Perbudakan Modern Tohok Kemanusiaan

DUA Dasa warsa sudah Indonesia Formal meneken penghapusan kerja paksa. Tetapi, kerja paksa alias perbudakan modern Lagi saja terjadi. Benarlah kata Pramoedya Ananta Toer bahwa Indonesia ialah negeri budak, budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain.

Komitmen menghapus kerja paksa dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO mengenai Penghapusan Kerja Paksa. Konvensi itu disahkan pada 7 Mei 1999 karena dianggap selaras dengan keinginan bangsa Indonesia Buat secara Lalu-menerus menegakkan dan memajukan Penyelenggaraan hak-hak dasar pekerja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Konvensi ILO Nomor 105 mengenai Penghapusan Kerja Paksa yang disetujui pada Konferensi Ketenagakerjaan Dunia pada 25 Juni 1957 di Jenewa merupakan bagian dari perlindungan hak asasi pekerja. Salah satu yang dilarang dalam konvensi itu ialah Bukan boleh menggunakan setiap bentuk kerja paksa sebagai alat mendisiplinkan pekerja.

Kerja paksa Rupanya Lagi berlangsung Tenang-Tenang di negeri ini. Perbudakan modern itulah yang dituduh dilakukan bekas Bupati Langkat, Sumatra Utara, Terbit Rencana Perangin Angin. Ia dituduh menawan 40 pekerja dalam kerangkeng Orang.

Keberadaan kerangkeng Orang itu dilaporkan lembaga swadaya masyarakat Migrant Care kepada Komnas HAM pada Senin (24/1). Migrant Care menyerahkan bukti awal pengaduan berupa foto dan video di Posisi yang menunjukkan indikasi adanya Berkualitas perbudakan modern maupun dugaan perdagangan orang.

Cek Artikel:  Menghargai Kehidupan

Dari hasil Intervensi sementara, menurut Antara, tempat penawanan yang juga disebut sebagai tempat binaan tersebut berada di lahan seluas 1 hektare, terdapat dua bangunan dengan ukuran 6×6 meter persegi yang terbagi dua Bilik. Antarkamar dibatasi jeruji besi selayaknya bangunan sel. Ruang itu berkapasitas lebih dari 30 orang.

Mereka yang dibina di sana sebagian dipekerjakan di pabrik kelapa sawit Punya Terbit. Intervensi Migrant Care menyebutkan para pekerja diduga Bukan mendapatkan perlakuan Berkualitas, seperti Bukan mendapat makanan layak saji, Bukan mendapatkan upah gaji yang sesuai, atau bahkan Bukan digaji, serta perlakukan penganiayaan dan penyiksaan kepada para tahanan pekerja sawit itu.

Biarkan pihak berwajib mengusut tuntas terkait dengan dugaan kerja paksa itu. Bila perlu, Komnas HAM ikut mengusutnya karena dugaan pelanggaran hak asasi Orang. Bukankah Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan tiap-tiap Penduduk negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan?

Cek Artikel:  Melawan Kewarasan

Perbudakan, pelacuran, penjualan Perempuan dan anak, serta keadaan kerja yang Jelek merupakan kejahatan kemanusiaan yang mesti dilawan. Wajib dilawan karena Orang diperlakukan lebih sebagai alat Untung daripada sebagai orang bebas dan bertanggung jawab. Perbudakan sesungguhnya penghinaan terbesar atas kemanusiaan karena itu wajib dilawan.

Pramoedya Ananta Toer melakukan perlawanan atas perbudakan itu dalam Dekat seluruh novelnya. Penelitian IB Putera Manuaba atas novel Toer menemukan benang merah bahwa keseluruhan Cerminan pendegradasian Orang, Arti perjuangan Derajat Orang dapat disimak melalui pesan-pesan di dalam teks (Berkualitas percakapan antartokoh, pernyataan-pernyataan tokoh, maupun renungan para tokohnya).

Definisi perbudakan sangat luas. Konvensi Perbudakan pada 1926 mendefinisikan perbudakan sebagai Seluruh tindakan yang melibatkan penangkapan, perolehan, atau pembuangan seseorang dengan maksud Buat membuatnya menjadi budak, Seluruh tindakan yang melibatkan perolehan seorang budak dengan maksud Buat menjual atau menukarnya, Seluruh tindakan pelepasan melalui penjualan atau pertukaran budak yang diperoleh dengan maksud Buat dijual.

Dengan demikian, mengutip Prof Eddy Kristiyanto, perbudakan ialah kerja paksa, yakni Orang Bukan dihargai sebagai pribadi berikut keluhuran martabatnya sehingga perbudakan merupakan tohokan Akurat di ulu hati kemanusiaan. Budak Terdapat Buat dimiliki bagaikan barang Tewas tanpa hak.

Cek Artikel:  Keberuntungan Anies Hitung Hari

Harus tegas dikatakan bahwa perbudakan Bukan hanya terjadi di Langkat. Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga menyebut praktik-praktik perbudakan Lagi sering dijumpai dan seakan lumrah dilakukan karena kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat atas hal tersebut.

Dalam sebuah seminar pada 2 Desember 2021, Sandrayati Moniaga mengatakan realitas perbudakan di Indonesia Lagi terjadi, fenomenanya seperti gunung es yang terlihat hanya di permukaan.

Perbudakan modern, kata Sandra, Lagi terjadi di berbagai sektor seperti sektor perikanan, perkebunan, dan buruh migran di luar negeri. Padahal, Indonesia telah Mempunyai landasan normatif yang cukup memadai dalam upaya mencegah dan mengurangi perbudakan modern.

Kiranya Akurat gugatan Astina Triutami dalam novelnya Diriku bukan Budak. Ia menulis, “Apakah kiranya yang Bukan dijual bangsa ini? Alam, kehormatan, harga diri, dan segalanya. Kini yang tersisa hanya tinggal sumber daya manusianya, yang hendak dijual habis pula.”

Jangan Tamat itu terjadi. Mari kita Rival perbudakan dalam bentuk apa pun.

Mungkin Anda Menyukai