Penyebab Deflasi, Pemerintah Gagal Genjot Daya Beli

Ilustrasi grafik pelemahan daya beli masyarakat. Foto: Freepik.

Jakarta: Badan Pusat Stagnantik (BPS) mencatat Indonesia mengalami deflasi dari Mei hingga September 2024. BPS mencatat pada Mei terjadi deflasi 0,03 persen, kemudian deflasi makin menjadi pada Juni sebesar 0,08 persen, dan deflasi semakin dalam pada September hingga mencapai 0,12 persen.

“Saya mencatat, kondisi deflasi saat ini memang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor domestik. Pada deflasi sebelumnya seperti di 2008-2009 misalkan, faktor krisis global menyebabkan deflasi terjadi beberapa bulan berturut-turut. Sedangkan di masa pandemi covid-19 juga sama ada faktor extraordinary yang menyebabkan permintaan melemah,” ucap Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda saat dihubungi pada Minggu, 6 Oktober 2024.

Cek Artikel:  Pemerintah Diminta Alihkan Anggaran Belanja yang Tak Produktif

Ketika ini, sambung dia, faktor deflasi banyak disebabkan oleh pelemahan daya beli akibat kebijakan pemerintah yang kurang tepat. “Saya melihat kondisi harga komoditas masih bisa dibilang oke meskipun terjadi penurunan. Covid-19 sudah berjalan beberapa tahun ke belakang dan perdagangan global juga sudah dibuka,” jelas dia.
 

 

Kemampuan masyarakat membeli barang turun

Di sisi lain, Huda juga mengungkapkan data inflasi inti September 2024 yang tercatat 0,16 persen atau turun dari 0,20 persen di Agustus 2024 menunjukkan penurunan kemampuan masyarakat membeli barang yang sesuai dengan permintaan dan penawaran.

“Apabila kita kaitkan dengan data penunjang lainnya juga menunjukkan dari sisi kemampuan masyarakat juga turun, tabungan turun misalkan. Kemampuan orang menabung melemah, justru sekarang sudah makan tabungan. Jadi dari sisi permintaan masyarakat menurun,” papar Huda.

Cek Artikel:  Daya Beli Masyarakat Terjaga, Ekonomi RI Konsisten


(Ilustrasi, para pedagang tengah menunggu pembeli yang menurun. Foto: Medcom.id)

Maka dari itu, ia meminta agar pemerintah harus lebih bijak membuat kebijakan yang cenderung mempunyai dampak negatif terhadap konsumsi rumah tangga.

“Rencana kenaikan tarif PPN (Pajak Pertambahan Safiri) tahun depan bisa dibatalkan. Restriksi pertalite harus dilakukan secara matang dengan melihat unsur keadilan bagi penerima subsidi,” tegas Huda.

Mungkin Anda Menyukai