Penyehatan Tanah Buat Peningkatan Produktivitas Pertanian

Penyehatan Tanah untuk Peningkatan Produktivitas Pertanian
(MI/Seno)

PENURUNAN produksi padi pada 2024 yang cukup signifikan menjadi peringatan Krusial atas upaya pencapaian swasembada pangan pokok. Produksi padi Indonesia pada 2024 tercatat 52,71 juta ton gabah kering giling (GKG) atau turun 2,35% dari 53,98 juta ton pada 2023. Penurunan produksi padi 1,27 juta ton Kalau dibandingkan dengan produksi GKG pada 2023 lebih banyak disebabkan turunnya luas panen hingga 170 ribu hektare.

Penurunan luas panen padi sebesar 1,63% di luar musim kering ekstrem El Nino seperti pada 2023 tentu memerlukan perhatian memadai.

Kalau dikonversi menjadi beras, produksi beras Indonesia 2024 tercatat hanya 30,37 juta ton atau turun Sekeliling 730 ribu ton dari produksi beras pada 2023 yang mencapai 31,10 juta ton. Sementara itu, konsumsi beras Indonesia naik Sekeliling 300 ribu ton (1,01%), dari 30,61 juta ton pada 2023 menjadi 30,92 juta ton pada 2024.

Sebagaimana telah diketahui secara luas, kinerja produksi padi Indonesia Tetap belum mengandalkan perubahan teknologi atau Hasil karya baru, Berkualitas di hulu usaha tani maupun di hilir pascapanen dan perdagangan.

Konsekuensinya, kinerja produktivitas padi terjadi stagnansi selama seperempat abad terakhir sejak masa reformasi, bahkan terjadi penurunan yang mulai merisaukan. Kinerja produktivitas padi pada 2024 tercatat 5,25 ton/ha atau terjadi pernurunan 0,73% dari catatan produktivitas pada 2023 yang tercatat mencapai 5,28 ton/ha.

Artikel ini menganalisis upaya penyehatan tanah pertanian Indonesia, sebagai salah satu alternatif Krusial dari strategi peningkatan produktivitas padi, yang jarang memperoleh perhatian memadai. Penutup artikel ini ialah rekomendasi perubahan kebijakan yang mengarah ke pertanian regeneratif, yang lebih positif, dan mengarah ke keberlanjutan sistem pertanian Indonesia.

 

TANAH PERTANIAN INDONESIA SAKIT

Tanah pertanian Indonesia telah berada pada kondisi sakit sebagai konsekuensi dari teknik budi daya pertanian superintensif, penggunaan bahan kimia secara berlebihan, dan praktik pertanian yang Kagak berkelanjutan. Sekeliling 77% lahan sawah di Jawa hanya Mempunyai kandungan bahan organik (BO) di Dasar 2% (1,25-1,91%) dan Lalu menurun.

Cek Artikel:  Rekrutmen Terbuka Caleg 2019

Degradasi kesehatan tanah juga terjadi di tingkat Mendunia karena laju penurunan kandungan karbon organik tanah (C-organic content) terjadi sangat Segera 10% per tahun, tepatnya 1-5 ton karbon (tC)/ha pada lahan basah dan

Di samping itu, kandungan hara mikro seperti zinc (Zn), besi (Fe), mangan (Mn), dan tembaga (Cu) juga sangat rendah. Unsur hara mikro tanah itu, walaupun dibutuhkan dalam jumlah kecil, Mempunyai peran yang sangat besar dalam kinerja produktivitas. Misalnya, kandungan hara mikro tanah di Jawa mengalami defisiensi zat besi dengan kisaran 0,41-1,8 ppm dan defisiensi zinc di Dasar 0,2 ppm di Dekat sentra produksi pangan Pulau Jawa.

Pada kondisi tanah sakit seperti ini, aktivitas mikroba tanah menurun dan daya sangga tanah juga menurun sehingga efisiensi penggunaan pupuk juga ikut menurun.

