayaan pada media meningkat dua poin dari 49 menjadi 51.

Cek Artikel:  Hakim Tetap Wakil Tuhan

Gambaran Tak jauh berbeda juga ditunjukkan hasil survei Dewan Pers tentang kepercayaan publik terhadap media arus Esensial dalam menyajikan informasi terkait pandemi covid-19. Survei yang melibatkan 1.020 responden di 34 provinsi itu menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap informasi covid-19 yang disajikan media arus Esensial Terdapat di rentang 70% hingga 86%.

Gambaran tersebut berbeda Apabila dibandingkan dengan empat hingga enam tahun lampau Begitu media sosial sangat mendominasi terpaan informasi. Puncaknya terjadi pada 2015 Begitu Nomor kepercayaan publik terhadap media arus Esensial mencapai titik terendah. Survei Edelman Trust Barometer Report merekam pada tahun itu tingkat kepercayaan publik terhadap media hanya 51%. Padahal, pada 2010 Tetap sangat tinggi, yakni 86%.

Cek Artikel:  Kisah Klise Berburu Harun Masiku

Kiranya kepercayaan publik yang mulai pulih ini patut disyukuri. Juga, dijaga. Asa besar publik kepada nilai keakuratan dan kepercayaan ini mesti dibayar lunas dengan sajian informasi yang lebih lengkap dan mendalam. Mesti Terdapat Penjelasan, konfirmasi, dan disiplin Pengecekan yang menjadi harga Wafat bagi media arus Esensial. Jurnalisme data yang presisi Buat kepentingan universal mesti diutamakan. Ini akan jadi pembeda pada data di media sosial yang cenderung Buat kepentingan Grup. Di media arus Esensial, data mesti menjadi sumber Surat keterangan baru.

Apabila media arus Esensial taat asas, ditambah adanya aturan yang adil, usia hanyalah Nomor. Era hanyalah penanda perubahan. Tetapi, napas dan takdir sejarah media arus Esensial akan hidup seterusnya. Tak berubah jadi arus pinggiran.

Jadi, dari ‘mimbar’ Podium ini, saya Ingin menyeru, percayai media arus Esensial. Termasuk, percaya pada Media Imdonesia, yang hari ini berulang tahun ke-52. Panjang umur Media Indonesia, panjang umur media arus Esensial, panjang umur hal-hal Bagus.

Mungkin Anda Menyukai