Pepesan Nihil Transaksi Janggal


BUKANNYA kian terang benderang, persoalan transaksi mencurigakan Rp349 triliun di Kementerian Keuangan Malah semakin buram. Penanganan dan penyelesaian perkara yang sempat menghebohkan rakyat itu malah antiklimaks, Kagak Jernih juntrungannya.

Ketika Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan adanya transaksi janggal ratusan triliun rupiah di lingkungan Kemenkeu pada 8 Maret Lampau, publik terkaget-kaget. Ketika itu, Mahfud menyebut nilainya Rp300 triliun. Masyarakat marah, geram, terlebih karena ruang publik sedang disesaki Informasi banyaknya pejabat Kemenkeu yang berharta tak wajar.

Di lain sisi, masyarakat juga senang, girang, karena Eksis menteri yang berani membeberkan transaksi mencurigakan tersebut. Eksis Cita-cita begitu kuat agar hal itu ditindaklanjuti dengan langkah hukum yang tegas Kepada menindak pihak-pihak yang terlibat.

Akan tetapi, Cita-cita itu nyatanya salah alamat. Yang terjadi, kasus transaksi mencurigakan di Kemenkeu Malah menjadi ajang silang pendapat antarpejabat. Mahfud di satu pihak berhadapan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani di pihak yang lain.

Cek Artikel:  Dunia Usaha tak AlergiPilpres Dua Putaran

Mahfud berkukuh bahwa Eksis penyimpangan serius dalam transaksi tersebut. Meski kemudian menegaskan bahwa itu bukan korupsi, melainkan tindak pidana pencucian Fulus yang terjadi, tetap saja Eksis dugaan kelancungan hebat di sana.

Dalam rapat dengar pendapat Biasa dengan Komisi III DPR pada 29 Maret, Mahfud bahkan menyebut apa yang disampaikan Sri Mulyani sebelumnya di Komisi XI jauh dari fakta. Sri Mulyani menjelaskan, dari Rp349 triliun transaksi yang dilaporkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2009 hingga 2023, hanya Rp3,3 triliun yang Betul-Betul berhubungan dengan pegawai Kemenkeu. Itu pun Tetap perlu pendalaman karena transaksi termasuk Pendapatan Formal, transaksi dengan keluarga, jual beli aset, dan jual beli rumah.

Begitulah, dua pejabat beda pendapat. Celakanya, keduanya berada di Dasar payung yang sama, sama-sama di Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Mahfud sebagai Menko Polhukam menjabat ketua dan Sri Mulyani sebagai Menkeu menjadi Member di komite itu.

Cek Artikel:  Tinjau Ulang Revisi UU Penyiaran

Celakanya Tengah, perbedaan pendapat itu berangkat dari data yang sama, data dari PPATK. Itu pula yang diakui Mahfud dan Sri Mulyani ketika dipertemukan di Komisi III dua hari Lampau. Yang berbeda Metode membacanya, metode mengklasifikasinya, sehingga apa yang disajikan ke publik juga berbeda.

Beda membaca data adalah hal yang normal. Yang tak normal ialah ketika perbedaan itu tak lebih dulu diselesaikan secara internal, tapi langsung diumbar ke khalayak. Bukankah Mahfud Bisa sangat gampang berkoordinasi dengan Sri Mulyani sebelum mengumbar adanya dugaan transaksi janggal? Kenapa dia langsung membeberkan data transaksi yang Rupanya tak lebih dari pepesan Nihil itu? Kita khawatir kecurigaan Member dewan bahwa Mahfud punya motif politik Betul adanya.

Cek Artikel:  KTT ASEAN 2023 Tonggak Baru Kawasan

Seorang pejabat negara, terlebih sekelas menteri, pantang asal berucap karena setiap ucapan yang keluar dari mulutnya akan selalu berdampak. Pejabat mesti berhati-hati dalam berbicara apalagi Apabila menyangkut masalah yang sangat sensitif.

Pejabat Kagak boleh berlaku semaunya, tak Bisa ngomong duluan urusan belakangan. Sembarangan bicara dapat menggerus kepercayaan rakyat, dan itulah yang terjadi dalam kasus transaksi mencurigakan ini. Kredibilitas Kemenkeu yang telanjur dicap Kagak baik akibat perilaku Kagak baik sejumlah pejabatnya menjadi semakin Kagak baik. Butuh waktu Pelan, perlu usaha ekstra, Kepada mengembalikan kepercayaan itu.

Harus kita katakan, rakyat kecewa dengan babak-babak akhir drama transaksi mencurigakan yang digaungkan Mahfud. Wajar pula banyak yang menolak dan tak Tengah berharap dengan langkah Mahfud membentuk satuan tugas Kepada mengusut transaksi janggal Rp349 triliun itu.

Mungkin Anda Menyukai