Upaya peningkatan produktivitas mengalami pelandaian (levelling-off) selama 25 tahun terakhir sehingga strategi penyehatan tanah yang lebih inovatif amat diharapkan, sekaligus sebagai adaptasi Akibat perubahan iklim dan membangun pertanian berkelanjutan.

Pada akhir masa Orde Baru, produktivitas padi tercatat 4,45 ton/ha atau Dekat dua kali lipat dari produktivitas pada awal Revolusi Hijau 2,64 ton/ha. Pelandaian produktivitas padi terjadi sejak Presiden Soeharto menyatakan berhenti pada Mei 1998 dan hanya tercatat 5,25 ton/ha pada akhir 2024 seperti dijelaskan di atas.

Catatan sebaliknya terjadi di Vietnam, ketika produktivitas padi melompat tinggi hingga di atas 6 ton/ha pada 2023 karena Hasil karya baru dan perubahan teknologi pertanian yang amat signifikan. Kebijakan penyehatan tanah merupakan strategi transformasi sektor pertanian Buat Memajukan produktivitas padi secara berkelanjutan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.

Tanah yang sehat akan menjadi penyerapan karbon (carbon sink) yang Bisa menyimpan gas karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca (GRK) lain sehingga Bisa memitigasi perubahan iklim.

Di tingkat teori, terdapat setidaknya enam opsi strategis Buat menciptakan emisi negatif Buat menjadi penyerapan karbon (carbon sink) dalam tanah, Ialah pertama, reforestrasi dan aforestasi atau penanaman pohon Buat menyerap CO2 dari atmosfer sehingga karbon dapat disimpan dalam jangka menengah-panjang dimanfaatkan sebagai biomassa.

Cek Artikel:  Menakar Optimisme Pelaku Industri Perbankan Nasional

Kedua, penambatan karbon dalam biochar, yang sebenarnya berasal dari CO2 yang diserap tanaman dari atmosfer, melalui proses pirolisis sehingga karbon yang tersimpan dalam tanaman dapat disimpan jangka panjang di dalam tanah.

Ketiga, penggunaan pupuk kandang, pupuk Biologi, pupuk hijau lain, dan sistem agroforestri dapat meningkatkan kandungan karbon dalam tanah.

Keempat, pelapukan batuan secara alami yang Bisa melepaskan CO2 dari atmosfer Buat disimpan di dalam tanah dalam bentuk karbonat.

Kelima, penggunaan biomassa Buat Daya sehingga CO2 dapat dipisah dan disimpan di dalam tanah.

Keenam, penambatan CO2 dari udara melalui saringan dan proses kimia sehingga dapat disimpan di dalam tanah. Strategi penyehatan tanah melalui emisi negatif tersebut Bisa berkontribusi pada pengembangan pertanian berkelanjutan dan meningkatkan produktivitas pangan dan pertanian lainnya.

 

APLIKASI DI TINGKAT LAPANGAN

Beberapa teknik budi daya pertanian tingkat lapangan yang mengarah ke penyehatan tanah sebenarnya telah banyak dilaksanakan petani Indonesia. Penggunaan ameliorasi tanah dengan pemberian kompos, penambahan FABA (fly ash and bottom ash), tanaman penutup tanah pada bekas tambang, dan lain-lain telah digunakan Buat membangun tanah pertanian.

Strategi itu terbukti lebih sehat dan menyehatkan tanah-tanah yang sakit dan secara perlahan meningkatkan produktivitas. Teknik budi daya jenuh air (BJA) pada lahan pasang surut dan lahan mineral juga dimaksudkan Buat mengatasi persoalan kesehatan tanah melalui teknik pengairan Lalu-menerus sesuai dengan manajemen air yang dibutuhkan tanaman.

