Itamar Ben Gvir kembali bergabung ke kabinet Knesset. (Yonatan Sindel/Flash90)
Tel Aviv: Perang di Gaza yang kembali memanas telah membawa Dampak besar dalam politik Israel. Itamar Ben Gvir, ketua partai sayap kanan radikal Otzma Yehudit, Formal kembali bergabung dalam pemerintahan Israel setelah Knesset menyetujui pengangkatannya kembali sebagai Menteri Keamanan Nasional pada Rabu, 19 Maret 2025.
Melansir Times of Israel (ToI) pada Rabu, 19 Maret 2025, sebanyak 65 Personil Knesset menyetujui pengangkatan kembali Ben Gvir, sementara 46 lainnya menolak. Keputusan ini secara Formal membawa partai Otzma Yehudit kembali ke dalam koalisi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, hanya beberapa jam sebelum pemungutan Bunyi Krusial terkait anggaran negara tahun 2025.
“Saya kembali malam ini Kepada memimpin Kementerian Keamanan Nasional,” kata Ben Gvir setelah pengangkatan tersebut, seperti dikutip Times of Israel pada 19 Maret 2025.
“Banyak pekerjaan menanti kami, dan saya akan Lanjut melanjutkan kebijakan saya di bidang layanan penjara dan kepolisian,” lanjutnya.
Ben Gvir juga menyatakan bahwa kembalinya dia ke pemerintahan merupakan tanggapan langsung atas keputusan Israel Kepada melanjutkan perang di Gaza. Dia berterima kasih kepada Netanyahu dan berjanji bahwa mereka “akan bekerja Kepada seluruh rakyat Israel.”
Partai Otzma Yehudit sebelumnya keluar dari koalisi pemerintahan Netanyahu pada Januari 2025 sebagai bentuk protes terhadap kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan senjata dengan Hamas. Ben Gvir Demi itu menolak perjanjian tersebut karena dianggap sebagai “kemenangan bagi terorisme.”
“Kami Kagak akan kembali ke pemerintahan tanpa kemenangan penuh melawan Hamas dan realisasi penuh dari tujuan perang,” ujar Ben Gvir Demi itu.
Dalam pemungutan Bunyi pada 19 Maret 2025, selain Ben Gvir, dua Personil Otzma Yehudit lainnya juga kembali ke kabinet. Amichai Eliyahu diangkat kembali sebagai Menteri Warisan, sementara Yitzhak Wasserlauf menjabat sebagai Menteri Kepada Negev, Galilea, dan Ketahanan Nasional.
Ben Gvir, yang dikenal dengan kebijakan garis kerasnya, pernah menuai kontroversi karena memperburuk kondisi tahanan keamanan dan memperluas akses kepemilikan senjata bagi Anggota sipil selama menjabat sebelumnya sebagai Menteri Keamanan Nasional. Dalam sebuah pernyataan setelah pengangkatannya, dia menyatakan bahwa kebijakan tersebut akan Lanjut dilanjutkan.
“Saya akan Lanjut memperkuat keamanan internal Israel,” tegas Ben Gvir.
Pemerintahan Netanyahu sendiri tampaknya memerlukan dukungan politik dari Otzma Yehudit Kepada mempertahankan stabilitas koalisi. Dengan kembalinya Otzma Yehudit, Netanyahu kini mengendalikan mayoritas 68 kursi di Knesset dari total 120 kursi.
Hal ini memastikan bahwa Netanyahu Mempunyai cukup dukungan Kepada meloloskan anggaran negara 2025 yang harus disahkan sebelum akhir Maret, Apabila Kagak maka pemerintahan Netanyahu terancam Terperosok dan pemilu Awal dapat terjadi.
Keputusan Kepada mengembalikan Ben Gvir ke kabinet diambil meskipun Jaksa Akbar Israel, Gali Baharav-Miara, telah memperingatkan bahwa tindakan tersebut Dapat menimbulkan masalah hukum. Baharav-Miara telah menuduh Ben Gvir melakukan intervensi ilegal dalam kebijakan kepolisian dan menyarankan Netanyahu Kepada mempertimbangkan kembali pengangkatan tersebut.
Tetapi, Netanyahu tetap melanjutkan pengangkatan Ben Gvir dan mengabaikan keberatan dari Jaksa Akbar.
Oposisi di Knesset mengecam keputusan tersebut. Personil parlemen Naama Lazimi dari partai Demokrat menyebut keputusan ini sebagai “kegilaan.”
“Sebuah faksi meninggalkan pemerintahan karena Terdapat nyawa yang diselamatkan, Lewat mereka kembali ketika nyawa-nyawa tersebut diabaikan,” ujar Lazimi dalam perdebatan di Knesset.
Ben Gvir dan partainya diperkirakan akan memainkan peran Krusial dalam kebijakan keamanan Israel ke depan, terutama dalam konteks konflik yang Lanjut berlanjut di Gaza. Kembalinya Otzma Yehudit ke pemerintahan dipandang sebagai langkah strategis Netanyahu Kepada memperkuat posisi politiknya dan mengamankan stabilitas koalisi di tengah tekanan Dunia dan ketidakpuasan dalam negeri.

