Peran Turki dalam Jatuhnya Rezim Assad di Suriah

Golongan pemberontak melancarkan gelombang serangan di Suriah sejak 27 November 2024. (Anadolu Agency)

Damaskus: Info jatuhnya Damaskus, ibu kota dari Suriah, ke tangan pemberontak telah mengguncang dunia. Setelah lebih dari satu Sepuluh tahun konflik brutal yang menewaskan ratusan ribu jiwa dan memaksa jutaan orang mengungsi, rakyat Suriah kini menghadapi babak baru dalam sejarah panjang perjuangan mereka.

Scott Lucas, profesor politik di University College Dublin, berbagi pandangannya tentang momen bersejarah ini dalam wawancara dengan media France 24.

Asa Baru Buat Mereka yang Bertahan

Bagi Scott Lucas, Informasi ini membawa Asa, meski dengan rasa haru. “Saya memikirkan para pengungsi, mereka yang kehilangan nyawa, dan mereka yang bertahan melalui penderitaan selama ini. Akhirnya Terdapat secercah Asa Buat masa depan Suriah secara politik, sosial, dan keamanan,” ujarnya.

Cek Artikel:  AS Teken Kontrak Rp65 Triliun Demi Musuh Senjata Pemusnah Massal

Damaskus menyambut kedatangan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan Golongan pemberontak lain tanpa perlawanan. Bunyi tembakan di ibu kota berubah menjadi simbol perayaan, mencerminkan momen langka kemenangan rakyat atas rezim Assad yang telah berkuasa selama 54 tahun.

Bisakah HTS Mempertahankan Persatuan Suriah?

Meski menjadi ujung tombak ofensif, HTS Kagak berjuang sendirian. Setidaknya 12 Golongan pemberontak lainnya bergabung dalam serangan ini, menciptakan koalisi yang Istimewa antara Golongan Islamis dan sekuler.

Turki memainkan peran Krusial dalam mendukung pemberontakan ini,” Jernih Lucas. Dengan latar belakang Variasi dan pengalaman bertempur bertahun-tahun, koalisi ini tampaknya sepakat Buat memulai pemerintahan sementara dan membangun kembali negara yang hancur. Tetapi, persatuan ini diuji oleh tantangan internal dan pengaruh eksternal.

Cek Artikel:  Sesalkan Aksi Penembakan Dirinya, Trump: Saya Mengerti Terdapat yang Bukan Beres

Bertahan atau Runtuh?

Jatuhnya rezim Assad adalah hasil dari kerentanan yang Lalu meningkat. Dengan Rusia sibuk di Ukraina, Iran dilanda krisis domestik, dan Hezbollah kehilangan kekuatannya, Suriah menjadi kekuatan “kertas” tanpa dukungan yang cukup.

Tetapi, pertanyaan besarnya adalah: Apakah kemenangan ini dapat bertahan? Menurut Lucas, banyak hal bergantung pada dinamika politik dan Interaksi antara pemberontak yang didukung Turki dengan Golongan Kurdi di timur laut yang dilindungi AS. Turki harus berhati-hati Buat Kagak memanfaatkan pemberontaknya menyerang Kurdi, terutama di tengah ketidakpastian kebijakan Presiden Donald Trump.

Masa Depan Suriah: Kesempatan dan Tantangan

Dengan nilai mata Fulus yang Terperosok hingga 15.000:1 dan infrastruktur yang hancur, tantangan Buat membangun kembali Suriah sangat besar. Pemberontak kini harus menghadapi Fakta: bagaimana memberikan keamanan, layanan dasar, dan stabilitas kepada rakyat.

Cek Artikel:  Usai Uzuri Kontroversi, Jepang Batalkan Acara Perjodohan Berhadiah Rp63 Juta

“Dukungan Dunia sangat Krusial, bukan Buat mengambil alih institusi Suriah, tetapi Buat mendukung pembangunan kembali sektor-sektor Krusial seperti keuangan, bisnis, dan pertanian,” kata Lucas.

Jatuhnya Damaskus memberikan Asa baru bagi rakyat Suriah, tetapi perjalanan menuju perdamaian sejati Tetap panjang dan penuh tantangan. Akankah koalisi pemberontak Bisa mengubah kemenangan ini menjadi fondasi stabilitas, atau Suriah akan terperosok ke dalam konflik yang lebih dalam? Waktu yang akan menjawab. (Antariska)

Baca juga:  Runtuhnya Rezim Assad dan Reaksi Negara-Negara Dunia

Mungkin Anda Menyukai