REGULASI yang berkaitan dengan industri tembakau perlu dikaji secara mendalam. DPR menilai Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) terkait industri tembakau tidak sesuai dengan aturan yang disusun pada Undang-Undang (UU) Nomor 17 Mengertin 2023 tentang Kesehatan.
Personil Komisi IV DPR Daniel Johan memandang regulasi aturan termbakau yang ada di Permenkes belum melalui kajian mendalam yang melibatkan industri, akademisi, serikat, dan masyarakat umum. Aturan yang dibuat harus mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi yang luas.
“Industri hasil tembakau (IHT) merupakan salah satu penyumbang utama pendapatan negara, yang akan berdampak pada negara. Saya memahami kekhawatiran industri, maka kebijakan ini perlu mempertimbangkan aspek keberlanjutan industri dan lapangan kerja,” kata Daniel dikutip di Jakarta, Kamis (12/9).
Sedangkan anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo menyebut, perlunya keseimbangan antara upaya kesehatan, kepentingan industri, dan hak konsumen dalam penyusunan regulasi tersebut. Agar aturan yang dibuat tidak saling berbenturan.
“Keseimbangan ini penting dan harus dijaga, agar kebijakan kesehatan tidak berbenturan dengan kepentingan ekonomi dan hak konsumen,” kata Handoyo.
Sementara itu, Ketua Biasa Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi, menilai RPMK tidak dirumuskan dengan mempertimbangkan pemangku kepentingan lainnya. Dia keberatan dengan keberadaan pasal tersebut
“Ini bisa berdampak ekonomi, hingga investasi. Ini yang harus kita jaga agar peraturan yang baru tidak menimbulkan masalah baru,” kata Benny.
Hal senada disampaikan Ketua Biasa Asosiasi Penguasa Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey. Menurut dia, regulasi kesehatan yang terlalu ketat seperti ini berpotensi mengintervensi sektor ekonomi dan hiburan secara berlebihan.
Menurut dia, masukkan dari seluruh pihak harus dipertimbangkan pemerintah. Agar, aturan yang dihasilkan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
“Kami yakin kami sebagai pelaku usaha yang berkontribusi dalam pajak, tenaga kerja, konsumsi rumah tangga, ini perlu dilihat secara menyeluruh,” kata Roy.
Roy mendesak agar RPMK dianilisa terlebih dahulu sebelum disahkan. Sehingga, bakal beleid tersebut tak jadi polemik setelah disahkan.
“Kalau aturan dikeluarkan dengan maksud tujuan menimbulkan polemik, kemudian nanti dicabut atau direvisi melalui revisi uji materi, untuk apa? Di sini kami hanya mengungkapkan, banyak pasal karet, ada ketidaksesuaian dengan realitas di lapangan,” ujar dia.
Sementara itu, Personil Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo menyampaikan ada beberapa ketentuan yang berpotensi merugikan industri. Seperti pasal mengenai desain kemasan polos, pembatasan iklan dan promosi, hingga sensor produk tembakau di berbagai platform yang dinilai berlebihan oleh berbagai pihak.
Dia mengingatkan sebuah aturan tidak boleh bersifat diskriminasi. Aturan yang dibuat harus memenuhi rasa keadilan, transparan, dan menyerap aspirasi masyarakat seluas-luasnya.
“Oleh karena itu, bicara terkait diskriminatif, apakah PP yang dibuat pemerintah dan aturan turunan sekarang diskriminatif atau tidak? Terang diskriminatif. Terdapat harkat hidup orang banyak, tenaga kerja, pendapatan negara. Ini melanggar HAM, mudah-mudahan didengarkan pemerintah,” ujar Firman melalui keterangan tertulis, Kamis, 12 September 2024.
Politikus Partai Golkar itu menyampaikan industri tembakau terus menyuarakan penolakan demi mempertahankan keberlangsungan industri. Karena, berpotensi menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai industri lainnya. Menurut dia, kehadiran RPMK dinilai bukti pemerintah tidak mendengarkan aspirasi dari kalangan industri. Karena, masukan yang diberikan tidak dijadikan pertimbangan dalam menyusun kerangka implementasi aturan di lapangan. (Z-8)