Demikian pula teknik budi daya pembenaman jerami kembali ke dalam tanah ialah strategi kearifan budaya lokal yang telah banyak dilakukan petani tanaman pangan di Indonesia. Indonesia sedang mengembangkan desain kebijakan baru subsidi pupuk berbasis kesehatan tanah, Buat mengoreksi penggunaan pupuk kimia yang berlebihan (overuse), yang berdampak negatif pada peningkatan produktivitas pertanian.

Kagak berlebihan Buat disampaikan bahwa salah satu penyebab penggunaan pupuk kimia yang berlebihan ialah harga pupuk subsidi di tingkat petani sangat rendah, Rp2.250/kg Buat urea, Rp2.300/kg Buat NPK, Rp3.300/kg Buat NPK formula Spesifik, dan Rp800/kg Buat pupuk organik. Harga tersebut berkisar sepertiga atau seperempat dari harga pupuk nonsubsidi, Rp9.500/kg Buat urea, Rp14.000/kg Buat NPK, dan Rp43.100/kg Buat NPK formula Spesifik.

Cek Artikel:  Perlu Uji Genetik untuk Mendeteksi Infeksi Covid-19

Beberapa negara telah mengubah atau mengembangkan kebijakan subsidi pupuk bersyarat, misalnya Tiongkok menggunakan kebijakan subsidi pupuk langsung kepada petani (SLP) dengan transfer manfaat langsung (DBT = direct benefit transfer), Uni Eropa menggunakan subsidi pupuk berbasis kandungan harga pupuk (NBS = nutrient-based subsidy), dan India menggunakan kartu kesuburan tanah (SHC = soil health card) sebagai basis kebijakan subsidi pupuk.

Petani yang telah menggunakan pupuk kimia berlebihan tentu Kagak akan dialokasikan subsidi pupuk kimia, tetapi subsidi pupuk lain yang lebih dibutuhkan, seperti pupuk hijau dan pupuk Biologi. Strategi subsidi pupuk bersyarat seperti disebutkan di atas tentu mensyaratkan akurasi data kesehatan lahan, data penerima manfaat subsidi, dan dukungan penyediaan layanan uji tanah, pH tanah, kandungan bahan organik, dan lain-lain.

 

REKOMENDASI PERUBAHAN KEBIJAKAN

Beberapa rekomendasi perubahan kebijakan, Buat mewujudkan penyehatan tanah pertanian Indonesia, dapat diikhtisarkan sebagai berikut.

Pertama, pertanian regeneratif perlu menjadi prioritas Buat mengembalikan kesehatan tanah secara sistematis, melalui pertanian cerdas iklim (CSA = climate smart agriculture).

Pertanian CSA itu ialah suatu sistem pertanian yang telah ditransformasi dan direorientasi Buat mendukung pembangunan sosial-ekonomi bangsa dan menjamin ketahanan pangan dalam menghadapi perubahan iklim.

Kedua, reforma kebijakan subsidi pupuk Buat meningkatkan efektivitas dan ketepatan sasaran agar lebih sesuai dengan kondisi kesehatan lahan dan kebutuhan tanaman lebih spesifik. Telah cukup banyak upaya Buat memperbaiki mekanisme penyaluran pupuk subsidi, mulai penyederhanaan pendataan penerima manfaat subsidi melalui nomor induk kependudukan (NIK), tanpa petani harus direpotkan melalui registrasi sekian Ragam kartu tambahan.

Ketiga, aplikasi rekomendasi pemupukan yang dianjurkan Kagak hanya memperhatikan pemenuhan unsur hara makro N, P, dan K saja, tetapi juga hara mikro di dalam tanah. Hal itu meliputi perbaikan pH tanah, penambahan karbon organik tanah, melalui pemberian biochar, kompos, kandungan humus (humic substances) dan lain-lain;

Keempat, penyehatan tanah memerlukan penguatan jejaring basis data tanah, pemetaan tanah, laboratorium tanah, pengelolaan hara terpadu, efektivitas penyuluhan pertanian, layanan ekosistem pertanian, penetapan harga karbon, asuransi berbasis iklim, dan lain-lain.

Mungkin Anda Menyukai